Jumat, September 20, 2024
27.6 C
Palangkaraya

Sengketa Tanah Hj Musrifah dan 12 Warga Jalan Hiu Putih VIII A

BPN Banding, Warga Siap Layangkan Gugatan Perdata

Kisruh pertanahan antara 12 warga pemilih sertifikat hak milik (SHM) di Jalan Hiu Putih VIII A Palangka Raya dengan Hj Musrifah masih memanas. Belasan warga yang sertifikat tanahnya disengketakan itu bertandang ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangka Raya, Selasa (18/7). Kehadiran mereka disambut Kepala BPN Palangka Raya Yono Cahyono. Pertemuan itu berlangsung selama kurang lebih dua jam.

 

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

 

BELASAN warga yang kecewa terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya terkait sengketa tanah di Jalan Hiu Putih VIIIA mengambil langkah hukum bersama BPN, mengajukan banding dan melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.

Salah satu warga yang tanahnya bersengketa, Sardi Efendi mengungkapkan, hasil mediasi yang dilaksanakan tersebut sangat memuaskan pihaknya, karena BPN bersedia melakukan banding atas putusan PTUN.

“BPN banding, otomatis warga pun tetap banding. Terkait persoalan itu, kami juga bakal mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan negeri (PN),” ungkap Sardi kepada wartawan usai mediasi.

Ia menyebut, dalam gugatan perdata yang akan diajukan, pihaknya akan berupaya menegaskan kepemilikan dan penguasaan lahan sesuai regulasi yang berlaku terkait kepemilikan tanah.

“Dalam aturan berlaku bahwa kami harus menguasai lahan. Hal kedua, lahan yang dikuasai itu memang ditempati secara terbuka sesuai aturan. Kemudian harus ada pengurusan hak milik seperti sertifikat. Tiga hal itu kami miliki semua, sementara pihak Hj Musrifah tidak. Itulah yang akan kami gugat di pengadilan negeri,” tuturnya.

Baca Juga :  Petani Keluhkan Pupuk Subsidi Mahal

Menurut Sardi, upaya banding oleh warga dan BPN perlu dilakukan guna menjaga keberimbangan atas persoalan pertanahan yang terjadi itu. Dikatakan Sardi, 12 sertifikat yang dimiliki warga terbit dalam kurun waktu 2013 hingg 2016. Sementara sertifikat milik Hj Musrifah diterbitkan tahun 2008. Namun ia meragukan prosedur penerbitan sertifikat milik Hj Musrifah.

“Jadi gugatan perdata yang kami ajukan ke pengadilan negeri nanti semuanya sertifikat, baik milik pihak warga maupun Hj Musrifah, sama-sama punya kekuatan. Intinya di pengadilan nanti kami ingin mengejar kebenaran letak objek tanah milik Hj Musrifah, apa benar di tanah kami atau tidak,” ujarnya.

Kepala BPN Palangka Raya Yono Cahyono menegaskan, dalam kasus ini pihaknya sebagai lembaga negara memegang posisi netral. Tidak memihak kepada salah satu pihak yang tengah bersengketa.

“Jangan ada stigma bahwa kami berat sebelah. Kami tegaskan bahwa posisi kami netral. Sebagai lembaga negara, kami menjaga prinsip netralitas,” ucap Yono kepada media.

Terkait sikap BPN terhadap persoalan tersebut, Yono mengatakan pihaknya akan mengajukan banding. Langkah itu perlu diambil agar dapat menghasilkan keputusan yang berimbang.

“Jadi sudah diputuskan bahwa kami akan banding, untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak, baik Sardi Efendi dan kawan-kawan maupun Hj Musrifah, untuk membuktikan siapa yang paling berhak atas tanah sengketa itu melalui pembuktian di pengadilan negeri. Itu sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018,” jelasnya.

Baca Juga :  Bupati Lantik BPD Tiga Desa di Kecamatan MB Ketapang

Menurut Yono, jika terjadi tumpang tindih sertifikat, harus ditentukan terlebih dahulu di pengadilan negeri siapa yang berhak terhadap tanah objek sengketa tersebut.  “Setelah dari pengadilan negeri, barulah ke PTUN. Namun dalam kasus ini, PTUN yang didahulukan, tetapi perdatanya belum diputus,” tambahnya.

Yono menegaskan, upaya banding yang diupayakan pihaknya bukan untuk memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Keputusan akhir tetap diserahkan kepada lembaga yang berwenang, dalam hal ini pengadilan negeri.

Sementara itu, menanggapi langkah hukum yang akan diambil warga dan BPN, kuasa hukum Hj Musrifah, Abdul Siddiq mengatakan, upaya banding merupakan hak masing-masing pihak.

“Kalau banding, itu hak pihak yang tidak menerima putusan, sah-sah saja,” ujarnya.

Siddiq menyebut, intinya semua sudah terbukti melalui putusan PTUN, bahwa sertifikat yang dimiliki belasan warga itu cacat administrasi.

“Bukti-bukti warkah Bu Hj Musrifah sudah dilampirkan seluruhnya oleh BPN. Malah banyak sertifikat milik warga yang diblokir BPN, jadi protes warga sangat bertentangan dengan fakta pengadilan,” ujarnya.

