Kamis, Februari 13, 2025
24.1 C
Palangkaraya

Politisi PSI Kalteng Serukan Transparansi dan Kepastian dalam Penetapan BPHTB 

 

 

PALANGKA RAYA-Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pencapaian penting dalam mendukung kualitas pemerintahan, terutama dalam penyediaan layanan publik dan pembangunan daerah.

 

Politisi PSI, Eldoniel Mahar, saat ditemui di kediamannya, menegaskan bahwa salah satu aspek yang tidak boleh diabaikan dalam optimalisasi PAD adalah proses penghitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

 

Sebagai salah satu sumber PAD, penetapan BPHTB seharusnya sejak awal dilakukan berdasarkan aturan yang jelas serta mengikuti norma, metode, dan standar yang baik, benar, dan akurat.

 

“Implementasi prosedur yang konsisten sangat penting untuk menghindari penetapan nilai BPHTB yang tidak didasarkan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas.

 

“Jika tidak, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa nilai pungutan BPHTB bersifat subjektif, memberatkan, dan bahkan membuka peluang praktik tawar-menawar yang berpotensi merugikan masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga :  Wujudkan Lingkungan Bebas Narkoba

 

Sebagai contoh, Eldoniel menyoroti kasus yang dialami seorang warga Palangka Raya, di mana pengajuan BPHTB dilakukan dua kali, yakni pada 4 Desember 2024 dan 8 Januari 2025, namun baru terselesaikan pada 5 Februari 2025, setelah lebih dari dua bulan.

 

Lebih mencengangkan, selama proses tersebut, seorang penilai (berinisial M) diduga mengeluarkan empat angka penilaian berbeda terhadap objek yang sama, yakni Rp500 juta, Rp450 juta, Rp400 juta, dan terakhir Rp375 juta.

 

Hal ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam metode penetapan BPHTB, yang dapat menciptakan dua konsekuensi utama: pertama, penetapan nilai BPHTB yang tidak akurat dan cenderung tinggi; kedua, munculnya “iklim solusi” di mana nilai pungutan dapat diturunkan melalui mekanisme tidak resmi.

 

Baca Juga :  Wali Kota Dukung Kinerja Pokmaswas

Eldoniel, yang juga Ketua DPW PSI Kalteng ini menegaskan bahwa regulasi, metode, dan SOP terkait penetapan BPHTB seharusnya dipublikasikan secara luas dan transparan kepada masyarakat.

 

Dengan begitu, wajib pajak dapat memahami cara kerja penghitungan BPHTB dan memiliki kesempatan untuk memberikan masukan serta pendapat sejak awal.

 

Meskipun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menetapkan kebijakan penghapusan BPHTB, selama kebijakan ini masih diterapkan di Palangka Raya, transparansi dalam penetapan nilai pungutan tetap harus dijaga.

 

Sebagai wajib pajak, masyarakat memiliki kewajiban untuk membayar BPHTB, namun mereka juga berhak mendapatkan kepastian nilai yang rasional dan sesuai aturan.

“Prinsip transparansi ini tidak hanya relevan dalam penetapan BPHTB, tetapi juga dalam seluruh layanan publik di lingkungan Pemko Palangka Raya agar lebih cepat, akurat, reliabel, dan akuntabel,” pungkasnya.(yan/b3/ram).

 

 

PALANGKA RAYA-Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pencapaian penting dalam mendukung kualitas pemerintahan, terutama dalam penyediaan layanan publik dan pembangunan daerah.

 

Politisi PSI, Eldoniel Mahar, saat ditemui di kediamannya, menegaskan bahwa salah satu aspek yang tidak boleh diabaikan dalam optimalisasi PAD adalah proses penghitungan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

 

Sebagai salah satu sumber PAD, penetapan BPHTB seharusnya sejak awal dilakukan berdasarkan aturan yang jelas serta mengikuti norma, metode, dan standar yang baik, benar, dan akurat.

 

“Implementasi prosedur yang konsisten sangat penting untuk menghindari penetapan nilai BPHTB yang tidak didasarkan pada Standar Operasional Prosedur (SOP) yang jelas.

 

“Jika tidak, hal ini dapat menimbulkan kesan bahwa nilai pungutan BPHTB bersifat subjektif, memberatkan, dan bahkan membuka peluang praktik tawar-menawar yang berpotensi merugikan masyarakat,” ujarnya.

Baca Juga :  Wujudkan Lingkungan Bebas Narkoba

 

Sebagai contoh, Eldoniel menyoroti kasus yang dialami seorang warga Palangka Raya, di mana pengajuan BPHTB dilakukan dua kali, yakni pada 4 Desember 2024 dan 8 Januari 2025, namun baru terselesaikan pada 5 Februari 2025, setelah lebih dari dua bulan.

 

Lebih mencengangkan, selama proses tersebut, seorang penilai (berinisial M) diduga mengeluarkan empat angka penilaian berbeda terhadap objek yang sama, yakni Rp500 juta, Rp450 juta, Rp400 juta, dan terakhir Rp375 juta.

 

Hal ini menunjukkan adanya ketidakkonsistenan dalam metode penetapan BPHTB, yang dapat menciptakan dua konsekuensi utama: pertama, penetapan nilai BPHTB yang tidak akurat dan cenderung tinggi; kedua, munculnya “iklim solusi” di mana nilai pungutan dapat diturunkan melalui mekanisme tidak resmi.

 

Baca Juga :  Wali Kota Dukung Kinerja Pokmaswas

Eldoniel, yang juga Ketua DPW PSI Kalteng ini menegaskan bahwa regulasi, metode, dan SOP terkait penetapan BPHTB seharusnya dipublikasikan secara luas dan transparan kepada masyarakat.

 

Dengan begitu, wajib pajak dapat memahami cara kerja penghitungan BPHTB dan memiliki kesempatan untuk memberikan masukan serta pendapat sejak awal.

 

Meskipun pemerintahan Prabowo-Gibran telah menetapkan kebijakan penghapusan BPHTB, selama kebijakan ini masih diterapkan di Palangka Raya, transparansi dalam penetapan nilai pungutan tetap harus dijaga.

 

Sebagai wajib pajak, masyarakat memiliki kewajiban untuk membayar BPHTB, namun mereka juga berhak mendapatkan kepastian nilai yang rasional dan sesuai aturan.

“Prinsip transparansi ini tidak hanya relevan dalam penetapan BPHTB, tetapi juga dalam seluruh layanan publik di lingkungan Pemko Palangka Raya agar lebih cepat, akurat, reliabel, dan akuntabel,” pungkasnya.(yan/b3/ram).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/