Universitas Palangka Raya (UPR) menambah lagi jumlah guru besar dengan mengukuhkan dua akademisi, dalam Sidang Terbuka Senat UPR yang digelar di Aula Rahan, Lantai II Gedung Rektorat, Kamis (6/2/2025).
NOVIA NADYA CLAUDIA-HENY, Palangka Raya
DUA guru besar yang dikukuhkan adalah Prof Bhayu Rama ST MBA PhD dalam bidang ilmu pariwisata dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik serta Prof Dr Gunarjo Suryanto Budi MSc dalam bidang ilmu fisika komputasi dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Ketua Senat UPR Prof Dr Petrus Poerwadi MS dan Rektor UPR Prof Dr Ir Salampak MS memimpin langsung prosesi pengukuhan itu. Hadir sejumlah pejabat penting.
Di antaranya Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) H Edy Pratowo SSos MM, Pj Wali Kota Palangka Raya Drs Ahmad Husein MSi, keluarga besar kedua guru besar yang dikukuhkan, serta perwakilan dari beberapa perguruan tinggi di Palangka Raya.
Hadir pula rektor UPR periode 2005-2013 Dr Henry Singarasa MS dan Dewan Eksekutif BAN-PT Prof Dr Slamet Wahyudi ST MT.
Dalam sambutan, Rektor UPR Prof Salampak menekankan bahwa jabatan guru besar bukan sekadar pencapaian akademik, tetapi juga membawa tanggung jawab besar dalam dunia pendidikan dan masyarakat.
Sebagai seorang guru besar, tanggung jawab besar menanti, tidak hanya dalam bidang akademik, tetapi juga dalam memberikan inspirasi dan kepemimpinan bagi generasi mendatang.
“Keberadaan guru besar sangat penting dalam membangun ekosistem keilmuan yang kuat, menghasilkan inovasi, serta memberikan kontribusi nyata bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan bangsa,” ucapnya.
Ia berharap dengan bertambahnya jumlah guru besar, UPR makin maju dan mampu meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Kalteng. Kini UPR memiliki 31 guru besar aktif, dan akan terus mendorong lebih banyak akademisi untuk mencapai gelar serupa.
Sementara itu, Wakil Gubernur Kalteng H Edy Pratowo SSos MM mengapresiasi pencapaian UPR dalam melahirkan dua guru besar baru. Menurutnya, ini merupakan prestasi yang tidak hanya membanggakan UPR, tetapi juga seluruh masyarakat Kalteng.
“Pengukuhan gelar akademik tertinggi ini merupakan bukti nyata semangat dan komitmen Universitas Palangka Raya dalam menghadirkan layanan pendidikan tinggi berkualitas. Bertambahnya guru besar juga menumbuhkan optimisme dalam membangun sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi,” katanya.
Lebih lanjut, Edy mengajak UPR untuk memperkuat kolaborasi dengan pemerintah daerah dalam upaya mempercepat pembangunan daerah.
“Kami berharap dapat menjalin kerja sama dengan Universitas Palangka Raya dalam berbagai program strategis, termasuk mendukung Kalimantan Tengah sebagai daerah swasembada pangan yang sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam upaya membangun ibu kota negara yang baru,” tambahnya.
Dalam orasi ilmiahnya, Prof Bhayu Rama mengangkat tema Menerangi Jalan Pariwisata Berkelanjutan Kalimantan Tengah sebagai Mode Ekowisata Dunia, dengan fukus menyoroti potensi Kalteng dalam industri pariwisata berbasis ekowisata.
Sementara, Prof Gunarjo Suryanto Budi menyampaikan orasi ilmiah berjudul Perkembangan dan Prospek Fisika Komputasi, yang membahas peran teknologi dalam pengembangan ilmu fisika modern.
Prof Bhayu Rhama ST MBA PhD didampingi istri, anak, serta orang tuanya, dikukuhkan sebagai guru besar UPR dalam bidang ilmu pariwisata, pencapaian tertinggi dalam dunia akademik.
Di Aula Rahan UPR, suasana saat itu tampak berbeda. Ada haru, kebanggaan, dan semangat yang membara. Di tengah deretan undangan yang hadir, seorang pria berdiri dengan penuh bangga. Prof Bhayu Rhama ST MBA PhD resmi dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu pariwisata.
Ditemani istri, anak, serta orang tuanya, Prof Bhayu tampak tersenyum. Bukan hanya karena pencapaian, tetapi karena perjalanan panjangnya telah membawanya ke titik ini.
