Kamis, Februari 13, 2025
27 C
Palangkaraya

Perjalanan Inspiratif Prof Bhayu Rhama, Akademisi dan Praktisi Pariwisata

 

 

Perjalanan hidup Prof Bhayu Rhama ST MBA PhD merupakan bukti nyata bahwa ketekunan, komitmen, dan semangat untuk berbagi ilmu dapat membawa seseorang mencapai puncak akademik. Lahir di Jombang pada 5 Januari 1979, kini ia dikenal sebagai profesor dengan pengalaman panjang sebagai praktisi dan akademisi. 

 

NOVIA NADYA CLAUDIA, Palangka Raya

 

KISAH hidup seseorang sering kali penuh liku-liku, tantangan, dan tekad yang kuat. Hal itulah yang dialami Prof Bhayu Rhama ST MBA PhD, seorang akademisi dan praktisi pariwisata yang kini menyandang gelar profesor. Ia telah menapaki perjalanan panjang sejak masa muda hingga mencapai posisi tertinggi di dunia akademik.

Kecintaannya terhadap dunia pariwisata dimulai sejak 1996, ketika masih menempuh pendidikan sarjana di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Berawal dari keterlibatannya dalam manajemen keselamatan di beberapa kota seperti Semarang dan Yogyakarta, ia mulai memahami pariwisata bukan sekadar perjalanan, tetapi juga pengalaman yang harus dikelola dengan baik. Dari sanalah minat terhadap manajemen pariwisata berkembang.

Tahun 2004, ia mendirikan biro perjalanan wisata yang menawarkan berbagai paket perjalanan. Namun, ia tidak hanya ingin dikenal sebagai praktisi, tetapi juga sebagai akademisi yang memahami teori di balik industri ini. Kesadaran itu mendorongnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia meraih gelar magister bidang Manajemen Pariwisata dari University of Wolverhampton, Inggris pada 2004, lalu melanjutkan studi doktoral di University of Central Lancashire, Inggris dengan fokus pada Manajemen Kebijakan Pariwisata, yang diselesaikannya pada 2017.

Menyadari bahwa puncak karier akademisi adalah menjadi profesor dan guru besar, sejak tahun 2013 Bhayu menyusun rencana matang untuk meraih gelar itu. Namun, jalan yang ditempuhnya tidaklah mudah. Tantangan terbesar adalah konsisten membuat publikasi ilmiah. Menulis artikel akademik bukan sekadar menuangkan gagasan, tetapi juga melewati berbagai revisi dan penolakan dari jurnal internasional.

Baca Juga :  Dua Kurir Sabu di Pangkalan Bun Diciduk

“Kegagalan dan penolakan itu sering kali membuat kecewa, tetapi justru di situlah tantangannya. Saya harus tetap teguh dan terus mencoba. Itu proses panjang yang harus dijalani,” ucapnya, Selasa (4/2/2025).

Selain bergelut di dunia akademik, Bhayu juga aktif di berbagai organisasi. Sejak 2018, ia menjabat Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Kalimantan Tengah, peran yang makin memperkaya perspektifnya tentang dunia pariwisata.

Salah satu pencapaian akademik yang paling membanggakan adalah penelitian berjudul Ekowisata Taman Nasional untuk Mengubah Paradigma Steril Menjadi Sharing. Ia mengusulkan perubahan paradigma bahwa taman nasional tidak hanya harus steril bagi manusia, tetapi dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai destinasi wisata berbasis ekowisata.

Baginya, taman nasional tidak hanya tentang konservasi, tetapi juga bisa menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Dengan melibatkan warga dalam menjaga dan mengelola taman nasional, mereka bisa memperoleh manfaat ekonomi, sekaligus menjaga kelestarian alam.

“Harus ada keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan. Jika dikelola dengan baik, taman nasional bisa tetap lestari, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar,” katanya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti konsep biaya dalam berwisata, yang menurutnya tidak hanya bersifat materiel, tetapi juga mencakup aspek psikologis. Pemahaman ini menjadi penting dalam mengembangkan strategi pemasaran dan manajemen destinasi wisata.

Dalam perjalanannya, Bhayu selalu memegang teguh filosofi is fecit cui prodest, yang berarti bermanfaatlah bagi orang lain. Baginya, keberadaan seseorang di dunia harus membawa dampak positif bagi sekitarnya. Ia juga menekankan bahwa tidak ada kesuksesan yang instan, karena membutuhkan proses dan perjuangan.

