Senin, November 25, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Mengenal dr Febianne Pujihu Panji Moetar, Lulusan Terbaik II Fakultas Kedokteran UPR Tahun 2023

Mental Teruji saat Koas di Masa Awal Pandemi Covid-19

Tidak mudah bagi dokter muda yang harus menyelesaikan ko-asisten (koas) di masa pandemi Covid-19. Baru pertama kali terjun ke lapangan, mental sebagai dokter muda betul-betul diuji. Begini cerita Febianne Pujihu Panji Moetar.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

PADA 2020 lalu, pandemi Covid-19 baru dimulai. Penyebarannya yang cepat dan ganas menakutkan semua orang. Tidak terkecuali dokter. Apalagi dokter baru. Angkatan VII Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Palangka Raya (UPR) saat itu harus menjalani koas di RSUD dr Doris Sylvanus (RSDS) Palangka Raya. Otomatis berhadapan langsung dengan Covid-19. Sempat tertunda selama satu semester lamanya, lantaran belum ada standar operasional prosedur (SOP) bagi dokter muda menjalani koas.

September 2020, tepatnya enam bulan setelah Covid-19 terdeteksi di Kalteng pada 20 Maret, Febianne Pujihu Panji Moetar bersama 64 temannya memulai koas di RSDS. Mereka menjadi angkatan pertama dokter muda yang menjalani koas dengan SOP protokol kesehatan Covid-19.

“Kami angkatan pertama dokter muda yang menjalani koas di RSDS dengan menjalankan protokol kesehatan Covid-19, menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap level dua dan tiga,” kata Febi saat dibincangi Kalteng Pos, Minggu (29/1).

Tidak ada cuti ataupun penarikan selama masa koas. Febi bersama teman-temanya, harus menyelesaikan masa-masa koas berdampingan dengan pasien-pasien Covid-19 selama dua tahun.

Baca Juga :  Serang Benteng Terapung Sangkai demi Bela Tanah Pagustian

“Sebetulnya saya harus mengikuti koas itu pada Maret 2020, tapi saat itu belum ada SOP koas masa pandemi, sehingga setelah SOP keluar barulah kami melaksanakan koas pada semester berikutnya, dimulai September 2020,” kata wanita yang meraih predikat lulusan terbaik II dengan IPK 3,69.

Koas dilaksanakan setelah ia menyelesaikan studi preklinik selama empat tahun, yakni pendidikan di kampus. Janji dokter yang sudah diucapkan saat wisuda S-1 kedokteran harus ditepati. Salah satunya siap menghadapi keadaan apa pun, termasuk saat kondisi pandemi Covid-19.

“Awalnya saya sangat takut dengan kondisi pandemi Covid-19, terlebih saat itu belum ada vaksin Covid-19, masyarakat yang terpapar dan pasien meninggal jumlahnya tidak sedikit. Namun saya sudah mengucapkan janji dokter bahwa akan selalu siap menghadapi kondisi apa pun di lapangan. Mental seorang dokter muda benar-benar diuji saat itu,” beber perempuan kelahiran Palangka Raya, 17 Februari 1997 ini.

Kondisi ini akan menjadi pengalaman tersendiri bagi Febi. Meski awalnya penuh kekhawatiran, tapi seiring berjalannya waktu ia bisa menjalani pelayanan sebagaimana seorang dokter muda. Bahkan sampai terpapar Covid-19 di stase terakhir mendekati ujian.

“Sempat terpapar, ada beberapa teman juga yang terpapar, saya terpapar Covid-19 mendekati ujian dan harus menjalani isolasi selama dua minggu, bersyukur masih bisa mengejar waktu untuk ujian,” ucapnya.

Baca Juga :  Renovasi Selesai, Masjid Darul Muttaqin PT Korintiga Hutani Fungsional

Empat tahun menjalani preklinik dan dua tahun koas merupakan perjalanan panjang bagi perempuan 26 tahun ini untuk bisa menyandang gelar dokter yang sesungguhnya. Lulus dengan predikat memuaskan bukanlah hal mudah bagi seorang mahasiswa kedokteran.

“Harus bisa membagi waktu, itulah kunci utama menyelesaikan studi dengan mendapatkan nilai yang baik. Ada waktunya bermain, tapi ada waktu untuk belajar,” tegasnya.

Meski menjadi dokter bukanlah cita-citanya saat kecil, tetapi Febi bisa menyelesaikan studi dokternya sesuai harapan kedua orang tuanya. Setelah terjun dalam dunai pendidikan dokter, perlahan ia menikmati itu dan akhirnya tumbuh keinginan melayani masyarakat di bidang kesehatan dengan menjadi seorang dokter.

“Profesi dokter kini menjadi cita-cita saya, meski awalnya kuliah jurusan kedokteran itu hanyalah untuk memenuhi keinginan orang tua saya,” ucapnya.

Setelah wisuda Febi akan mengikuti tahap internship (magang) selama satu tahun, berupa pengabdian kepada masyarakat yang merupakan program pemerintah pusat. Setelah itu ia berencana untuk bekerja dan mengabdi pada salah satu rumah sakit yang ada di Palangka Raya ini.