“Cita-cita setinggi langit itu baik, tetapi yang lebih penting adalah menjadi saluran berkat bagi orang lain,” ucapnya mengingatkan pesan orang tua yang selalu diingatnya selama perjalanan hidup.
Sejak kecil, ia tumbuh di Palangka Raya, kota yang tenang dan penuh kenangan. Pendidikan dasarnya ia tempuh di kota ini, sebelum melanjutkan pendidikan di Solo dan Yogyakarta. Di kota-kota itulah ia mulai melihat dunia lebih luas.
Ia menyadari bahwa industri pariwisata bukan sekadar tempat berlibur, tetapi sebuah sistem besar yang bisa mengubah kehidupan banyak orang.
Di sana, ia menyaksikan bagaimana industri pariwisata berkembang dengan pesat, bagaimana tiap sudut kota bisa dihidupkan dengan cerita dan pengalaman wisata.
Saat berbicara di hadapan hadirin, Prof Bhayu tidak hanya merayakan pencapaiannya. Ia juga membawa sebuah visi besar.
“Patut kita akui, Kalimantan Tengah bukanlah destinasi utama pariwisata Indonesia,” katanya.
Data BPS tahun 2024 mencatat, hanya 5 juta wisatawan Nusantara yang datang ke provinsi ini, jauh lebih sedikit dibanding rata-rata provinsi lain yang menerima 24 juta kunjungan. Kalteng bahkan berada di peringkat ke-24 dari 38 provinsi dalam hal jumlah wisatawan domestik.
Baginya, ini adalah tantangan yang harus dijawab. Potensi besar yang belum tergarap maksimal. Pariwisata tidak hanya mengejar keuntungan ekonomi, tetapi juga menjaga keseimbangan alam dan memberdayakan masyarakat.
Prof Bhayu menilai Kalteng memiliki segala yang dibutuhkan untuk menjadi pusat ekowisata, seperti hutan tropis yang luas, sungai-sungai nan indah, serta budaya Dayak yang kaya akan kearifan lokal.
Salah satu ide besarnya adalah menjadikan Sungai Kahayan sebagai ikon ekowisata. Bukan sekadar wisata susur sungai, tetapi sebuah pengalaman wisata yang memberikan dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat di sekitar.
Ia juga menyinggung tentang desa wisata mandiri, yang mana masyarakat setempat bisa menjadi pelaku utama pariwisata, serta pentingnya sertifikasi hijau yang khas Kalteng agar bisa menarik wisatawan mancanegara.
“Ekowisata bukan hanya tentang alam yang lestari, tapi juga kesejahteraan masyarakat. Kita bisa belajar dari Afrika Selatan. Mereka punya sedikit taman nasional, tapi bisa memanfaatkannya dengan maksimal, jelasnya.
Meski demikian, Prof Bhayu sadar bahwa ide besar ini tidak akan terwujud tanpa sumber daya manusia yang siap. Karena itulah, sebagai seorang akademisi dan praktisi pariwisata, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk membentuk “manusia pariwisata”, generasi muda yang paham bagaimana membangun pariwisata dengan cara berkelanjutan.
Menjadi guru besar bukanlah akhir dari perjalanan. Bagi Prof Bhayu, ini justru merupakan awal dari tanggung jawab yang lebih besar.
“Saya ingin mahasiswa saya melihat keteladanan, bukan hanya teori. Saya ingin mereka punya semangat untuk berkarya, untuk berkontribusi,” katanya.
Setelah pengukuhan ini, ia bertekad mendorong pemerintah daerah agar lebih serius mengembangkan ekowisata. Sungai Kahayan, menurutnya, bisa menjadi ikon baru provinsi ini. Apabila dikelola dengan baik, dampaknya akan luar biasa.
“Kita bisa menjadikan pariwisata sebagai tulang punggung ekonomi Kalteng. Kita hanya perlu percaya, bekerja keras, dan berjalan bersama,” ucapnya.
Usai acara pengukuhan, Titik Sundari SH MM (sang ibu) tampak menahan haru. Sebagai orang tua, ia bangga dengan pencapaian putranya itu. Namun, ada satu hal yang selalu ia tekankan.
“Ilmu itu seperti padi, makin berisi makin merunduk. Jangan pernah sombong. Tetaplah rendah hati dan terus memberi manfaat bagi orang banyak,” pesannya. (*/ce/ala)