Baca Juga :  Mengenal Ir Abdul Razak, Pegawai Honorer yang Sukses Jadi Politikus

“Namun kalau ada kesempatan instan, ambillah, asalkan tetap memahami proses yang seharusnya ada,” pesannya kepada para akademisi muda.

Baginya, seorang profesor bukanlah sosok yang harus berjarak dengan masyarakat. Ia percaya bahwa profesor adalah jembatan antara ilmu yang ada di langit dengan realitas di bumi. Ilmu yang dimiliki harus bisa diterapkan dan membawa manfaat bagi masyarakat luas.

Sebagai akademisi dan praktisi, Bhayu memiliki impian besar bagi pariwisata Kalimantan Tengah. Ia ingin menghadirkan identitas unik bagi daerah ini agar bisa dikenal secara global. Salah satu gagasannya adalah pembangunan waterfront city di kawasan Flamboyan.

“Saya mendukung penuh pemerintah dalam rencana ini dan berusaha memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaatnya. Mungkin dampaknya belum terasa sekarang, tapi generasi mendatang akan merasakan manfaat besarnya,” tuturnya penuh keyakinan.

Baginya, pembangunan pariwisata bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga kualitas sumber daya manusia. Ia berharap Kalimantan Tengah bisa memiliki sumber daya manusia unggul, berkarakter, dan mampu menghadirkan pengalaman wisata yang berkualitas bagi pengunjung.

Meski telah mencapai gelar profesor, Bhayu tetap memandang dirinya sebagai orang biasa. Ia percaya bahwa jabatan akademik tidak seharusnya mengubah seseorang menjadi eksklusif.

“Profesor harus tetap sederhana dan apa adanya. Terpenting bagaimana kehadiran kita bisa makin bermanfaat bagi orang banyak,” ungkapnya.

Perjalanan hidup Bhayu Rhama menjadi inspirasi bagi kita bahwa kerja keras, dedikasi, dan keteguhan hati dapat mengantarkan seseorang mencapai impian, sekaligus memberi manfaat bagi orang lain. (*/ce/ala)

 

 

Perjalanan hidup Prof Bhayu Rhama ST MBA PhD merupakan bukti nyata bahwa ketekunan, komitmen, dan semangat untuk berbagi ilmu dapat membawa seseorang mencapai puncak akademik. Lahir di Jombang pada 5 Januari 1979, kini ia dikenal sebagai profesor dengan pengalaman panjang sebagai praktisi dan akademisi. 

 

NOVIA NADYA CLAUDIA, Palangka Raya

 

KISAH hidup seseorang sering kali penuh liku-liku, tantangan, dan tekad yang kuat. Hal itulah yang dialami Prof Bhayu Rhama ST MBA PhD, seorang akademisi dan praktisi pariwisata yang kini menyandang gelar profesor. Ia telah menapaki perjalanan panjang sejak masa muda hingga mencapai posisi tertinggi di dunia akademik.

Kecintaannya terhadap dunia pariwisata dimulai sejak 1996, ketika masih menempuh pendidikan sarjana di Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Berawal dari keterlibatannya dalam manajemen keselamatan di beberapa kota seperti Semarang dan Yogyakarta, ia mulai memahami pariwisata bukan sekadar perjalanan, tetapi juga pengalaman yang harus dikelola dengan baik. Dari sanalah minat terhadap manajemen pariwisata berkembang.

Tahun 2004, ia mendirikan biro perjalanan wisata yang menawarkan berbagai paket perjalanan. Namun, ia tidak hanya ingin dikenal sebagai praktisi, tetapi juga sebagai akademisi yang memahami teori di balik industri ini. Kesadaran itu mendorongnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia meraih gelar magister bidang Manajemen Pariwisata dari University of Wolverhampton, Inggris pada 2004, lalu melanjutkan studi doktoral di University of Central Lancashire, Inggris dengan fokus pada Manajemen Kebijakan Pariwisata, yang diselesaikannya pada 2017.

