Perketat Pengawasan Ternak Masuk di Perbatasan Kalteng
PALANGKA RAYA-Menjelang hari raya Iduladha, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) justru menulari ternak sapi yang akan disiapkan sebagai kurban. Meskipun risiko penularannya terhadap manusia kecil, tapi pemerintah berkewajiban melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap ternak. Memastikan hewan yang akan dikurbankan betul-betul sehat dan bebas dari penyakit.
Terkait itu, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kota Palangka Raya melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap sapi-sapi milik pedagang ternak yang akan dijual sebagai hewan kurban. Pemeriksaan itu sebagai upaya mengatasi penyebaran wabah PMK. Apalagi saat ini Kota Palangka Raya sudah berstatus zona merah wabah PMK. Senin siang (4/7), petugas melakukan pemeriksaan terhadap ternak sapi dan kambing milik H Sutikno di Jalan G Obos.
Pemeriksaan kesehatan ternak ini ditangani sejumlah dokter hewan dan petugas dari DPKP kota. Pemeriksaan dilakukan di kandang ternak milik H Sutikno, karena sekitar 19 ternak milik pedagang ini sempat terpapar wabah PMK. Setelah dilakukan pengobatan rutin, akhirnya sapi-sapi itu sembuh dari PMK, sehat dan layak dijadikan hewan kurban. Petugas juga memasang tanda bahwa ternak-ternak itu sehat dan bebas PMK. Dengan cara itu, masyarakat yang ingin membeli ternak untuk kurban bisa mengetahui pasti bahwa hewan yang dibeli dalam kondisi sehat.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) DPKP Kota Palangka Raya Ir Sumardi mengatakan, pemeriksaan kesehatan ternak sapi yang dilakukan kali ini bertujuan untuk memberikan kepastian kepada masyarakat bahwa seluruh ternak sapi milik H Sutikno merupakan ternak yang sehat dan layak dijadikan sebagai hewan kurban untuk perayaan Iduladha nanti.
“Dari hasil pemeriksaan petugas kesehatan ternak dari DPKP Kota Palangka Raya, diketahui seluruh ternak sapi yang ada di dalam kandang tersebut dinyatakan sehat. Ada 65 ekor (sapi) yang diberi tanda atau identitas ternak yang sehat dan siap dijadikan hewan kurban pada hari H nanti,” terang Sumardi.
Terkait ternak sapi yang sempat terjangkit penyakit PMK, Sumardi memastikan jika seluruh sapi tersebut telah sembuh dari PMK. Sembuhnya sapi-sapi tersebut berkat ketekunan H Sutikno dalam memberikan pengobatan pada sapi miliknya yang terjangkit PMK.
“Ini membuktikan bahwa dengan pemberian obat-obatan berupa antibiotik dan vitamin disertai pengetatan sanitasi dan penyemprotan disinfektan di sekitar kandang, 99 persen ternak yang sakit bisa disembuhkan,” ujarnya.
Sumardi menambahkan, sapi yang telah dinyatakan sembuh tetap bisa menjadi ternak pembawa (carrier) yang menyebabkan penularan virus PMK. Karena itu, Sumardi berharap adanya pemotongan sapi pada hari raya Iduladha nanti, menjadi salah satu cara untuk memutus rantai penyebaran wabah PMK.
“Tentunya juga dengan syarat lain, yakni di tempat pemotongan ternak nanti juga harus dilakukan penyemprotan disinfektan, agar tempat pemotongan tetap steril, sama seperti kita melakukan penanganan Covid 19,” katanya.
Sementara itu, menanggapi perihal Kota Palangka Raya yang berstatus zona merah penularan PMK, Sumardi menyampaikan bahwa pihaknya akan terus melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Satuan Tugas (Satgas) PMK Provinsi Kalteng pengawasan lalu lintas hewan.
“Sapi yang masuk kan dari daerah Banjarmasin, seharusnya dilakukan pengetatan lalu lintas hewan di perbatasan Kalteng-Kalsel, itu merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Kalteng, seharusnya bangun posko check point di daerah perbatasan,” ungkapnya, kemarin.
