Jumat, November 22, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Teh Bawang Dayak Olahan Heni Siap Ekspor ke Afrika

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (12)

Bahan herbal dari Kalteng tak diragukan lagi manfaatnya untuk kesehatan. Produkproduk dari akar-akaran juga sudah banyak dijumpai. Merambah pasar nasional, bahkan mulai menginjakkan kaki di pasar internasional.

*NUR PUTRI W, Palangka Raya

BERKAT Uhat Kayu, nama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang didirikan oleh Heni Wijiastuti. Jika diartikan, Berkat dari Akar Kayu. Nama itu dipilih ownernya sebagai bentuk rasa syukur, karena berkat usahanya itu, kini bisa menjadi penopang kehidupan dan menyekolahkan anak-anaknya.

Nama usahanya itu sesuai dengan produk-produk yang dijual. Yaitu obat-obatan herbal dari kayu-kayuan dan akar-akaran khas Kalimantan Tengah (Kalteng). Banyak varian produk yang sudah menyebar luas di Palangka Raya dan sekitarnya maupun ke sejumlah kota di Pulau Jawa.

Meliputi teh bawang dayak, teh bajakah, teh pasak bumi, bawang dayak serut, akar bajakah, serta 18 macam akar-akaran herbal. Biacara soal manfaat herbal khas Kalteng, masyarakat luas pun tentunya sudah tahu. Sangat ampuh dalam menurunkan diabetes, menurunkan kolesterol, menurunkan darah tinggi, membatu perbaikan fungsi ginjal, antikanker, antioksidan, mencegah tumor, kanker, mag kronis, menurunkan asam lambung, dan banyak lagi yang lainnya.

Saya (penulis) berkesempatan untuk berkunjung ke rumah Heni, Jalan Mendawai Sosial Ujung, Palangka Raya. Berbagai macam produk ditempatkan pada rak-rak yang letaknya di sisi kanan ruang produksi. Sementara untuk produk the, ditempatkan di etalase.

Harga jual tentu bervariasi. Mulai Rp20 ribu hingga Rp35 ribu per kemasan. Misalnya teh bawang dayak, harga grosir Rp20 ribu per kemasan. Isinya 16 kantong atau bisa untuk 16 kali seduh. Teh bawang dayak itu merupakan produk unggulan. Tiap bulan minimal menghabiskan 100 kilogram bawang dayak atau 500 kemasan siap jual.  Begitu juga teh bajakah. Ratusan kemasan terjual setiap bulan.

“Dua produk ini memang paling banyak diproduksi dibandingkan produk lain,” ujar Mama Arya, sapaan akrab Heni Wijiastuti, sembari duduk berpangku sebelah kaki.

Mama Arya memberdayakan empat orang ibu rumah tangga yang merupakan tetangganya untuk membantu proses produksi. Sementara anaknya membantu urusan administrasi dan pesanan pelanggan. “Kelenger aku (pingsan aku, red) kalau kerja sendirian,” ucapnya, lalu terkekeh-kekeh.

Baca Juga :  Masjid Dilengkapi Pendopo, Masih Digunakan sebagai Tempat Pertemuan

Ibu yang dikaruniai tujuh orang anak ini menyebut, herbal dari Bumi Tambun Bungai punya pasaran yang bagus di tingkat nasional. Bahkan internasional. Bawang dayak dan teh bajakah yang diproduksinya bahkan sudah tampil pada pameran dagang di Gabon, Afrika bagian tengah.

Di tengah obrolan kami, anak perempuannya menyuguhkan secangkir kopi. Aromanya menggugah selera. Langsung saya seruput. Begitu nikmat. Rasanya pahit-pahit asam. “Ini kopi pangkoh,” ucap Mama Arya. Produk barunya itu dinamakan Copang. Kopi asli yang dibeli dari petani kopi di Pangkoh, Kabupaten Pulang Pisau.

Ditemani secangkir kopi, perbincangan makin lancar. Mantan guru honorer sekolah menengah pertama itu kemudian menunjukkan tumpukan kemasan. Lalu saya disuruh membaca. Terdiam sesaat. Dalam hati saya berkata; bahasa apa ini?

