PALANGKA RAYA-Sidang perkara tindak pidana korupsi (tipikor) terkait dana alokasi khusus (DAK) di Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Gunung Mas (Gumas) terus bergulir. Jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Gumas meminta majelis hakim menolak eksepsi yang diajukan terdakwa. Hal itu diutarakan dalam nota tanggapan jaksa saat sidang di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis siang (27/10).
“Kami memohon kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Palangka Raya yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memberikan putusan sela, yang isinya menolak permohonan eksepsi yang diajukan terdakwa Esra, Wandra, dan Imanuel Nopri sebagaimana disampaikan melalui penasihat hukum mereka,” ucap jaksa Hadiarto SH saat membacakan nota tanggapan.
JPU menilai bahwa sejumlah alasan dalam eksepsi yang diajukan oleh pihak penasihat hukum terdakwa tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar meminta majelis hakim membatalkan surat dakwaan.
Sebelumnya, dalam eksepsi yang diajukan oleh tim penasihat hukum ketiga terdakwa yang terdiri dari Pua Hardinata SH, Lukas Possy SH, dan Tukas Bintang SH, disebutkan adanya cacat formil dalam dakwaan jaksa penuntut. Dalam dakwaan kepada ketiga terdakwa terdapat kesalahan penulisan (pengetikan) menyangkut uraian pasal dan ayat terkait kompetensi atau kewenangan dari pihak yang berhak mengadili perkara ini. Pihak penasihat hukum menyebut bahwa dalam dakwaan itu, jaksa menuliskan bahwa yang berwenang mengadili perkara korupsi ini adalah Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Sementara menurut penasihat hukum terdakwa, locus delicti atau tempat terjadinya peristiwa pidana perkara korupsi ini serta tempat tinggal para terdakwa adalah di Kalteng. Sehingga yang seharusnya berhak memeriksa dan mengadili perkara korupsi ini adalah Pengadilan Tipikor Palangka Raya.
Sementara menurut jaksa Hadiarto, kekeliruan dalam pengetikan terkait kewenangan tempat yang mengadili tersebut bukanlah hal esensial yang bisa langsung membatalkan surat dakwaan.
Dikatakannya bahwa dalam uraian surat dakwaan, pihaknya telah menyampaikan secara lengkap terkait locus (tempat) dan tempus (waktu) kejadian perkara korupsi ini. “Bahwa sebagaimana yang telah kami uraikan, perbuatan para terdakwa termasuk berada di daerah hukum Pengadilan Tipikor Palangka Raya,” kata jaksa dalam tanggapannya atas eksepsi para terdakwa.
Jaksa penuntut beranggapan telah membuat surat dakwaan berdasarkan aturan yang terdapat dalam Pasal 143 KUHAP ayat 2 huruf a dan huruf b terkait persyaratan formil dan materil surat dakwaan. Di dalam uraian surat dakwaan sesuai ketentuan Pasal 143 KUHAP ayat 2 huruf a, lanjut Hadiarto, pihaknya selaku penuntut umum telah membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani, serta berisi data para terdakwa yang menyangkut nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, umur, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan.
Selain itu dalam surat dakwaan juga telah dicantumkan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan kepada para terdakwa, dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan, sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP.
“Bahwa mengacu pada uraian pasal 143 huruf b terkait uraian cermat dalam surat dakwaan adalah uraian yang meliputi tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan tempat dan waktu kejadian dari tindak pidana yang didakwakan,” kata Hadiarto.
“Bertolak dari ketentuan tersebut, maka pencatuman terkait daerah hukum kewenangan mengadili bukanlah menjadi bagian yang esensial dalam surat dakwaan, sehingga hal itu tertulis atau tidak tertulis dalam surat dakwaan, tidaklah memengaruhi keabsahan dari surat dakwaan,” tegasnya.
