SAMPIT — Dunia maya tengah diramaikan isu panas terkait dugaan seorang anggota DPRD Kotawaringin Timur (Kotim) yang bersitegang di kantor Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan hingga pecahkan meja kaca.
Pemicu kegaduhan tersebut disebut berkaitan dengan desakan agar anggaran Pokok Pikiran (Pokir) miliknya segera dicairkan.
Kabar itu pertama kali mencuat melalui unggahan salah satu tokoh politik lokal di media sosial Facebook. Dalam postingannya, ia menyoroti perilaku satu anggota dewan yang selama ini dinilai jarang hadir dalam kegiatan lembaga, namun tiba-tiba muncul dengan tuntutan anggaran.
“Info yang beredar, ada anggota dewan Kotim yang sudah lama tak aktif, tiba-tiba datang ke Dinas Koperasi, lalu bersikap emosional meminta anggaran Pokir segera direalisasikan. Padahal anggaran publik harus melalui mekanisme, bukan main tekan,” tulis akun tersebut, Rabu (9/7/2025).
Unggahan itu pun mengundang beragam reaksi warganet, mulai dari kritik soal etika pejabat publik, hingga pertanyaan tentang transparansi pengelolaan Pokir DPRD.
Dalam narasinya, tokoh tersebut juga mengungkapkan keprihatinan atas minimnya pemahaman sejumlah anggota dewan mengenai aturan dan prosedur tata kelola keuangan daerah. Ia menekankan bahwa proses pencairan Pokir tidak bisa dilakukan secara instan atau berdasarkan tekanan politik.
“Harusnya sebagai wakil rakyat, mereka paham bahwa setiap rupiah uang daerah harus dipertanggungjawabkan. Tidak bisa main terobos,” ujarnya.
Menanggapi isu yang sudah terlanjur viral, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan Kotim, Johny Tangkere, membenarkan bahwa memang terjadi insiden tersebut. Namun, ia menganggap kejadian itu sekadar salah paham.
“Ya, memang ada kejadian itu. Tapi saya rasa itu hanya miskomunikasi. Tidak perlu dibesar-besarkan,” katanya singkat saat dikonfirmasi, Rabu (9/7).
Sementara itu, Ketua DPRD Kotim, Rimbun, saat diminta tanggapan mengaku belum menerima laporan resmi mengenai insiden tersebut.
“Sampai saat ini belum ada laporan masuk ke kami soal itu,” ujarnya.
Namun, Rimbun menegaskan bahwa DPRD memiliki mekanisme internal jika ada persoalan yang melibatkan anggotanya. Sesuai tata tertib, penanganan awal berada di tangan fraksi masing-masing.
“Biasanya, fraksi akan memberikan pembinaan dan klarifikasi terlebih dahulu. Jika diperlukan, baru diteruskan ke Badan Kehormatan (BK) DPRD,” jelasnya.
Hingga berita ini diturunkan, identitas oknum anggota dewan yang dimaksud belum dikonfirmasi secara terbuka. Namun kejadian ini telah membuka kembali diskusi publik mengenai integritas, tanggung jawab, dan tata kelola anggaran wakil rakyat di tingkat daerah. (mif/bah)