Menyadari bahwa puncak karier akademisi adalah menjadi profesor dan guru besar, sejak tahun 2013 Bhayu menyusun rencana matang untuk meraih gelar itu. Namun, jalan yang ditempuhnya tidaklah mudah. Tantangan terbesar adalah konsisten membuat publikasi ilmiah. Menulis artikel akademik bukan sekadar menuangkan gagasan, tetapi juga melewati berbagai revisi dan penolakan dari jurnal internasional.

Baca Juga :  Dua Kurir Sabu di Pangkalan Bun Diciduk

“Kegagalan dan penolakan itu sering kali membuat kecewa, tetapi justru di situlah tantangannya. Saya harus tetap teguh dan terus mencoba. Itu proses panjang yang harus dijalani,” ucapnya, Selasa (4/2/2025).

Selain bergelut di dunia akademik, Bhayu juga aktif di berbagai organisasi. Sejak 2018, ia menjabat Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Kalimantan Tengah, peran yang makin memperkaya perspektifnya tentang dunia pariwisata.

Salah satu pencapaian akademik yang paling membanggakan adalah penelitian berjudul Ekowisata Taman Nasional untuk Mengubah Paradigma Steril Menjadi Sharing. Ia mengusulkan perubahan paradigma bahwa taman nasional tidak hanya harus steril bagi manusia, tetapi dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sebagai destinasi wisata berbasis ekowisata.

Baginya, taman nasional tidak hanya tentang konservasi, tetapi juga bisa menjadi sumber kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Dengan melibatkan warga dalam menjaga dan mengelola taman nasional, mereka bisa memperoleh manfaat ekonomi, sekaligus menjaga kelestarian alam.

“Harus ada keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan. Jika dikelola dengan baik, taman nasional bisa tetap lestari, sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar,” katanya.

Tak hanya itu, ia juga menyoroti konsep biaya dalam berwisata, yang menurutnya tidak hanya bersifat materiel, tetapi juga mencakup aspek psikologis. Pemahaman ini menjadi penting dalam mengembangkan strategi pemasaran dan manajemen destinasi wisata.

Dalam perjalanannya, Bhayu selalu memegang teguh filosofi is fecit cui prodest, yang berarti bermanfaatlah bagi orang lain. Baginya, keberadaan seseorang di dunia harus membawa dampak positif bagi sekitarnya. Ia juga menekankan bahwa tidak ada kesuksesan yang instan, karena membutuhkan proses dan perjuangan.

Baca Juga :  Mengenal Ir Abdul Razak, Pegawai Honorer yang Sukses Jadi Politikus

“Namun kalau ada kesempatan instan, ambillah, asalkan tetap memahami proses yang seharusnya ada,” pesannya kepada para akademisi muda.

Baginya, seorang profesor bukanlah sosok yang harus berjarak dengan masyarakat. Ia percaya bahwa profesor adalah jembatan antara ilmu yang ada di langit dengan realitas di bumi. Ilmu yang dimiliki harus bisa diterapkan dan membawa manfaat bagi masyarakat luas.

Sebagai akademisi dan praktisi, Bhayu memiliki impian besar bagi pariwisata Kalimantan Tengah. Ia ingin menghadirkan identitas unik bagi daerah ini agar bisa dikenal secara global. Salah satu gagasannya adalah pembangunan waterfront city di kawasan Flamboyan.

“Saya mendukung penuh pemerintah dalam rencana ini dan berusaha memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaatnya. Mungkin dampaknya belum terasa sekarang, tapi generasi mendatang akan merasakan manfaat besarnya,” tuturnya penuh keyakinan.

Baginya, pembangunan pariwisata bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga kualitas sumber daya manusia. Ia berharap Kalimantan Tengah bisa memiliki sumber daya manusia unggul, berkarakter, dan mampu menghadirkan pengalaman wisata yang berkualitas bagi pengunjung.

Meski telah mencapai gelar profesor, Bhayu tetap memandang dirinya sebagai orang biasa. Ia percaya bahwa jabatan akademik tidak seharusnya mengubah seseorang menjadi eksklusif.

“Profesor harus tetap sederhana dan apa adanya. Terpenting bagaimana kehadiran kita bisa makin bermanfaat bagi orang banyak,” ungkapnya.

Perjalanan hidup Bhayu Rhama menjadi inspirasi bagi kita bahwa kerja keras, dedikasi, dan keteguhan hati dapat mengantarkan seseorang mencapai impian, sekaligus memberi manfaat bagi orang lain. (*/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/