“Itu bahasa Perancis,” celetuk Mama Arya. “Mau ekspor ke Perancis? Atau ke Gabon?” tanya saya

“Minta doanya, jika dilancarkan, produk kebanggaan masyarakat Kalteng ini akan dijual di pasaran Madagaskar, Afrika bagian selatan. Kemungkinan bulan depan,” ujarnya.

Mama Arya mengaku jika pihaknya diminta PT Rich Intan Borneo Sejahtera selaku mitra untuk memproduksi 2.000 kemasan teh bawang dayak. “Awalnya saya diminta memenuhi satu kontainer dalam sebulan, tapi saya enggak mampu, bisa keriting jari-jari saya,” ucapnya.

Mama Arya juga mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kota Palangka Raya atas dukungan yang diberikan selama ini. “Semoga apa yang menjadi rencana ini terwujud, sehingga bisa menambah nilai jual herbal dari Kalteng dan menjadi jalan masuk bagi pelaku UMKM lain untuk merambah pasar nasional maupun internasional,” tuturnya.

Teh bawang dayak yang diproduksinya, lanjut Mama Arya, sudah lolos uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tinggal menunggu terbitnya nomor registrasi. Sementara untuk jenis produk lainnya masih berproses. Memang tidak mudah produk pelaku UMKM bisa lolos uji. Bahkan Mama Arya hampir menyerah saat mengurusnya.

Baca Juga :  Makam Berada di Dua Tempat, Selalu Ramai Dikunjungi Peziarah

Perempuan berusia 53 itu memang sangat menjaga kebersihan rumah produksi. Menggunakan peralatan yang tidak sembarang pakai. Dari segi kualitas bahan, ia mengaku sangat teliti. Bahkan punya catatan tiap kali produksi. Didapat dari mana saja bahan-bahan.

“Untuk bawang dayak, saya dapat dari petani di Tangkiling. Saya selalu minta bawang yang usianya 6 bulan. Kurang dari itu, saya enggak mau. Begitu juga akar bajakah. Saya pesan langsung dari warga lokal yang memang benar-benar paham tentang akar bajakah,” bebernya.

Istri dari Monang ini juga menjadi langganan sejumlah pihak swasta maupun pemerintah untuk mengisi seminar maupun pelatihan-pelatihan bagi ibu-ibu untuk berUMKM. Wajar saja. Mama Arya sudah punya segudang pengalaman dan dikenal sosok yang ulet dalam mengembangkan usahanya.

Saat masih muda, ia merantau dari tanah kelahirannya, Glenmore. Sepintas saya mengira suatu tempat yang ada di benua Eropa. Karena namanya agak kebarat-baratan. Eh, ternyata nama salah satu kecamatan di Banyuwangi, Jawa Timur.

 Setelah sampai di Kalteng, Mama Arya melamar bekerja sebagai guru honorer pada sekolah menengah pertama di daerah Pangkoh, Pulang Pisau. Kemudian ia bekerja di perusahaan kayu, lantaran tergiur dengan gaji yang besar. Lalu pada awal tahun milenium ketiga, ia mencoba peruntungan dengan berdagang. Berjalan kaki menyusuri Kota Palangka Raya. Bahkan menjelajah ke kabupaten-kabupaten sekitar dengan menggunakan sepeda motor. Barulah pada 2014, ia memulai usaha yang saat ini dikenal dengan nama Galeri Berkat Uhat Kayu.

Lantas apa resep Mama Arya sampai usaha herbalnya bisa melesat sejauh ini? Menurutnya, hal yang paling penting adalah kejujuran, menjaga kepercayaan pelanggan, dan menjaga kualitas produk. Mama Arya juga mendorong para pelaku UMKM untuk terus bersemangat dan pantang menyerah. Karena produk-produk UMKM bisa merambah pasar nasional. Sekarang ini pemerintah pun sangat mendukung para pelaku UMKM. Terutama mereka yang baru mulai merintis. (ce/ram/ko)

Melihat Geliat UMKM di Palangka Raya Pascapandemi (12)

Bahan herbal dari Kalteng tak diragukan lagi manfaatnya untuk kesehatan. Produkproduk dari akar-akaran juga sudah banyak dijumpai. Merambah pasar nasional, bahkan mulai menginjakkan kaki di pasar internasional.

