Kamis, Desember 26, 2024
29.8 C
Palangkaraya

Waspada Efek Kabut Asap Karhutla pada Sistem Pernapasan

Pertengahan Tahun 2023, negara kita memasuki iklim kemarau yang luar biasa, peningkatan suhu lingkungan sebagai akibat dari dampak dimana terdapat pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan masa udara dingin menuju Indonesia atau lebih dikenal dengan Angin Monsun Australia, yang merupakan penyebab utama terjadinya musim kemarau di Indonesia. Fenomena El Nino, sebagai bentuk perubahan Global iklim dunia saat ini, merupakan dampak dari terjadinya Global Warming. Kondisi kemarau yang  memanjang dengan suhu yang begitu tinggi menyebabkan kekeringan melanda lahan-lahan yang ada, ditambah dengan berkurangnya vegetasi hutan yang ada di Kalimantan Tengah, maka hal ini menyebabkan situasi “panas” menyengat terasa sekali. Lahan Kering rentan sekali memicu terjadinya kebakaran lahan yang terjadi di beberapa wilayah (baik sengaja maupun tidak sengaja akibat pergesekan rumput kering). Menurut laporan di media masa, kebakaran lahan yang ditandai spot api, terjadi di beberapa daerah sekitar Kotawaringin Timur, hal ini perlu diwaspadai. Apalagi bila penanganan karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tidak mampu mengatasi besaran dan kecepatan terjadinya kebakaran tersebut. Propinsi Kalimantan Tengah, yang berlahan gambut pada tahun 2015 pernah “sakit dan menderita” akibat bencana kebakaran lahan ini.

Langkah Mitigasi diperlukan guna mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan, dan salah satu sisi adalah mitigasi dan antisipasi dampak kabut asap bakaran tersebut terhadap kesakitan terutama ISPA, Asthma dan penyakit-penyakit Kronik (COPD). Selama Tahun 2019, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai 1,6 juta hektare, dan 494.450 hektare diantaranya terjadi di lahan dan hutan gambut atau setara sekitar 30 persen (KemenLH, 2019) (1). Data menyatakan bahwa sejumlah titik api yang terdeteksi terbanyak ditemukan di Riau dan Kalimantan.

Dampak lingkungan

Dampak perubahan iklim ini mulai terasa sejak sekitar bulan Juni tahun 2023, peningkatan suhu mulai terasa, dan hal ini mempengaruhi kekeringan dan udara menjadi lebih panas. Sejak pagi suhu udara yang biasanya sejuk dipagi hari, mulai terasa panas. Lebih-lebih disiang hari. Hal ini juga mempengaruhi kualitas udara yang dihirup, terutama apabila ada kebakaran lahan yang terjadi. Udara akan semakin terasa menyesakkan, akibat asap kebakaran. Susanto, 2019 mengatakan bahwa masalah kesehatan yang timbul akibat asap tersebut terutama terjadi pada individu yang berisiko, diantaranya pasien dengan gangguan jantung dan pernafasan, kelompok usia lanjut, ibu hamil dan menyusui serta balita(1). Gangguan kesehatan yang nyata terjadi adalah gangguan pada sistem saluran pernafasan. Batuk Pilek, asthma dan berbagai gangguan yang pasti akan menurunkan imunitas para penderita.  Usia yang paling rentan terkena gangguan pada sistem pernafasan adalah anak bayi, balita dan para lansia, serta para penderita asthma menahun.

Baca Juga :  Covid-19 Dan Tantangan Kebangsaan Kita

Menurut Environmental Protection Agency (EPA), udara berada dalam status bahaya karena masalah kabut asap apabila telah melewati batas 80 bagian persejuta (parts per Billion) (ppb) atau 0.5 ppm ozon (komponen utama asbut), atau melebihi dari 53 ppb nitrogen dioksida atau partikel 80 ppb. Asap kabut dalam keadaan berat merusak dan bahkan menyebabkan masalah pernapasan bagi manusia, termasuk penyakit emfisema, bronkitis, dan asma(2). Efek paparan kabut asap dalam jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan risiko gangguan paru-paru, seperti infeksi saluran pernapasan dan emfisema. Lebih daripada itu, efek paparan kabut asap juga dapat memperburuk kondisi penderita asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Dampak terhadap Kesehatan

