Pameran seni Perupa Kalimantan Tengah (Pekat) ke-3 digelar kembali tahun ini. Kegiatan tersebut menjadi ajang bagi para seniman Bumi Tambun Bungai menampilkan karya terbaik mereka. Satu dari sekian banyak seniman itu adalah Beiny Harsono.
BIMA ADITYA KUSUMA, Palangka Raya
BEINY Harsono merupakan seorang seniman yang menggunakan teknik kolase dan cetak cukil kayu untuk menunjukan ekpresi dari sebuah ide, yang ia gabungkan menjadi mahakarya yang unik dan dapat membuat orang menerka-nerka tentang makna dari karyanya itu.
Pada pameran seni yang digelar di UPT Taman Budaya, Jalan Temanggung Tilung, Kota Palangka Raya, Jumat malam (26/7/2024), pria yang kerap disapa Beiny itu memamerkan 10 mahakaryanya. Terdiri dari empat seni kolase dan enam seni grafis cetak cukil.
Gaya kolase sendiri merupakan teknik yang memadukan berbagai elemen gambar, seperti foto, kertas, ataupun bahan lain yang dipadukan menjadi satu, hingga menjadi sebuah mahakarya yang memiliki komposisi harmonis. Sedangkan cetak cukil adalah teknik yang digunakan dalam membuat seni grafis dengan cara memahat filmnya, lalu diwarnai dengan cetakan.
Pria kelahiran 1983 itu bercerita, saat kecil ia gemar menggambar dan begitu suka dengan seni grafis. Seiring berjalan waktu, ia terus menekuni hobinya itu sampai menjadi lulusan akademi seni rupa dan desain grafis di Yogyakarta. Kemudian ia menekuni profesi sebagai seniman dan desainer grafis. Ia mengatakan, karya yang dipamerkannya malam itu disebut sebagai seni grafis murni.
Sejauh ini Beiny sudah menghasilkan puluhan karya seni. Meski demikian, karya-karyanya itu tidak diperjualbelikan.
Yang paling menarik minat para pengunjung malam itu adalah pada karya seni kolase berjudul Petruk Jadi Raja. Mahakaryanya itu menggambarkan seorang tokoh wayang bernama Petruk yang dijadikan sebagai raja.
Petruk dikisahkan sebagai tokoh wayang yang senang bersenda gurau. Kepribadiannya itu tidak cocok untuk menjadi seorang raja. Tentu saja pemerintahan yang dipimpinnya jadi kacau-balau.
“Kebanyakan karya kolase ini saya buat tahun 2008 lalu. Tentunya dalam tiap karya saya punya makna dan pesan tersendiri,” ujarnya.
Selain karya Petruk Jadi Raja, karya lain yang juga disukai pengunjung adalah Fenomena Gadis 18+ dan Episode Baru. Karya seni berjudul Fenomena Gadis 18+ itu menggambarkan seorang gadis yang baru keluar dari rumah, berjalan sambil membawa tas, dan mainan kincir angin di atas lidah yang panjang dari seorang lelaki. Sedangkan karya berjudul Episode Baru menunjukkan monster yang tengah mengangkat kedua tangan, dan pada bagian bawah pojok kanan terdapat wajah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan didominasi oleh motif seperti gelombang ombak.
Menurut pria berusia 41 tahun itu, potensi untuk para seniman-seniman di Kota Palangka Raya sebatas merintis. Semenjak ada komunitas seniman, karya-karya seni seperti ini baru mulai terlihat hidup. Namun pemasaran karya-karya itu masih cukup sulit.
“Sekadar hobi para seniman di Kota Palangka Raya mulai berkembang, apalagi dengan diadakan pameran dan event lainnya. Namun, untuk memperjualbelikan mahakarya ini masih terasa sulit. Selain kurangnya minat masyarakat, kolektor karya seni pun terbilang masih minim,” tuturnya.
Di Palangka Raya tidak banyak yang menggunakan gaya kolase dan cetak cukil dalam membuat karya seni grafis. Beiny mengungkapkan, setidaknya hanya ada tiga perupa yang memakai teknik ini. Dia salah satunya. Ia berharap agar para seniman tetap solid dan bisa berjuang bersama untuk merintis perkembangan seniman di Palangka Raya, sehingga tidak kalah dengan seniman dari kota-kota lain, seperti Banjarmasin yang sudah lama berkembang.
“Saya buat karya seni ini dari rumah saya sendiri di Jalan G. Obos XIV. Kemungkinan karya saya akan dijual, tetapi belum tahu kapan waktunya. Mengenai harga jualnya pun masih saya pertimbangkan. Saya lebih sering membuat desain grafis untuk event-event tertentu ketimbang membuat karya seni seperti ini. Namun ini sudah menjadi sebuah hobi yang tidak akan ditinggalkan dan akan terus saya kembangkan,” pungkasnya. (*/ce/ala)