Kamis, Juni 26, 2025
25.4 C
Palangkaraya

Satgas Garuda Segel Dua Perkebunan Sawit di Bartim Terkait Pelanggaran Hutan

TAMIANG LAYANG – Tim Satgas Garuda mengambil tindakan tegas kepada dua perusahaan perkebunan swasta (PBS) yang diduga melakukan pelanggaran terhadap kawasan hutan. Dua perusahaan tersebut yakni PT Ketapang Subur Lestari (KSL) dan PT Indopenta Sejahtera Abadi yang terletak di Kabupaten Barito Timur (Bartim). Kedua perusahaan dilakukan penyegelan dengan pemasangan plang.

Kepala Kejaksaan Negeri Bartim Yedivia Rum. SH MH melalui Kasi Intel Sodiq Suksmana SH mengatakan, bahwa pemasangan plang ini sendiri dilakukan di dua lokasi. Di antaranya milik kantor kebun PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) berlokasi di Kecamatan Patangkep Tutui. Hal ini dilakukan berdasarkan SK Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan nomor : SK.9/MENHUT-II/2012 dengan luas wilayah sebesar 17.048,55 Hektare serta luas 20 persen dari pelepasan sebesar 3.409,71 hektare.

Pemasangan plang kedua  di area kantor kebun PT Indopenta Sejahtera Abadi yang terletak di Kecamatan Pematang Karau berdasarkan SK Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan   nomor : SK.329/MENHUT-II/2012 dengan luas wilayah sebesar 14.554,50 Hektare serta luas 20 persen dari pelepasan sebesar 2.910,90 hektare. Tindakan ini sendiri dilakukan bahwa alokasi seluas 20 persen dari pelepasan tersebut merupakan kewajiban alokasi kebun masyarakat yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.17/Menhut-II/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2010 tentang Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi pada Pasal 4a ayat (1) diatur bahwa “Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi yang akan dilepaskan untuk kepentingan pembangunan perkebunan, diatur pelepasannya dengan komposisi 80 persen untuk perusahaan perkebunan dan 20 persen untuk kebun masyarakat dari total luas Kawasan hutan yang dilepaskan dan dapat diusahakan oleh perusahaan perkebunan”.

Baca Juga :  Pemkab Bartim Peringkat Dua Implementasi Sistem Tata Kelola Pemerintah

“Pemasangan plang sebagai upaya penertiban Kawasan Hutan (PKH)  merupakan langkah Preventif Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam percepatan penyelesaian tata kelola lahan dan kegiatan pertambangan, perkebunan. Kami tindak tegas bagi mereka yang diduga melakukan pelanggaran,” kata Kasi Intel Kejari Bartim Sodiq Suksmana SH.

Menurut Sodiq, bahwa Satgas tersebut dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Dan dalam melaksanakan tugasnya Satgas Penertiban Kawasan Hutan dapat melibatkan Kementerian Lembaga Pemerintah non kementerian, Instansi Pemerintah baik pusat maupun daerah, Swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu dan wajib mendukung pelaksanaan tugas Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang akan berdampak pada peningkatan potensi penerimaan negara dan penegasan penguasaan negara atas kawasan hutan.

Baca Juga :  Sinergi Penegakan Hukum, Komisi III Kunjungi Polda Kalteng

Penertiban kawasan hutan difokuskan pada penagihan denda administratif sebagai bagian dari upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran di kawasan hutan, yang mencakup denda atas kegiatan ilegal.

Sehingga pengambilalihan kembali kawasan hutan yang disalahgunakan atau dikuasai secara ilegal, serta pemulihan aset kawasan hutan, termasuk aset yang mengalami kerusakan atau kehilangan akibat aktivitas ilegal.

“Ini juga bentuk penertiban kawasan hutan di Kabupaten Barito Timur dan bentuk dukungan terhadap Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, kegiatan yang sudah dilaksanakan yaitu pemasangan Plang di lokasi PT Ketapang Subur Lestari (KSL) dan PT.

Indopenta Sejahtera Abadi. Kami akan terus melakukan tindakan tegas khususnya terhadap perusahaan yang melakukan aktivitas ilegal di kawasan hutan,” ujarnya.

Selain itu juga Penertiban ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera serta menjadi peringatan bagi pelaku usaha lainnya agar tidak melakukan aktivitas ilegal di atas lahan yang tidak termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) maupun Izin Usaha Perkebunan.