Berdasarkan data update 4 Juli, ada 113 kasus PMK di Kota Cantik. Dari keseluruhan kasus itu, 36 ekor di antaranya merupakan suspek. Ternak tersebut menunjukkan gejala klinis PMK dan telah diambil sampelnya. Hasilnya, 11 ekor terkonfirmasi positif PMK, sementara 25 ekor lainnya dinyatakan negatif.
“Saat ini ada 90 ekor ternak dinyatakan sakit, 4 ekor harus dipotong, dan 19 ekor dinyatakan sembuh,” bebernya.
Apabila pihaknya memberlakukan syarat khusus sapi yang datang melalui jalur laut, tentunya cukup berat. Karena Kota Palangka Raya tidak punya akses menuju laut. Berbeda dengan Kabupaten Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat.
“Adanya sapi-sapi yang tidak dikarantina tapi berhasil masuk ke Kota Cantik ini, itu karena ada pedagang-pedagang nakal yang diam-diam memasok sapi dari Provinsi Kalimantan Selatan tanpa dokumen kesehatan,” jelasnya.
Pembelian secara diam-diam ini dilakukan karena adanya PMK di Kota Palangka Raya. Sementara sapi-sapi yang didatangkan dari Bali, NTT dan Sulawesi Selatan rata-rata bebas dari PMK, karena telah melalui proses karantina. Sedangkan sapi yang didatangkan secara sembunyi-sembunyi dari Kalsel tidak memiliki dokumen kesehatan serta tidak melalui proses karantina. Padahal Provinsi Kalsel juga berstatus zona merah PMK.
Meskipun Kota Palangka Raya berstatus zona merah PMK, Sumardi menegaskan bahwa stok sapi kurban tidak berkurang, yaitu 1.250 sapi dan 450 ekor kambing.
“Kami terus imbau masyarakat dan pedagang agar membeli sapi yang ada dokumen kesehatan lengkap atau sapi yang sudah divaksin, demi mencegah terjadinya penularan PMK,” tegasnya.
Sementara itu, H Sutikno selaku pemilik ternak sapi menyampaikan terima kasih kepada para petugas kesehatan hewan dari DPKP Kota Palangka Raya yang telah membantunya dalam perawatan terhadap ternak sapi yang mengalami gejala PMK, sehingga akhirnya bisa sembuh.
“Terima kasih sudah dibantu oleh tim kesehatan dan dokter hewan dari dinas pertanian, mereka ngasih tahu saya obatnya. Alhamdulillah, sekarang sapi-sapi sudah sehat lagi, jadi sekarang seluruh ternak bisa dilepas untuk kurban,” kata Sutikno kepada Kalteng Pos, kemarin.
Sutikno mengaku merupakan orang pertama yang melaporkan bahwa ternak sapi di kandangnya tertular PMK. Namun ia tidak tahu persis bagaimana ternak sapi di kandang miliknya bisa tertular wabah.
“Ini semua sapi kampung, saya tidak berani mengambil sapi dari Jawa, apalagi setelah dapat informasi bahwa ada wabah di Pulau Jawa,” ujar pria yang mengaku sudah 24 tahun menjalani usaha sebagai peternak sekaligus pedagang sapi dan kambing.
Sutikno menduga penyebab sapi miliknya tertular PMK dikarenakan mobilitas di sekitar kandang yang cukup tinggi. Diakuinya, menjelang hari raya Iduladha, banyak warga yang datang untuk membeli sapi di tempat usahanya itu.
“Mungkin ada orang yang keluar masuk kandang ke sini menanyakan sapi kurban, tidak tahu orang dari mana saja, mungkin dari tempat yang sudah kena PMK tapi tidak dilaporin,” katanya.
Sutikno mengaku, adanya wabah PMK membuatnya mengalami kerugian cukup besar. Sejumlah sapi jenis limousin yang dipeliharanya terpaksa dipotong karena mengalami sakit.
“Sapi limousin ini ada yang harganya Rp36 juta, ada yang Rp31 juta, ada yang Rp25 juta. Karena melihat adanya gejala-gejala, saya jadi khawatir, apalagi sapi limousin ini paling tidak kuat terhadap PMK, terpaksa saya potong,” pungkasnya. (sja/ahm/ce/ala/ko)