Bronchitis kronik, PPOK, dan beberapa penyakit paru kronis akan dapat terpengaruh secara langsung akibat  kabut asap kebakaran lahan. Kemampuan kerja paru menjadi berkurang dan menyebabkan penderita akan  mudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas. Pada kondisi ekstrem dimana kabut asap sangat tebal, juga berpengaruh terhadap Kesehatan mata, selain mengganggu pandangan, yang paling mengkhawatirkan adalah terjadinya paparan kabut asap yang menyebabkan iritasi mata yang menimbulkan keluhan gatal, mata berair, peradangan dan infeksi yang memberat. Terjadi juga iritasi lokal pada selaput lendir di hidung, mulut dan tenggorokan. Faisal, et al. (2012), menjelaskan bahwa gas CO dan hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP), sebagai hasil bakaran dapat menyebabkan kejadian eksaserbasi asma atau hipereaktivitas bronkus, karena dapat mengiritasi mukosa saluran pernafasan yang ditunjukkan dengan kerusakan membran sel dan sel epitel.(1)

Selain itu dampak sosial yang terjadi adalah dengan adanya kabut asap ini maka kegiatan social dan ekonomi yang seharusnya dilakukan di luar rumah (out door), menjadi di batasi. Anak-anak sekolah akan dibatasi aktivitas olah raga, permainan dan kegiatan out door lainnya. Begitu juga orang-orang, para pekerja yang seyogyanya melakukan kegiatan penunjang ekonominya diluar rumah, akan menahan diri untuk tidak bekerja diluar Gedung. Hal ini akan berdampak besar, terutama yang mengidap penyakit paru menahun atau akibat kabut asap akan menderita batuk sesak nafas.

Baca Juga :  Berlindung di Balik Ketaatan

Langkah Antisipasi

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan kabut asap yang terjadi, beberapa Langkah tersebut antara lain:

  1. Saat kualitas udara tidak sehat atau dalam kondisi berkabut, sebaiknya tidak berkegiatan di luar ruangan tapi apabila harus melakukannya gunakan  alat pelindung diri, yakni masker dengan  filtrasi polutan yang standar, kita sudah mulai terbiasa menggunakan masker sejak pandemi Covid beberapa tahun lalu, jadi tidak akan kesulitan membiasakan dengan hal baik seperti ini. Pada saat yang sama, penggunaan pelindung mata (eye gogle protection) untuk melindungi iritasi mata akibat partikel kecil kabut asap yang terbang.
  2. Apabila memungkinkan secara ekonomi, penggunaan Air Conditioner (AC) atau pelembab udara ruangan (humidifier) di ruangan dalam kamar rumah bagi keluarga yang memiliki anak yang masih kecil dan masa pertumbuhan, lansia, serta keluarga dengan kondisi penyakit paru menahun juga sangat dianjurkan. Penggunaan humidifier tidak hanya membuat kelembapan udara terjaga, tapi juga dapat membantu mengatasi iritasi yang dipicu oleh udara kering, seperti kulit kering, bibir pecah-pecah, pilek, hingga sakit tenggorokan.
  3. Tingkatkan imunitas diri dengan makan makanan bergizi, minum air putih dan menjaga kesehatan, serta tetap menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
  4. Segera mengambil Tindakan ke pusat Kesehatan (RS, PKM) apabila ada tanda dan gejala berkaitan dengan efek kabut asap yang terjadi.

Saat ini di Kota Palangkaraya, pemerintah Kota Palangkaraya, melalui Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya mengeluarkan Surat Edaran nomor : 800/2306/Disdik.Um-Peg/Vlll/2023 tanggal 30 Agustus 2023 tentang Kegiatan di lingkungan Sekolah, dengan isi himbauan: Mewajibkan penggunaan masker kepada semua warga sekolah terutama ketika beraktivitas di luar ruangan, Menghimbau anak-anak mengurangi aktivitas di luar ruangan,  Meniadakan kegiatan upacara, olah raga dan senam bersama di luar ruangan apabila kondisi cuaca tidak memungkinkan.

Peran serta masyarakat juga diharapkan untuk selain himbauan diatas adalah dengan tidak membakar lahan serta sampah yang ada disekitar kita.  YU MARI HIDUP SEHAT

 

*) Penulis merupakan Praktisi Pendidikan di Poltekes Kemenkes Palangkaraya (Polkesraya)

Referensi

  1. Putra Mulia, Nofrizal, Dewi WN. Analisis Dampak Kabut Asap Karhutla Terhadap Gangguan Kesehatan Fisik Dan Mental. Heal Care J Kesehat. 2021;10(1):62–8.
  2. Sri Suryani A, Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan P. Handling Smoke Haze from Forest Fire at Border Regions in Indonesia. 2012;59–76.