Hal ini penting mengingat, sebelum terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015 terkait kepemilikan HGU dan Izin Usaha Perkebunan tidak dipersyaratkan secara kumulatif. (son/ala)

TAMIANG LAYANG – Tim Satgas Garuda mengambil tindakan tegas kepada dua perusahaan perkebunan swasta (PBS) yang diduga melakukan pelanggaran terhadap kawasan hutan. Dua perusahaan tersebut yakni PT Ketapang Subur Lestari (KSL) dan PT Indopenta Sejahtera Abadi yang terletak di Kabupaten Barito Timur (Bartim). Kedua perusahaan dilakukan penyegelan dengan pemasangan plang.

Kepala Kejaksaan Negeri Bartim Yedivia Rum. SH MH melalui Kasi Intel Sodiq Suksmana SH mengatakan, bahwa pemasangan plang ini sendiri dilakukan di dua lokasi. Di antaranya milik kantor kebun PT. Ketapang Subur Lestari (KSL) berlokasi di Kecamatan Patangkep Tutui. Hal ini dilakukan berdasarkan SK Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan nomor : SK.9/MENHUT-II/2012 dengan luas wilayah sebesar 17.048,55 Hektare serta luas 20 persen dari pelepasan sebesar 3.409,71 hektare.

Pemasangan plang kedua  di area kantor kebun PT Indopenta Sejahtera Abadi yang terletak di Kecamatan Pematang Karau berdasarkan SK Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan   nomor : SK.329/MENHUT-II/2012 dengan luas wilayah sebesar 14.554,50 Hektare serta luas 20 persen dari pelepasan sebesar 2.910,90 hektare. Tindakan ini sendiri dilakukan bahwa alokasi seluas 20 persen dari pelepasan tersebut merupakan kewajiban alokasi kebun masyarakat yang diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.17/Menhut-II/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.33/Menhut-II/2010 tentang Cara Pelepasan Kawasan Hutan Produksi yang dapat dikonversi pada Pasal 4a ayat (1) diatur bahwa “Kawasan Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi yang akan dilepaskan untuk kepentingan pembangunan perkebunan, diatur pelepasannya dengan komposisi 80 persen untuk perusahaan perkebunan dan 20 persen untuk kebun masyarakat dari total luas Kawasan hutan yang dilepaskan dan dapat diusahakan oleh perusahaan perkebunan”.

Baca Juga :  Pemkab Bartim Peringkat Dua Implementasi Sistem Tata Kelola Pemerintah

“Pemasangan plang sebagai upaya penertiban Kawasan Hutan (PKH)  merupakan langkah Preventif Kejaksaan Agung Republik Indonesia dalam percepatan penyelesaian tata kelola lahan dan kegiatan pertambangan, perkebunan. Kami tindak tegas bagi mereka yang diduga melakukan pelanggaran,” kata Kasi Intel Kejari Bartim Sodiq Suksmana SH.

Menurut Sodiq, bahwa Satgas tersebut dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Dan dalam melaksanakan tugasnya Satgas Penertiban Kawasan Hutan dapat melibatkan Kementerian Lembaga Pemerintah non kementerian, Instansi Pemerintah baik pusat maupun daerah, Swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu dan wajib mendukung pelaksanaan tugas Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang akan berdampak pada peningkatan potensi penerimaan negara dan penegasan penguasaan negara atas kawasan hutan.

Baca Juga :  Sinergi Penegakan Hukum, Komisi III Kunjungi Polda Kalteng

Penertiban kawasan hutan difokuskan pada penagihan denda administratif sebagai bagian dari upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran di kawasan hutan, yang mencakup denda atas kegiatan ilegal.

Sehingga pengambilalihan kembali kawasan hutan yang disalahgunakan atau dikuasai secara ilegal, serta pemulihan aset kawasan hutan, termasuk aset yang mengalami kerusakan atau kehilangan akibat aktivitas ilegal.

“Ini juga bentuk penertiban kawasan hutan di Kabupaten Barito Timur dan bentuk dukungan terhadap Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, kegiatan yang sudah dilaksanakan yaitu pemasangan Plang di lokasi PT Ketapang Subur Lestari (KSL) dan PT.

Indopenta Sejahtera Abadi. Kami akan terus melakukan tindakan tegas khususnya terhadap perusahaan yang melakukan aktivitas ilegal di kawasan hutan,” ujarnya.

Selain itu juga Penertiban ini juga diharapkan dapat memberikan efek jera serta menjadi peringatan bagi pelaku usaha lainnya agar tidak melakukan aktivitas ilegal di atas lahan yang tidak termasuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) maupun Izin Usaha Perkebunan.

Hal ini penting mengingat, sebelum terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-XIII/2015 terkait kepemilikan HGU dan Izin Usaha Perkebunan tidak dipersyaratkan secara kumulatif. (son/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/