Senin, November 25, 2024
24.6 C
Palangkaraya

Mencegah Kepunahan Bahasa Daerah

PALANGKA RAYA-Masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) memiliki ragam kebudayaan. Salah satu di antaranya yakni bahasa. Beragam pula tutur kata masyarakatnya. Ada aneka ragam bahasa daerah di Bumi Tambun Bungai ini. Hanya saja, jumlah penuturnya cenderung terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Karena itu upaya pelestarian penting dilakukan untuk mencegah kepunahan bahasa daerah.

Balai Bahasa Provinsi Kalteng mencatat 27 bahasa daerah yang tersebar di provinsi seluas 153.564 kilometer persegi (km2) ini. Namun diperkirakan masih ada banyak bahasa daerah yang belum tercatat. Widyabasa Ahli Muda Balai Bahasa Kalteng Rahip Hery Budhiono MA menyebut ada 27 bahasa yang pihaknya catat sejauh ini. Delapan di antaranya sudah dilakukan revitalisasi untuk mencegah kepunahan. Pada puluhan jumlah bahasa daerah itu, delapan di antaranya sedang direvitalisasi, yakni bahasa Dayak Ngaju, Maanyan, Ot Danum, Melayu dialek Kotawaringin, Dayak Bakumpai, Katingan, Sampit, dan bahasa Siang.

“Sebenarnya kami mau revitalisasi 27 bahasa daerah itu, tetapi karena keterbatasan SDM, maka kita lakukan yang terdekat dahulu, jadi ada delapan bahasa yang kami lakukan revitalisasi,” beber Hery kepada awak media usai menghadiri rapat koordinasi dengan pemerintah daerah dan pakar dalam implementasi model perlindungan bahasa daerah Kalteng, di Swiss-Belhotel Danum, Palangka Raya, Kamis (9/3).

Sejauh ini bahasa-bahasa daerah di Kalteng ini tidak terancam punah. Hanya saja, tiap tahun jumlah penutur cenderung terus mengalami penurunan. Hery membeberkan kendala dalam pelestarian bahasa daerah di Kalteng, sebagaimana yang terjadi di banyak daerah, yakni regenerasi penutur yang terus berkurang. Tiap tahun jumlah penutur bahasa daerah di Bumi Tambun Bungai cenderung menurun.

“Regenerasi penutur bahasa daerah di Kalteng ini tidak berjalan baik, ini dipicu oleh tidak diajarkannya bahasa daerah oleh orang tua di rumah dan tidak menjadi pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah,” jelasnya.

Baca Juga :  Ditpolairud Tangkap Pelaku Pembalakan Liar

Hery menyebut ada satu bahasa daerah yang saat ini ketahui tidak memiliki penutur, yakni bahasa Paku yang dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur.

“Pada 2018 lalu penuturnya tinggal dua, kakak beradik, usia 70 dan 60 tahun, saya tidak tahu sekarang perkembangannya seperti apa, mereka sekarang di mana saya juga tidak tahu, kami berharap jika ada pihak yang mengetahui keberadaan kedua orang itu, segera beritahu kami,” tuturnya.

Sampai saat ini pihaknya belum sempat melakukan upaya untuk melestarikan bahasa Paku karena terkendala oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM). Hery menyebut bahasa Paku akan benar-benar punah jika kedua penutur itu meninggal dunia. “Kalau tidak ada penuturnya, otomatis bahasa itu tidak dituturkan lagi, maka bisa menjadi bahasa yang mati, otomatis akan punah,” tambahnya

Meski demikian, berdasarkan pantauan terbaru pihaknya, Hery menyebut beberapa minggu lalu pihaknya mendapat kabar bahwa bahasa Paku masih dituturkan oleh sebagian orang di daerah setempat. “Tapi informasi itu masih akan kami perjelas lagi,” tambahnya.

Untuk mencegah kecenderungan makin berkurangnya para penutur bahasa daerah, Hery menyebut, Balai Bahasa Kalteng menyasar generasi muda untuk menanamkan kecintaan berbahasa daerah. “Sasaran kami adalah para peserta didik tingkat SD dan SMP, para penutur yang masih sangat muda, sehingga dari dini dikenalkan dengan bahasa ibu, kami tanamkan pengertian bahwa mereka punya bahasa daerah yang luar biasa dan memiliki nilai luhur tinggi,” ujarnya.

Bekerja sama dengan institusi pendidikan, Balai Bahasa Kalteng mengajak para guru di tiap sekolah tingkat SD dan SMP untuk mengajarkan bahasa daerah kepada anak didik. Balai Bahasa akan merancang suatu produk kurikulum pengajaran muatan lokal bahasa daerah agar disesuaikan dengan konteks bahasa daerah yang banyak digunakan oleh masyarakat yang berada sekitar lingkungan sekolah.

