PALANGKA RAYA- Aksi Gerakan Masyarakat Merdeka (Geram) yang berujung pelaporan kepada pihak kepolisian ditanggapi oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI-LBH) Palangka Raya. Pihaknya menyayangkan ada sejumlah orang yang menempuh jalur hukum atas aksi penyampaian aspirasi Selasa (25/10) lalu di Kantor Gubernur Kalteng.
Ketua YLBHI LBH Palangka Raya Aryo Nugroho W menyampaikan tuduhan bahwa aksi tersebut telah menghina lambang negara tidak berdasar. Pasalnya, pengaturan tentang lambang negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, pada Pasal 1 Ayat (3) berbunyi: “Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika”.
Atas dasar itu, Aryo menjelaskan persoalan muncul karena kertas yang ada gambar Gubernur Kalteng dan Wagub Kalteng pada topinya yang terdapat lambang garuda, terbakar.
“Hal itu pun kemudian menjadi sebuah pertanyaan. Apakah maksud foto garuda pada topi gubernur dan wagub tersebut merupakan lambang negara sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2009? Pada Pasal 51 hingga Pasal 56 Pengaturan Soal Penggunaan Lambang Negara tidak dimaksudkan dalam apa yang dituduhkan oleh para pelapor,” jelas Aryo dalam rilisnya yang diterima Kalteng Pos, Sabtu (29/10).
Selain menanggapi dasar para pelapor melaporkan aksi Geram, Aryo juga menanggapi pernyataan para pelapor yang beredar di sejumlah media bahwa aksi Geram telah melanggar ketentuan dalam Pasal 207 dan 154 huruf a KUHP. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006, MK dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa terkait pemberlakuan Pasal 207 KUHP, penuntutan hanya dilakukan atas dasar pengaduan dari penguasa.
“Jadi apabila pemerintah yang dihina tersebut tidak mengadukan kasus penghinaan ini, maka tidak dapat dipidana. Sedangkan Pasal 154 KUHP sudah tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6/PUU-V/2007,”tegas Aryo.
Diberitakan sebelumnya, Gerakan Mandau Talawang Pancasila Sakti (GMTPS) Kalteng melaporkan ke Ditreskrimum Polda Kalteng.
Ketua GMTPS Eda Steven turun langsung melaporkan oknum yang melakukan pembakaran. Menurutnya, laporan yang dilayangkan pihaknya ke polisi didasarkan pada adanya aksi pembakaran oleh sekelompok pendemo terhadap lambang negara Garuda Pancasila yang terdapat pada gambar gubernur dan wakil gubernur.
“Pada dasarnya kami tidak melarang aksi demo yang dilakukan adik-adik mahasiswa. Kami juga menjunjung tinggi kedewasaan berpendapat. Namun kami tidak setuju jika kebebasan itu disalahgunakan. Contohnya dengan cara membakar lambang negara yaitu Garuda Pancasila yang tertera pada topi gubernur dan wakilnya,” cetus Eda Steven kepada wartawan.
Adapun pasal yang disangkakan terhadap para pelaku pembakaran yaitu Pasal 207 KUHP, Pasal 154a KUHP, Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE, dan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Nuryakin juga angkat bicara menyikapi aksi pembakaran itu. “Saya tanyakan kepada wartawan, kalau fotonya dibakar marah enggak, apalagi yang dibakar itu simbol negara, tapi kita serahkan kepada pihak berwenang untuk proses selanjutnya,” ucap Nuryakin.
Terpisah, Mantan Rektor Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Andrie Elia SE MSi menyesalkan aksi itu. Menurutnya aksi tersebut sungguh tidak beretika.(dan/ram)