Pertengahan Tahun 2023, negara kita memasuki iklim kemarau yang luar biasa, peningkatan suhu lingkungan sebagai akibat dari dampak dimana terdapat pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia menyebabkan pergerakan masa udara dingin menuju Indonesia atau lebih dikenal dengan Angin Monsun Australia, yang merupakan penyebab utama terjadinya musim kemarau di Indonesia. Fenomena El Nino, sebagai bentuk perubahan Global iklim dunia saat ini, merupakan dampak dari terjadinya Global Warming. Kondisi kemarau yang  memanjang dengan suhu yang begitu tinggi menyebabkan kekeringan melanda lahan-lahan yang ada, ditambah dengan berkurangnya vegetasi hutan yang ada di Kalimantan Tengah, maka hal ini menyebabkan situasi “panas” menyengat terasa sekali. Lahan Kering rentan sekali memicu terjadinya kebakaran lahan yang terjadi di beberapa wilayah (baik sengaja maupun tidak sengaja akibat pergesekan rumput kering). Menurut laporan di media masa, kebakaran lahan yang ditandai spot api, terjadi di beberapa daerah sekitar Kotawaringin Timur, hal ini perlu diwaspadai. Apalagi bila penanganan karhutla (kebakaran hutan dan lahan) tidak mampu mengatasi besaran dan kecepatan terjadinya kebakaran tersebut. Propinsi Kalimantan Tengah, yang berlahan gambut pada tahun 2015 pernah “sakit dan menderita” akibat bencana kebakaran lahan ini.

Langkah Mitigasi diperlukan guna mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan, dan salah satu sisi adalah mitigasi dan antisipasi dampak kabut asap bakaran tersebut terhadap kesakitan terutama ISPA, Asthma dan penyakit-penyakit Kronik (COPD). Selama Tahun 2019, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah mencapai 1,6 juta hektare, dan 494.450 hektare diantaranya terjadi di lahan dan hutan gambut atau setara sekitar 30 persen (KemenLH, 2019) (1). Data menyatakan bahwa sejumlah titik api yang terdeteksi terbanyak ditemukan di Riau dan Kalimantan.

Dampak lingkungan

Dampak perubahan iklim ini mulai terasa sejak sekitar bulan Juni tahun 2023, peningkatan suhu mulai terasa, dan hal ini mempengaruhi kekeringan dan udara menjadi lebih panas. Sejak pagi suhu udara yang biasanya sejuk dipagi hari, mulai terasa panas. Lebih-lebih disiang hari. Hal ini juga mempengaruhi kualitas udara yang dihirup, terutama apabila ada kebakaran lahan yang terjadi. Udara akan semakin terasa menyesakkan, akibat asap kebakaran. Susanto, 2019 mengatakan bahwa masalah kesehatan yang timbul akibat asap tersebut terutama terjadi pada individu yang berisiko, diantaranya pasien dengan gangguan jantung dan pernafasan, kelompok usia lanjut, ibu hamil dan menyusui serta balita(1). Gangguan kesehatan yang nyata terjadi adalah gangguan pada sistem saluran pernafasan. Batuk Pilek, asthma dan berbagai gangguan yang pasti akan menurunkan imunitas para penderita.  Usia yang paling rentan terkena gangguan pada sistem pernafasan adalah anak bayi, balita dan para lansia, serta para penderita asthma menahun.

Baca Juga :  Covid-19 Dan Tantangan Kebangsaan Kita

Menurut Environmental Protection Agency (EPA), udara berada dalam status bahaya karena masalah kabut asap apabila telah melewati batas 80 bagian persejuta (parts per Billion) (ppb) atau 0.5 ppm ozon (komponen utama asbut), atau melebihi dari 53 ppb nitrogen dioksida atau partikel 80 ppb. Asap kabut dalam keadaan berat merusak dan bahkan menyebabkan masalah pernapasan bagi manusia, termasuk penyakit emfisema, bronkitis, dan asma(2). Efek paparan kabut asap dalam jangka waktu yang panjang dapat meningkatkan risiko gangguan paru-paru, seperti infeksi saluran pernapasan dan emfisema. Lebih daripada itu, efek paparan kabut asap juga dapat memperburuk kondisi penderita asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