Baca Juga :  Dinkes Optimistis Capai 80 Persen pada Akhir Juni

“Tidak hanya itu, penggunaan bahasa daerah di sekolah-sekolah juga akan disesuaikan dengan konteks hiburan zaman sekarang ini, seperti stand up comedy, bercerita, mendongeng, dan lain-lain,” tandasnya.

Dalam konteks sosio-kultural, kepunahan bahasa merupakan salah satu dinamika dalam kebudayaan masyarakat di dunia. Akademisi budaya dan sejarawan Kalteng Gauri Vidya Dhaneswara SPsi SAnt mengatakan, secara universal bahasa daerah di seluruh dunia terus berkurang jumlah penuturnya. “Hal itu merupakan dinamika dalam kebudayaan yang memang demikian terjadi, ada beberapa yang bertahan, ada juga yang memang sudah tidak ada lagi karena dinamika kehidupan masyarakat,” jelas Gauri kepada Kalteng Pos, Kamis (9/3).

Eksistensi bahasa tidak bisa terpisahkan dari konteks kebudayaan masyarakat. Permasalahan universal yang dihadapi di seluruh dunia yakni kecenderungan terus berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah. Kendati kurangnya penutur bahasa daerah merupakan sesuatu yang mutlak dalam ilmu budaya, Gauri menyebut bahasa daerah tidak bisa dibiarkan hilang atau punah begitu saja.

“Kalau terus berkurang jumlah penuturnya, paling tidak kita melakukan dokumentasi bahasa daerah itu. Bahasa-bahasa yang ada di Kalteng harus terdokumentasi walaupun sudah hilang penuturnya,” tambahnya.

Di satu sisi jumlah penutur bahasa daerah terus berkurang, sementara di sisi lain tidak sedikit bahasa daerah yang belum terdokumentasikan. Jika upaya itu tidak segera dilakukan, maka tidak tertutup kemungkinan bahasa daerah akan punah. Menurut Gauri perlu ada strategi bersama antara Balai Bahasa dengan pihak terkait dalam upaya menyelamatkan kepunahan bahasa daerah di Kalteng ini.

“Pertama-tama harus dilakukan identifikasi permasalahan, yakni penutur bahasa makin berkurang. Langkah kedua, segera dilakukan upaya dokumentasi. Setelah itu barulah upaya revitalisasi. Bagaimana caranya? Yakni dengan pembuatan kamus bahasa daerah atau memasukkannya ke dalam pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah,” tandasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng) memiliki ragam kebudayaan. Salah satu di antaranya yakni bahasa. Beragam pula tutur kata masyarakatnya. Ada aneka ragam bahasa daerah di Bumi Tambun Bungai ini. Hanya saja, jumlah penuturnya cenderung terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Karena itu upaya pelestarian penting dilakukan untuk mencegah kepunahan bahasa daerah.

Balai Bahasa Provinsi Kalteng mencatat 27 bahasa daerah yang tersebar di provinsi seluas 153.564 kilometer persegi (km2) ini. Namun diperkirakan masih ada banyak bahasa daerah yang belum tercatat. Widyabasa Ahli Muda Balai Bahasa Kalteng Rahip Hery Budhiono MA menyebut ada 27 bahasa yang pihaknya catat sejauh ini. Delapan di antaranya sudah dilakukan revitalisasi untuk mencegah kepunahan. Pada puluhan jumlah bahasa daerah itu, delapan di antaranya sedang direvitalisasi, yakni bahasa Dayak Ngaju, Maanyan, Ot Danum, Melayu dialek Kotawaringin, Dayak Bakumpai, Katingan, Sampit, dan bahasa Siang.

“Sebenarnya kami mau revitalisasi 27 bahasa daerah itu, tetapi karena keterbatasan SDM, maka kita lakukan yang terdekat dahulu, jadi ada delapan bahasa yang kami lakukan revitalisasi,” beber Hery kepada awak media usai menghadiri rapat koordinasi dengan pemerintah daerah dan pakar dalam implementasi model perlindungan bahasa daerah Kalteng, di Swiss-Belhotel Danum, Palangka Raya, Kamis (9/3).

Sejauh ini bahasa-bahasa daerah di Kalteng ini tidak terancam punah. Hanya saja, tiap tahun jumlah penutur cenderung terus mengalami penurunan. Hery membeberkan kendala dalam pelestarian bahasa daerah di Kalteng, sebagaimana yang terjadi di banyak daerah, yakni regenerasi penutur yang terus berkurang. Tiap tahun jumlah penutur bahasa daerah di Bumi Tambun Bungai cenderung menurun.

“Regenerasi penutur bahasa daerah di Kalteng ini tidak berjalan baik, ini dipicu oleh tidak diajarkannya bahasa daerah oleh orang tua di rumah dan tidak menjadi pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah,” jelasnya.