Jaksa penuntut memastikan bahwa dalam surat dawaan tersebut, pihaknya telah menuliskan bahwa JPU telah melimpahkan kasus perkara perkara korupsi atas nama terdakwa Esra, Wandra, dan Imanuel Nopri kepada pihak Pengadilan Tipikor Palangka Raya untuk menyidangkan perkara korupsi ini. Sehingga pelimpahan berkas perkara dari kejaksaan kepada pengadilan yang dianggap berwenang mengadili perkara korupsi ini dianggap telah sesuai dengan aturan locus delicti dari kejadian perkara korupsi ini.
Selain itu, jaksa penuntut juga menyebut bahwa permintaan pihak penasihat hukum para terdakwa supaya majelis hakim yang mengadili perkara ini mengembalikan berkas dakwaan kepada pihak Kejari Gumas selaku penuntut umum, dengan dalil ada kekeliruan dalam penulisan angka terkait pasal yang merupakan penjabaran dari kewenangan pihak yang berhak mengadili suatu perkara korupsi, merupakan suatu hal yang dibesar-besarkan.
Menurut Hadiarto, kalaupun nantinya majelis hakim memutuskan mengabulkan dengan mengembalikan berkas perkara ini kepada penuntut umum hanya karena alasan adanya kesalahan penulisan angka tersebut, pihaknya akan segera melakukan perbaikan penulisan dalam surat dakwaan, kemudian melimpahkan kembali berkas perkara ini kepada pihak pengadilan untuk disidangkan. Jaksa penuntut menilai hal itu hanya memperlambat proses peradilan dan tidak sesuai dengan prinsip dan asas peradilan yang seharusnya cepat, sederhana, dan biaya ringan. Karena itu, jaksa penuntut menyatakan pihaknya melakukan perbaikan atau koreksi atas penulisan angka pasal yang ada dalam nota dakwaan, telah diajukan penuntut umum sebelumnya.
Adapun dalam koreksinya, penuntut umum menyatakan bahwa pihaknya membetulkan penulisan terkait kewenangan pihak mengadili yang tertulis dalam dakwaan adalah isi dari Pasal 7 UU RI Nomor 46 Tahun 2009, yang seharusnya adalah isi Pasal 6 UU RI Nomor 46 Tahun 2009. Penuntut umum juga membetulkan penulisan terkait pasal yang mengatur tentang pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di setiap Pengadilan Negeri di ibu kota provinsi. Sebelumnya dalam surat dakwaan tertulis bahwa pasal yang mengatur hal tersebut adalah pasal 35 ayat 3. Namun kemudian dikoreksi menjadi pasal 35 ayat 1.
Dengan adanya pembetulan terhadap penulisan angka pasal-pasal tersebut, pihak JPU menyatakan bahwa seluruh surat dakwaan kepada ketiga terdakwa telah sah secara formil dan materil.
Pembacaan tanggapan dari pihak JPU hanya berlangsung kurang dari 10 menit. Dengan berakhirnya agenda pembacaan tanggapan penuntut umum, sidang dilanjutkan dengan agenda mendengarkan putusan sela dari majelis hakim.
Majelis hakim yang diketuai Achmad Peten Sili SH memutuskan bahwa pembacaan putusan sela akan dilakukan dalam sidang lanjutan yang digelar pada Kamis (3/11). Sebelum menutup sidang, Achmad Peten Sili meminta agar ketiga terdakwa untuk hadir kembali pada persidangan pembacaan putusan sela nanti.
“Para terdakwa didampingi oleh penasihat hukum diharapkan tetap hadir kembali di ruang sidang ini pada sidang berikutnya,” ucap Achmad Peten Sili.
Kamis (3/11) akan menjadi hari yang menentukan bagi terdakwa Esra, Wandra, dan Imanuel Nopri. Apakah perkara kasus korupsi ini berlanjut ke tahap sidang pembuktian ataukah dakwaan jaksa penuntut ditolak majelis hakim. (sja/ce/ala)