Dampak terhadap Kesehatan

Bronchitis kronik, PPOK, dan beberapa penyakit paru kronis akan dapat terpengaruh secara langsung akibat  kabut asap kebakaran lahan. Kemampuan kerja paru menjadi berkurang dan menyebabkan penderita akan  mudah lelah dan mengalami kesulitan bernapas. Pada kondisi ekstrem dimana kabut asap sangat tebal, juga berpengaruh terhadap Kesehatan mata, selain mengganggu pandangan, yang paling mengkhawatirkan adalah terjadinya paparan kabut asap yang menyebabkan iritasi mata yang menimbulkan keluhan gatal, mata berair, peradangan dan infeksi yang memberat. Terjadi juga iritasi lokal pada selaput lendir di hidung, mulut dan tenggorokan. Faisal, et al. (2012), menjelaskan bahwa gas CO dan hidrokarbon aromatik polisiklik (HAP), sebagai hasil bakaran dapat menyebabkan kejadian eksaserbasi asma atau hipereaktivitas bronkus, karena dapat mengiritasi mukosa saluran pernafasan yang ditunjukkan dengan kerusakan membran sel dan sel epitel.(1)

Selain itu dampak sosial yang terjadi adalah dengan adanya kabut asap ini maka kegiatan social dan ekonomi yang seharusnya dilakukan di luar rumah (out door), menjadi di batasi. Anak-anak sekolah akan dibatasi aktivitas olah raga, permainan dan kegiatan out door lainnya. Begitu juga orang-orang, para pekerja yang seyogyanya melakukan kegiatan penunjang ekonominya diluar rumah, akan menahan diri untuk tidak bekerja diluar Gedung. Hal ini akan berdampak besar, terutama yang mengidap penyakit paru menahun atau akibat kabut asap akan menderita batuk sesak nafas.

Baca Juga :  Berlindung di Balik Ketaatan

Langkah Antisipasi

Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan kabut asap yang terjadi, beberapa Langkah tersebut antara lain:

  1. Saat kualitas udara tidak sehat atau dalam kondisi berkabut, sebaiknya tidak berkegiatan di luar ruangan tapi apabila harus melakukannya gunakan  alat pelindung diri, yakni masker dengan  filtrasi polutan yang standar, kita sudah mulai terbiasa menggunakan masker sejak pandemi Covid beberapa tahun lalu, jadi tidak akan kesulitan membiasakan dengan hal baik seperti ini. Pada saat yang sama, penggunaan pelindung mata (eye gogle protection) untuk melindungi iritasi mata akibat partikel kecil kabut asap yang terbang.
  2. Apabila memungkinkan secara ekonomi, penggunaan Air Conditioner (AC) atau pelembab udara ruangan (humidifier) di ruangan dalam kamar rumah bagi keluarga yang memiliki anak yang masih kecil dan masa pertumbuhan, lansia, serta keluarga dengan kondisi penyakit paru menahun juga sangat dianjurkan. Penggunaan humidifier tidak hanya membuat kelembapan udara terjaga, tapi juga dapat membantu mengatasi iritasi yang dipicu oleh udara kering, seperti kulit kering, bibir pecah-pecah, pilek, hingga sakit tenggorokan.
  3. Tingkatkan imunitas diri dengan makan makanan bergizi, minum air putih dan menjaga kesehatan, serta tetap menjalankan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
  4. Segera mengambil Tindakan ke pusat Kesehatan (RS, PKM) apabila ada tanda dan gejala berkaitan dengan efek kabut asap yang terjadi.

Saat ini di Kota Palangkaraya, pemerintah Kota Palangkaraya, melalui Dinas Pendidikan Kota Palangka Raya mengeluarkan Surat Edaran nomor : 800/2306/Disdik.Um-Peg/Vlll/2023 tanggal 30 Agustus 2023 tentang Kegiatan di lingkungan Sekolah, dengan isi himbauan: Mewajibkan penggunaan masker kepada semua warga sekolah terutama ketika beraktivitas di luar ruangan, Menghimbau anak-anak mengurangi aktivitas di luar ruangan,  Meniadakan kegiatan upacara, olah raga dan senam bersama di luar ruangan apabila kondisi cuaca tidak memungkinkan.

Peran serta masyarakat juga diharapkan untuk selain himbauan diatas adalah dengan tidak membakar lahan serta sampah yang ada disekitar kita.  YU MARI HIDUP SEHAT

 

*) Penulis merupakan Praktisi Pendidikan di Poltekes Kemenkes Palangkaraya (Polkesraya)

Referensi

  1. Putra Mulia, Nofrizal, Dewi WN. Analisis Dampak Kabut Asap Karhutla Terhadap Gangguan Kesehatan Fisik Dan Mental. Heal Care J Kesehat. 2021;10(1):62–8.
  2. Sri Suryani A, Asap Kabut Akibat Kebakaran Hutan P. Handling Smoke Haze from Forest Fire at Border Regions in Indonesia. 2012;59–76.

Artikel Terkait

Katanya Hari Tenang

Bukan Bakso Mas Bejo

Adab Anak Punk

Kota Cantik Tak Baik-Baik Saja

Terpopuler

Artikel Terbaru

/