Baca Juga :  Ditpolairud Tangkap Pelaku Pembalakan Liar

Hery menyebut ada satu bahasa daerah yang saat ini ketahui tidak memiliki penutur, yakni bahasa Paku yang dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah Kecamatan Paku, Kabupaten Barito Timur.

“Pada 2018 lalu penuturnya tinggal dua, kakak beradik, usia 70 dan 60 tahun, saya tidak tahu sekarang perkembangannya seperti apa, mereka sekarang di mana saya juga tidak tahu, kami berharap jika ada pihak yang mengetahui keberadaan kedua orang itu, segera beritahu kami,” tuturnya.

Sampai saat ini pihaknya belum sempat melakukan upaya untuk melestarikan bahasa Paku karena terkendala oleh keterbatasan sumber daya manusia (SDM). Hery menyebut bahasa Paku akan benar-benar punah jika kedua penutur itu meninggal dunia. “Kalau tidak ada penuturnya, otomatis bahasa itu tidak dituturkan lagi, maka bisa menjadi bahasa yang mati, otomatis akan punah,” tambahnya

Meski demikian, berdasarkan pantauan terbaru pihaknya, Hery menyebut beberapa minggu lalu pihaknya mendapat kabar bahwa bahasa Paku masih dituturkan oleh sebagian orang di daerah setempat. “Tapi informasi itu masih akan kami perjelas lagi,” tambahnya.

Untuk mencegah kecenderungan makin berkurangnya para penutur bahasa daerah, Hery menyebut, Balai Bahasa Kalteng menyasar generasi muda untuk menanamkan kecintaan berbahasa daerah. “Sasaran kami adalah para peserta didik tingkat SD dan SMP, para penutur yang masih sangat muda, sehingga dari dini dikenalkan dengan bahasa ibu, kami tanamkan pengertian bahwa mereka punya bahasa daerah yang luar biasa dan memiliki nilai luhur tinggi,” ujarnya.

Bekerja sama dengan institusi pendidikan, Balai Bahasa Kalteng mengajak para guru di tiap sekolah tingkat SD dan SMP untuk mengajarkan bahasa daerah kepada anak didik. Balai Bahasa akan merancang suatu produk kurikulum pengajaran muatan lokal bahasa daerah agar disesuaikan dengan konteks bahasa daerah yang banyak digunakan oleh masyarakat yang berada sekitar lingkungan sekolah.

Baca Juga :  Dinkes Optimistis Capai 80 Persen pada Akhir Juni

“Tidak hanya itu, penggunaan bahasa daerah di sekolah-sekolah juga akan disesuaikan dengan konteks hiburan zaman sekarang ini, seperti stand up comedy, bercerita, mendongeng, dan lain-lain,” tandasnya.

Dalam konteks sosio-kultural, kepunahan bahasa merupakan salah satu dinamika dalam kebudayaan masyarakat di dunia. Akademisi budaya dan sejarawan Kalteng Gauri Vidya Dhaneswara SPsi SAnt mengatakan, secara universal bahasa daerah di seluruh dunia terus berkurang jumlah penuturnya. “Hal itu merupakan dinamika dalam kebudayaan yang memang demikian terjadi, ada beberapa yang bertahan, ada juga yang memang sudah tidak ada lagi karena dinamika kehidupan masyarakat,” jelas Gauri kepada Kalteng Pos, Kamis (9/3).

Eksistensi bahasa tidak bisa terpisahkan dari konteks kebudayaan masyarakat. Permasalahan universal yang dihadapi di seluruh dunia yakni kecenderungan terus berkurangnya jumlah penutur bahasa daerah. Kendati kurangnya penutur bahasa daerah merupakan sesuatu yang mutlak dalam ilmu budaya, Gauri menyebut bahasa daerah tidak bisa dibiarkan hilang atau punah begitu saja.

“Kalau terus berkurang jumlah penuturnya, paling tidak kita melakukan dokumentasi bahasa daerah itu. Bahasa-bahasa yang ada di Kalteng harus terdokumentasi walaupun sudah hilang penuturnya,” tambahnya.

Di satu sisi jumlah penutur bahasa daerah terus berkurang, sementara di sisi lain tidak sedikit bahasa daerah yang belum terdokumentasikan. Jika upaya itu tidak segera dilakukan, maka tidak tertutup kemungkinan bahasa daerah akan punah. Menurut Gauri perlu ada strategi bersama antara Balai Bahasa dengan pihak terkait dalam upaya menyelamatkan kepunahan bahasa daerah di Kalteng ini.

“Pertama-tama harus dilakukan identifikasi permasalahan, yakni penutur bahasa makin berkurang. Langkah kedua, segera dilakukan upaya dokumentasi. Setelah itu barulah upaya revitalisasi. Bagaimana caranya? Yakni dengan pembuatan kamus bahasa daerah atau memasukkannya ke dalam pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah,” tandasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/