Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Tafsir Ribet

Oleh; Agus Pramono

 

SAYA sedikit bingung membaca tulisan pada spanduk layanan masyarakat di pertigaan jalan itu. Saya memandangnya tak sengaja. Tepat di sisi kiri saya berhenti, lantaran lampu merah menyala. 10 detik saya mencerna tulisan yang terdiri dari dua kata itu. Tapi tetap gagal paham.

Lampu menyala hijau. Saya masih kepikiran dengan dua kata itu. Ah, sudahlah pikirku. Eh, pas perjalanan pulang, jumpa lagi dengan spanduk serupa. Sepertinya saya disuruh cari tahu maksud dan kebenarannya.

Narkoba merusak. Itulah dua kata yang saya maksud. Ditulis kapital. Diwarnai merah. Jelas banget ya pesannya. Namun pada dua kata itu ditimpa lagi dengan garis coret. Warna merah pula. Itulah yang menurut saya jadi multitafsir.

Saya tanyakan ke pihak lembaga yang punya spanduk layanan masyarakat itu. Mereka mengklaim sudah benar.  Tafsiran mereka, narkoba merusak dicoret artinya hidup tanpa narkoba jadi tidak merusak.

Baca Juga :  Muka Semangka

Namun saya belum puas dengan penjelasan itu. Saya coba tanya empat sampai lima rekan seprofesi. Rata-rata pemikiran mereka sebaliknya. Tanpa dibubuhkan coretan pada dua kata itu, toh sudah menegaskan maksud dan tujuan.

Sebagai penengah, saya coba tanya ke ahli bahasa. Saya tunjukkan video pendeknya. Tanpa pikir panjang dia mengutarakan pendapatnya. Desainnya kurang pas. Begitu katanya. Orang-orang menangkap bahwa kalimat narkoba merusak itu salah, karena dicoret. Kata dia menjabarkan.

Video tersebut, oleh tim media sosial diunggah ke Instagram. Siapa tahu ada kebenaran baru dari kalimat itu. Netizen pasti punya jawaban tersendiri saat pertama melihatnya.  Tak berselang lama, sudah muncul pandangan mereka sebagai masyarakat biasa. “Harusnya memilih kalimat yang sederhana saja. Gak perlu sok kreatif, tapi ujung-ujungnya ambigu dan salah kaprah”. Begitu tulisan dari salah satu netizen di akun Instagram Kalteng Pos.

Baca Juga :  Pentingnya Transparansi dan Akuntadilitas Pemerintah Desa

Betul juga. Padahal, sejatinya iklan layanan masyarakat bertujuan untuk mempromosikan program, kegiatan, layanan, dan pemberitahuan lain mengenai kebutuhan masyarakat. Biasanya iklan seperti itu akan dikemas lebih mudah sedemikian rupa agar mudah dipahami, sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa menerima dan menangkap pesan yang ingin disampaikan. Ada juga yang dibumbui sarkas. Saya curiga, tim kreatif lembaga itu suka tantangan. Jika ada cara yang ribet, ngapain pilih yang gampang. (*)

 

Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos

Oleh; Agus Pramono

 

SAYA sedikit bingung membaca tulisan pada spanduk layanan masyarakat di pertigaan jalan itu. Saya memandangnya tak sengaja. Tepat di sisi kiri saya berhenti, lantaran lampu merah menyala. 10 detik saya mencerna tulisan yang terdiri dari dua kata itu. Tapi tetap gagal paham.

Lampu menyala hijau. Saya masih kepikiran dengan dua kata itu. Ah, sudahlah pikirku. Eh, pas perjalanan pulang, jumpa lagi dengan spanduk serupa. Sepertinya saya disuruh cari tahu maksud dan kebenarannya.

Narkoba merusak. Itulah dua kata yang saya maksud. Ditulis kapital. Diwarnai merah. Jelas banget ya pesannya. Namun pada dua kata itu ditimpa lagi dengan garis coret. Warna merah pula. Itulah yang menurut saya jadi multitafsir.

Saya tanyakan ke pihak lembaga yang punya spanduk layanan masyarakat itu. Mereka mengklaim sudah benar.  Tafsiran mereka, narkoba merusak dicoret artinya hidup tanpa narkoba jadi tidak merusak.

Baca Juga :  Muka Semangka

Namun saya belum puas dengan penjelasan itu. Saya coba tanya empat sampai lima rekan seprofesi. Rata-rata pemikiran mereka sebaliknya. Tanpa dibubuhkan coretan pada dua kata itu, toh sudah menegaskan maksud dan tujuan.

Sebagai penengah, saya coba tanya ke ahli bahasa. Saya tunjukkan video pendeknya. Tanpa pikir panjang dia mengutarakan pendapatnya. Desainnya kurang pas. Begitu katanya. Orang-orang menangkap bahwa kalimat narkoba merusak itu salah, karena dicoret. Kata dia menjabarkan.

Video tersebut, oleh tim media sosial diunggah ke Instagram. Siapa tahu ada kebenaran baru dari kalimat itu. Netizen pasti punya jawaban tersendiri saat pertama melihatnya.  Tak berselang lama, sudah muncul pandangan mereka sebagai masyarakat biasa. “Harusnya memilih kalimat yang sederhana saja. Gak perlu sok kreatif, tapi ujung-ujungnya ambigu dan salah kaprah”. Begitu tulisan dari salah satu netizen di akun Instagram Kalteng Pos.

Baca Juga :  Pentingnya Transparansi dan Akuntadilitas Pemerintah Desa

Betul juga. Padahal, sejatinya iklan layanan masyarakat bertujuan untuk mempromosikan program, kegiatan, layanan, dan pemberitahuan lain mengenai kebutuhan masyarakat. Biasanya iklan seperti itu akan dikemas lebih mudah sedemikian rupa agar mudah dipahami, sehingga seluruh lapisan masyarakat bisa menerima dan menangkap pesan yang ingin disampaikan. Ada juga yang dibumbui sarkas. Saya curiga, tim kreatif lembaga itu suka tantangan. Jika ada cara yang ribet, ngapain pilih yang gampang. (*)

 

Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos

Artikel Terkait

Bukan Bakso Mas Bejo

Adab Anak Punk

Kota Cantik Tak Baik-Baik Saja

Parade Umbar Janji

Terpopuler

Artikel Terbaru

/