Jumat, November 22, 2024
24.1 C
Palangkaraya

Kena Prank

Oleh; Agus Pramono

VIDEO seorang nelayan merengek, mengeluh, dan memohon sampai hujan tangis di hadapan Anies Baswedan viral. Saat itu, calon presiden Indonesia itu sedang kampanye di Parepare, Sulawesi Selatan.

Saya sendiri sampai dibuat terenyuh dengan apa yang dilakukan nelayan itu di atas panggung. Sebegitu parahkah kondisi nelayan di sana.

Namun, selang satu hari kemudian, saya melihat lagi beranda di X, nama baru Twitter. Sosok nelayan itu viral. Namanya Sappe. Profesi asli memang nelayan. Yang menjadi buah bibir netizen bukan profesinya. Melainkan Sappe yang merupakan calon anggota legislatif dari PKS.

Netizen merasa kena prank. Saya juga.Apa respons saya ketika melihat itu? Saya langsung mengumpat. Saya dan juga netizen, mungkin punya anggapan bahwa aksi merengek, mengeluh, dan memohon sampai hujan tangis itu sudah masuk agenda setting kampanye itu.

Baca Juga :  Pelajaran dari Kerusuhan Prancis

Sappe menepis tudingan itu hanya sandiwara. Dia mengaku terharu dan bangga bisa berhadapan langsung dengan Anies Baswedan. Namun, klarifikasi di era digital ini sepertinya tak akan efektif. Tapi, di media sosial saat ini, sudah ada kebenaran baru. Kebenaran viral. Sappe mungkin merasa dirinya sudah benar usai klarifikasi. Tapi, belum tentu viral.

Kita tinggalkan obrolan soal Sappe. Kini kita ngobrol soal pencoblosan. Kurang tiga hari lagi, masyarakat menggunakan hak pilih. Calon legislatif makin gencar mencari suara. Baik secara terbuka maupun melewati “bawah tanah”.

Sekarang, mencari suara kalau hanya modal omongan, saya yakin enggak laku. Buktinya, di lingkungan rumah emak-emak sudah saling tanya kabar amplopan. Sudah adakah yang mendatangi? Caleg itu ngasih berapa? Di kompleks sana si A berani ngasih sigini. Ada juga emak-emak yang kena prank. KTP sudah diminta jauh-jauh hari, tapi sembako tak kunjung datang.

Baca Juga :  Ijazah Salat Fardhu Bersanad

Emak-emak kalau sudah ngeluh begitu, pasti dipendam dalam hati. Hati-hati ya para caleg. Bisa disumpahi. Bagaimana kalau bapak-bapak kenak prank? Kalau dipendam sih sepertinya tidak, apalagi sampai disumpahi, paling cuma diungkit-ungkit, wkwkwkw.(*)

 

*Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos

Oleh; Agus Pramono

VIDEO seorang nelayan merengek, mengeluh, dan memohon sampai hujan tangis di hadapan Anies Baswedan viral. Saat itu, calon presiden Indonesia itu sedang kampanye di Parepare, Sulawesi Selatan.

Saya sendiri sampai dibuat terenyuh dengan apa yang dilakukan nelayan itu di atas panggung. Sebegitu parahkah kondisi nelayan di sana.

Namun, selang satu hari kemudian, saya melihat lagi beranda di X, nama baru Twitter. Sosok nelayan itu viral. Namanya Sappe. Profesi asli memang nelayan. Yang menjadi buah bibir netizen bukan profesinya. Melainkan Sappe yang merupakan calon anggota legislatif dari PKS.

Netizen merasa kena prank. Saya juga.Apa respons saya ketika melihat itu? Saya langsung mengumpat. Saya dan juga netizen, mungkin punya anggapan bahwa aksi merengek, mengeluh, dan memohon sampai hujan tangis itu sudah masuk agenda setting kampanye itu.

Baca Juga :  Pelajaran dari Kerusuhan Prancis

Sappe menepis tudingan itu hanya sandiwara. Dia mengaku terharu dan bangga bisa berhadapan langsung dengan Anies Baswedan. Namun, klarifikasi di era digital ini sepertinya tak akan efektif. Tapi, di media sosial saat ini, sudah ada kebenaran baru. Kebenaran viral. Sappe mungkin merasa dirinya sudah benar usai klarifikasi. Tapi, belum tentu viral.

Kita tinggalkan obrolan soal Sappe. Kini kita ngobrol soal pencoblosan. Kurang tiga hari lagi, masyarakat menggunakan hak pilih. Calon legislatif makin gencar mencari suara. Baik secara terbuka maupun melewati “bawah tanah”.

Sekarang, mencari suara kalau hanya modal omongan, saya yakin enggak laku. Buktinya, di lingkungan rumah emak-emak sudah saling tanya kabar amplopan. Sudah adakah yang mendatangi? Caleg itu ngasih berapa? Di kompleks sana si A berani ngasih sigini. Ada juga emak-emak yang kena prank. KTP sudah diminta jauh-jauh hari, tapi sembako tak kunjung datang.

Baca Juga :  Ijazah Salat Fardhu Bersanad

Emak-emak kalau sudah ngeluh begitu, pasti dipendam dalam hati. Hati-hati ya para caleg. Bisa disumpahi. Bagaimana kalau bapak-bapak kenak prank? Kalau dipendam sih sepertinya tidak, apalagi sampai disumpahi, paling cuma diungkit-ungkit, wkwkwkw.(*)

 

*Penulis adalah Redaktur Pelaksana Kalteng Pos

Artikel Terkait

Bukan Bakso Mas Bejo

Adab Anak Punk

Kota Cantik Tak Baik-Baik Saja

Parade Umbar Janji

Terpopuler

Artikel Terbaru

/