*NUR PUTRI W, Palangka Raya

BERKAT Uhat Kayu, nama usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang didirikan oleh Heni Wijiastuti. Jika diartikan, Berkat dari Akar Kayu. Nama itu dipilih ownernya sebagai bentuk rasa syukur, karena berkat usahanya itu, kini bisa menjadi penopang kehidupan dan menyekolahkan anak-anaknya.

Nama usahanya itu sesuai dengan produk-produk yang dijual. Yaitu obat-obatan herbal dari kayu-kayuan dan akar-akaran khas Kalimantan Tengah (Kalteng). Banyak varian produk yang sudah menyebar luas di Palangka Raya dan sekitarnya maupun ke sejumlah kota di Pulau Jawa.

Meliputi teh bawang dayak, teh bajakah, teh pasak bumi, bawang dayak serut, akar bajakah, serta 18 macam akar-akaran herbal. Biacara soal manfaat herbal khas Kalteng, masyarakat luas pun tentunya sudah tahu. Sangat ampuh dalam menurunkan diabetes, menurunkan kolesterol, menurunkan darah tinggi, membatu perbaikan fungsi ginjal, antikanker, antioksidan, mencegah tumor, kanker, mag kronis, menurunkan asam lambung, dan banyak lagi yang lainnya.

Saya (penulis) berkesempatan untuk berkunjung ke rumah Heni, Jalan Mendawai Sosial Ujung, Palangka Raya. Berbagai macam produk ditempatkan pada rak-rak yang letaknya di sisi kanan ruang produksi. Sementara untuk produk the, ditempatkan di etalase.

Harga jual tentu bervariasi. Mulai Rp20 ribu hingga Rp35 ribu per kemasan. Misalnya teh bawang dayak, harga grosir Rp20 ribu per kemasan. Isinya 16 kantong atau bisa untuk 16 kali seduh. Teh bawang dayak itu merupakan produk unggulan. Tiap bulan minimal menghabiskan 100 kilogram bawang dayak atau 500 kemasan siap jual.  Begitu juga teh bajakah. Ratusan kemasan terjual setiap bulan.

“Dua produk ini memang paling banyak diproduksi dibandingkan produk lain,” ujar Mama Arya, sapaan akrab Heni Wijiastuti, sembari duduk berpangku sebelah kaki.

Mama Arya memberdayakan empat orang ibu rumah tangga yang merupakan tetangganya untuk membantu proses produksi. Sementara anaknya membantu urusan administrasi dan pesanan pelanggan. “Kelenger aku (pingsan aku, red) kalau kerja sendirian,” ucapnya, lalu terkekeh-kekeh.

Baca Juga :  Masjid Dilengkapi Pendopo, Masih Digunakan sebagai Tempat Pertemuan

Ibu yang dikaruniai tujuh orang anak ini menyebut, herbal dari Bumi Tambun Bungai punya pasaran yang bagus di tingkat nasional. Bahkan internasional. Bawang dayak dan teh bajakah yang diproduksinya bahkan sudah tampil pada pameran dagang di Gabon, Afrika bagian tengah.

Di tengah obrolan kami, anak perempuannya menyuguhkan secangkir kopi. Aromanya menggugah selera. Langsung saya seruput. Begitu nikmat. Rasanya pahit-pahit asam. “Ini kopi pangkoh,” ucap Mama Arya. Produk barunya itu dinamakan Copang. Kopi asli yang dibeli dari petani kopi di Pangkoh, Kabupaten Pulang Pisau.

Ditemani secangkir kopi, perbincangan makin lancar. Mantan guru honorer sekolah menengah pertama itu kemudian menunjukkan tumpukan kemasan. Lalu saya disuruh membaca. Terdiam sesaat. Dalam hati saya berkata; bahasa apa ini?

