Sabtu, Juli 5, 2025
23.3 C
Palangkaraya

Disdik Kotim Ingatkan Sekolah untuk Menjaga Pentingnya Kuota Siswa

SAMPIT-Tahun ajaran baru selalu membawa cerita haru sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan.r Salah satu persoalan klasik yang kembali diingatkan Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) adalah pengendalian kuota siswa saat penerimaan murid baru.

Kepala Disdik Kotim, Muhammad Irfansyah, menekankan bahwa kelebihan siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) bukan sekadar soal ruang kelas yang padat. Lebih dari itu, siswa yang melebihi kuota resmi berisiko tak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang menjadi pintu masuk berbagai layanan pendidikan.

“Kalau tidak masuk Dapodik, siswa itu dianggap tidak resmi. Ini bukan hanya soal dana BOS, tapi juga menyangkut hak mereka sebagai pelajar,” ujar Irfansyah, Kamis (3/7/2025).

Baca Juga :  Satu Rumah di Desa Jaya Kelapa Terbakar, Ini Penyebabnya

Berdasarkan aturan, satu rombel di jenjang SD seharusnya diisi maksimal 28 siswa. Untuk SMP dan SMA, batasnya 32 siswa. Pembatasan ini demi menjaga kualitas pembelajaran dan memberi peluang bagi sekolah swasta untuk tumbuh.

Meski demikian, realita di lapangan tidak selalu sesuai harapan. Di daerah terpencil seperti Kecamatan Antang Kalang, sekolah terpaksa menampung siswa lebih banyak karena tidak ada pilihan lain.

“Di sana, kalau anak-anak tidak diterima, mereka bisa sama sekali tidak bersekolah. Jadi, meskipun sudah melebihi kuota, tetap harus diterima. Pendidikan adalah hak setiap anak,” tuturnya.

Beberapa sekolah di wilayah tersebut bahkan pernah mencatat hingga 31 siswa di satu rombel. Meski sistem Dapodik akan menandai kelebihan ini dengan status merah sebagai pelanggaran, pemerintah pusat tetap memberi ruang dengan kebijakan fleksibilitas bagi daerah khusus.

Baca Juga :  Bupati Ajak Warga Kotim Bersatu Pasca Pilkada

“Awalnya data memang merah, tapi kita bisa ajukan agar tetap diakui. Pemerintah pusat juga paham kondisi daerah,” jelas Irfansyah.

Tak hanya di pelosok, sekolah dalam kota pun kerap menghadapi masalah serupa, terutama akibat sistem zonasi yang membuat beberapa sekolah negeri kebanjiran pendaftar.

“Karena banyak yang masuk dalam zona, akhirnya rombel jadi gemuk. Ini tantangan yang harus kita atur bersama,” imbuhnya.(mif)

SAMPIT-Tahun ajaran baru selalu membawa cerita haru sekaligus tantangan bagi dunia pendidikan.r Salah satu persoalan klasik yang kembali diingatkan Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) adalah pengendalian kuota siswa saat penerimaan murid baru.

Kepala Disdik Kotim, Muhammad Irfansyah, menekankan bahwa kelebihan siswa dalam satu rombongan belajar (rombel) bukan sekadar soal ruang kelas yang padat. Lebih dari itu, siswa yang melebihi kuota resmi berisiko tak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang menjadi pintu masuk berbagai layanan pendidikan.

“Kalau tidak masuk Dapodik, siswa itu dianggap tidak resmi. Ini bukan hanya soal dana BOS, tapi juga menyangkut hak mereka sebagai pelajar,” ujar Irfansyah, Kamis (3/7/2025).

Baca Juga :  Satu Rumah di Desa Jaya Kelapa Terbakar, Ini Penyebabnya

Berdasarkan aturan, satu rombel di jenjang SD seharusnya diisi maksimal 28 siswa. Untuk SMP dan SMA, batasnya 32 siswa. Pembatasan ini demi menjaga kualitas pembelajaran dan memberi peluang bagi sekolah swasta untuk tumbuh.

Meski demikian, realita di lapangan tidak selalu sesuai harapan. Di daerah terpencil seperti Kecamatan Antang Kalang, sekolah terpaksa menampung siswa lebih banyak karena tidak ada pilihan lain.

“Di sana, kalau anak-anak tidak diterima, mereka bisa sama sekali tidak bersekolah. Jadi, meskipun sudah melebihi kuota, tetap harus diterima. Pendidikan adalah hak setiap anak,” tuturnya.

Beberapa sekolah di wilayah tersebut bahkan pernah mencatat hingga 31 siswa di satu rombel. Meski sistem Dapodik akan menandai kelebihan ini dengan status merah sebagai pelanggaran, pemerintah pusat tetap memberi ruang dengan kebijakan fleksibilitas bagi daerah khusus.

Baca Juga :  Bupati Ajak Warga Kotim Bersatu Pasca Pilkada

“Awalnya data memang merah, tapi kita bisa ajukan agar tetap diakui. Pemerintah pusat juga paham kondisi daerah,” jelas Irfansyah.

Tak hanya di pelosok, sekolah dalam kota pun kerap menghadapi masalah serupa, terutama akibat sistem zonasi yang membuat beberapa sekolah negeri kebanjiran pendaftar.

“Karena banyak yang masuk dalam zona, akhirnya rombel jadi gemuk. Ini tantangan yang harus kita atur bersama,” imbuhnya.(mif)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/