“Ingin sih jadi PNS karena ada potensi beasiswa, sembari mencoba itu, saya ingin bekerja dahulu di daerah asal saya, Palangka Raya,” tutupnya.(ce/ram)

Tidak mudah bagi dokter muda yang harus menyelesaikan ko-asisten (koas) di masa pandemi Covid-19. Baru pertama kali terjun ke lapangan, mental sebagai dokter muda betul-betul diuji. Begini cerita Febianne Pujihu Panji Moetar.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

PADA 2020 lalu, pandemi Covid-19 baru dimulai. Penyebarannya yang cepat dan ganas menakutkan semua orang. Tidak terkecuali dokter. Apalagi dokter baru. Angkatan VII Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Palangka Raya (UPR) saat itu harus menjalani koas di RSUD dr Doris Sylvanus (RSDS) Palangka Raya. Otomatis berhadapan langsung dengan Covid-19. Sempat tertunda selama satu semester lamanya, lantaran belum ada standar operasional prosedur (SOP) bagi dokter muda menjalani koas.

September 2020, tepatnya enam bulan setelah Covid-19 terdeteksi di Kalteng pada 20 Maret, Febianne Pujihu Panji Moetar bersama 64 temannya memulai koas di RSDS. Mereka menjadi angkatan pertama dokter muda yang menjalani koas dengan SOP protokol kesehatan Covid-19.

“Kami angkatan pertama dokter muda yang menjalani koas di RSDS dengan menjalankan protokol kesehatan Covid-19, menggunakan alat pelindung diri (APD) lengkap level dua dan tiga,” kata Febi saat dibincangi Kalteng Pos, Minggu (29/1).

Tidak ada cuti ataupun penarikan selama masa koas. Febi bersama teman-temanya, harus menyelesaikan masa-masa koas berdampingan dengan pasien-pasien Covid-19 selama dua tahun.

Baca Juga :  Serang Benteng Terapung Sangkai demi Bela Tanah Pagustian

“Sebetulnya saya harus mengikuti koas itu pada Maret 2020, tapi saat itu belum ada SOP koas masa pandemi, sehingga setelah SOP keluar barulah kami melaksanakan koas pada semester berikutnya, dimulai September 2020,” kata wanita yang meraih predikat lulusan terbaik II dengan IPK 3,69.

Koas dilaksanakan setelah ia menyelesaikan studi preklinik selama empat tahun, yakni pendidikan di kampus. Janji dokter yang sudah diucapkan saat wisuda S-1 kedokteran harus ditepati. Salah satunya siap menghadapi keadaan apa pun, termasuk saat kondisi pandemi Covid-19.

“Awalnya saya sangat takut dengan kondisi pandemi Covid-19, terlebih saat itu belum ada vaksin Covid-19, masyarakat yang terpapar dan pasien meninggal jumlahnya tidak sedikit. Namun saya sudah mengucapkan janji dokter bahwa akan selalu siap menghadapi kondisi apa pun di lapangan. Mental seorang dokter muda benar-benar diuji saat itu,” beber perempuan kelahiran Palangka Raya, 17 Februari 1997 ini.

Kondisi ini akan menjadi pengalaman tersendiri bagi Febi. Meski awalnya penuh kekhawatiran, tapi seiring berjalannya waktu ia bisa menjalani pelayanan sebagaimana seorang dokter muda. Bahkan sampai terpapar Covid-19 di stase terakhir mendekati ujian.

“Sempat terpapar, ada beberapa teman juga yang terpapar, saya terpapar Covid-19 mendekati ujian dan harus menjalani isolasi selama dua minggu, bersyukur masih bisa mengejar waktu untuk ujian,” ucapnya.

Baca Juga :  Renovasi Selesai, Masjid Darul Muttaqin PT Korintiga Hutani Fungsional

Empat tahun menjalani preklinik dan dua tahun koas merupakan perjalanan panjang bagi perempuan 26 tahun ini untuk bisa menyandang gelar dokter yang sesungguhnya. Lulus dengan predikat memuaskan bukanlah hal mudah bagi seorang mahasiswa kedokteran.

“Harus bisa membagi waktu, itulah kunci utama menyelesaikan studi dengan mendapatkan nilai yang baik. Ada waktunya bermain, tapi ada waktu untuk belajar,” tegasnya.

Meski menjadi dokter bukanlah cita-citanya saat kecil, tetapi Febi bisa menyelesaikan studi dokternya sesuai harapan kedua orang tuanya. Setelah terjun dalam dunai pendidikan dokter, perlahan ia menikmati itu dan akhirnya tumbuh keinginan melayani masyarakat di bidang kesehatan dengan menjadi seorang dokter.

“Profesi dokter kini menjadi cita-cita saya, meski awalnya kuliah jurusan kedokteran itu hanyalah untuk memenuhi keinginan orang tua saya,” ucapnya.

Setelah wisuda Febi akan mengikuti tahap internship (magang) selama satu tahun, berupa pengabdian kepada masyarakat yang merupakan program pemerintah pusat. Setelah itu ia berencana untuk bekerja dan mengabdi pada salah satu rumah sakit yang ada di Palangka Raya ini.

“Ingin sih jadi PNS karena ada potensi beasiswa, sembari mencoba itu, saya ingin bekerja dahulu di daerah asal saya, Palangka Raya,” tutupnya.(ce/ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/