Terkait upaya gugatan perdata ke pengadilan negeri yang dilakukan belasan warga, Siddiq menyebut pihaknya sangat menantikan itu. “Sangat kami menantikan gugatan perdata, agar makin terbuka fakta-fakta yang sesungguhnya,” tandasnya. (*/ce/ala)

Kisruh pertanahan antara 12 warga pemilih sertifikat hak milik (SHM) di Jalan Hiu Putih VIII A Palangka Raya dengan Hj Musrifah masih memanas. Belasan warga yang sertifikat tanahnya disengketakan itu bertandang ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palangka Raya, Selasa (18/7). Kehadiran mereka disambut Kepala BPN Palangka Raya Yono Cahyono. Pertemuan itu berlangsung selama kurang lebih dua jam.

 

AKHMAD DHANI, Palangka Raya

 

BELASAN warga yang kecewa terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palangka Raya terkait sengketa tanah di Jalan Hiu Putih VIIIA mengambil langkah hukum bersama BPN, mengajukan banding dan melayangkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.

Salah satu warga yang tanahnya bersengketa, Sardi Efendi mengungkapkan, hasil mediasi yang dilaksanakan tersebut sangat memuaskan pihaknya, karena BPN bersedia melakukan banding atas putusan PTUN.

“BPN banding, otomatis warga pun tetap banding. Terkait persoalan itu, kami juga bakal mengajukan gugatan secara perdata ke pengadilan negeri (PN),” ungkap Sardi kepada wartawan usai mediasi.

Ia menyebut, dalam gugatan perdata yang akan diajukan, pihaknya akan berupaya menegaskan kepemilikan dan penguasaan lahan sesuai regulasi yang berlaku terkait kepemilikan tanah.

“Dalam aturan berlaku bahwa kami harus menguasai lahan. Hal kedua, lahan yang dikuasai itu memang ditempati secara terbuka sesuai aturan. Kemudian harus ada pengurusan hak milik seperti sertifikat. Tiga hal itu kami miliki semua, sementara pihak Hj Musrifah tidak. Itulah yang akan kami gugat di pengadilan negeri,” tuturnya.

Baca Juga :  Petani Keluhkan Pupuk Subsidi Mahal

Menurut Sardi, upaya banding oleh warga dan BPN perlu dilakukan guna menjaga keberimbangan atas persoalan pertanahan yang terjadi itu. Dikatakan Sardi, 12 sertifikat yang dimiliki warga terbit dalam kurun waktu 2013 hingg 2016. Sementara sertifikat milik Hj Musrifah diterbitkan tahun 2008. Namun ia meragukan prosedur penerbitan sertifikat milik Hj Musrifah.

“Jadi gugatan perdata yang kami ajukan ke pengadilan negeri nanti semuanya sertifikat, baik milik pihak warga maupun Hj Musrifah, sama-sama punya kekuatan. Intinya di pengadilan nanti kami ingin mengejar kebenaran letak objek tanah milik Hj Musrifah, apa benar di tanah kami atau tidak,” ujarnya.

Kepala BPN Palangka Raya Yono Cahyono menegaskan, dalam kasus ini pihaknya sebagai lembaga negara memegang posisi netral. Tidak memihak kepada salah satu pihak yang tengah bersengketa.

“Jangan ada stigma bahwa kami berat sebelah. Kami tegaskan bahwa posisi kami netral. Sebagai lembaga negara, kami menjaga prinsip netralitas,” ucap Yono kepada media.

Terkait sikap BPN terhadap persoalan tersebut, Yono mengatakan pihaknya akan mengajukan banding. Langkah itu perlu diambil agar dapat menghasilkan keputusan yang berimbang.

“Jadi sudah diputuskan bahwa kami akan banding, untuk memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak, baik Sardi Efendi dan kawan-kawan maupun Hj Musrifah, untuk membuktikan siapa yang paling berhak atas tanah sengketa itu melalui pembuktian di pengadilan negeri. Itu sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018,” jelasnya.

Baca Juga :  Bupati Lantik BPD Tiga Desa di Kecamatan MB Ketapang

Menurut Yono, jika terjadi tumpang tindih sertifikat, harus ditentukan terlebih dahulu di pengadilan negeri siapa yang berhak terhadap tanah objek sengketa tersebut.  “Setelah dari pengadilan negeri, barulah ke PTUN. Namun dalam kasus ini, PTUN yang didahulukan, tetapi perdatanya belum diputus,” tambahnya.

Yono menegaskan, upaya banding yang diupayakan pihaknya bukan untuk memihak kepada salah satu pihak yang bersengketa. Keputusan akhir tetap diserahkan kepada lembaga yang berwenang, dalam hal ini pengadilan negeri.

Sementara itu, menanggapi langkah hukum yang akan diambil warga dan BPN, kuasa hukum Hj Musrifah, Abdul Siddiq mengatakan, upaya banding merupakan hak masing-masing pihak.

“Kalau banding, itu hak pihak yang tidak menerima putusan, sah-sah saja,” ujarnya.

Siddiq menyebut, intinya semua sudah terbukti melalui putusan PTUN, bahwa sertifikat yang dimiliki belasan warga itu cacat administrasi.

“Bukti-bukti warkah Bu Hj Musrifah sudah dilampirkan seluruhnya oleh BPN. Malah banyak sertifikat milik warga yang diblokir BPN, jadi protes warga sangat bertentangan dengan fakta pengadilan,” ujarnya.

Terkait upaya gugatan perdata ke pengadilan negeri yang dilakukan belasan warga, Siddiq menyebut pihaknya sangat menantikan itu. “Sangat kami menantikan gugatan perdata, agar makin terbuka fakta-fakta yang sesungguhnya,” tandasnya. (*/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/