“Itu bahasa Perancis,” celetuk Mama Arya. “Mau ekspor ke Perancis? Atau ke Gabon?” tanya saya

“Minta doanya, jika dilancarkan, produk kebanggaan masyarakat Kalteng ini akan dijual di pasaran Madagaskar, Afrika bagian selatan. Kemungkinan bulan depan,” ujarnya.

Mama Arya mengaku jika pihaknya diminta PT Rich Intan Borneo Sejahtera selaku mitra untuk memproduksi 2.000 kemasan teh bawang dayak. “Awalnya saya diminta memenuhi satu kontainer dalam sebulan, tapi saya enggak mampu, bisa keriting jari-jari saya,” ucapnya.

Mama Arya juga mengucapkan terima kasih kepada Dinas Perdagangan, Koperasi, UKM dan Perindustrian Kota Palangka Raya atas dukungan yang diberikan selama ini. “Semoga apa yang menjadi rencana ini terwujud, sehingga bisa menambah nilai jual herbal dari Kalteng dan menjadi jalan masuk bagi pelaku UMKM lain untuk merambah pasar nasional maupun internasional,” tuturnya.

Teh bawang dayak yang diproduksinya, lanjut Mama Arya, sudah lolos uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Tinggal menunggu terbitnya nomor registrasi. Sementara untuk jenis produk lainnya masih berproses. Memang tidak mudah produk pelaku UMKM bisa lolos uji. Bahkan Mama Arya hampir menyerah saat mengurusnya.

Baca Juga :  Makam Berada di Dua Tempat, Selalu Ramai Dikunjungi Peziarah

Perempuan berusia 53 itu memang sangat menjaga kebersihan rumah produksi. Menggunakan peralatan yang tidak sembarang pakai. Dari segi kualitas bahan, ia mengaku sangat teliti. Bahkan punya catatan tiap kali produksi. Didapat dari mana saja bahan-bahan.

“Untuk bawang dayak, saya dapat dari petani di Tangkiling. Saya selalu minta bawang yang usianya 6 bulan. Kurang dari itu, saya enggak mau. Begitu juga akar bajakah. Saya pesan langsung dari warga lokal yang memang benar-benar paham tentang akar bajakah,” bebernya.

Istri dari Monang ini juga menjadi langganan sejumlah pihak swasta maupun pemerintah untuk mengisi seminar maupun pelatihan-pelatihan bagi ibu-ibu untuk berUMKM. Wajar saja. Mama Arya sudah punya segudang pengalaman dan dikenal sosok yang ulet dalam mengembangkan usahanya.

Saat masih muda, ia merantau dari tanah kelahirannya, Glenmore. Sepintas saya mengira suatu tempat yang ada di benua Eropa. Karena namanya agak kebarat-baratan. Eh, ternyata nama salah satu kecamatan di Banyuwangi, Jawa Timur.

 Setelah sampai di Kalteng, Mama Arya melamar bekerja sebagai guru honorer pada sekolah menengah pertama di daerah Pangkoh, Pulang Pisau. Kemudian ia bekerja di perusahaan kayu, lantaran tergiur dengan gaji yang besar. Lalu pada awal tahun milenium ketiga, ia mencoba peruntungan dengan berdagang. Berjalan kaki menyusuri Kota Palangka Raya. Bahkan menjelajah ke kabupaten-kabupaten sekitar dengan menggunakan sepeda motor. Barulah pada 2014, ia memulai usaha yang saat ini dikenal dengan nama Galeri Berkat Uhat Kayu.

Lantas apa resep Mama Arya sampai usaha herbalnya bisa melesat sejauh ini? Menurutnya, hal yang paling penting adalah kejujuran, menjaga kepercayaan pelanggan, dan menjaga kualitas produk. Mama Arya juga mendorong para pelaku UMKM untuk terus bersemangat dan pantang menyerah. Karena produk-produk UMKM bisa merambah pasar nasional. Sekarang ini pemerintah pun sangat mendukung para pelaku UMKM. Terutama mereka yang baru mulai merintis. (ce/ram/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/