Senin, Februari 24, 2025
29.6 C
Palangkaraya

Jaksa sebagai Pengendali Perkara Dalam Perspektif KUHP Baru

FAKULTAS Hukum Universitas Indonesia, bidang studi Hukum Acara menggelar Diskusi Panel mengangkat Thema ” Jaksa Sebagai Pengendali Perkara Dalam Perspektif Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kampus UI, Depok, Kamis 20 Februari 2025.

Diskusi dipandu moderator Syaza Wisastro ini menghadirkan sejumlah tokoh pendidik akademisi Fakultas Hukum UI, Prof. Dr. Topo Santoso, SH. MH, Dr. Febby Mutiara, SH. MH, Dr. Junaedi, Choky dan Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi.

Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwadi menyampaikan pentingnya pembangunan hukum yang berkelanjutan, tujuan negara dalam konstitusi yakni melindungi bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia.

“Menurut saya, UU Nomor 1 Tahun 2023, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengawali era baru hukum pidana di Indonesia,” ujar Ketua Komisi Kejaksaan Pujiyono Suwadi.

Setelah lebih dari 70 tahun, Indonesia akhirnya memiliki KUHP baru, yakni UU No. 1 Tahun 2023, yang diundangkan pada 2 Januari 2023. KUHP merupakan salah satu Undang-Undang yang disusun dalam suatu sistem kodifikasi hukum pidana nasional dengan tujuan diantaranya untuk menggantikan KUHP lama yang merupakan produk lama, produk hukum pemerintahan kolonial Belanda.

KUHAP saat ini menganut asas diferensiasi fungsional, disisi lain dalam Pasal 139 KUHAP memberikan kewenangan kepada Jaksa sebagai dominus litis (Lihat juga Pasal 109 dan 110). Oleh karena itu KUHAP menganut dua asas yang berlainanantara sisinya jika dipadukan dengan integrared criminal justice system/ICJS.

Baca Juga :  Terus Tingkatkan Kinerja dalam Penegakkan Hukum

KUHAP yang menganut prinsip spesialisasi, deferensiasidan kompertemensi, tidak saja membedakan dan membagitugas serta kewenangan, tetapi juga memberi suatu sekat pertanggungjawaban lingkup tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Jaksa berperan melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan yang mandiri, kewenangan Kejaksaan untuk dapat menentukan suatu perkara dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan memiliki arti penting dalam menyeimbangkan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid) dan interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan (doelmatigheid) dalam proses peradilan pidana. Peran ini sangat sentral dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu.

Guru Besar FH UI, Topo Santoso mengatakan, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, pentingnya peran Jaksa dalam sistem peradilan pidana sebagai “master of the case”, baik dalam mengajukan perkara ke pengadilan maupun dalam menentukan penghentian penuntutan.

“Prinsip dominus litis, yang telah lama diadopsi dalam sistem hukum civil law, menjadi landasan utama peran Jaksa dalam menjaga kualitas proses hukum,” ujarnya.

Sebagai peran utama dalam sistem peradilan pidana, Jaksa memiliki wewenang untuk menentukan suatu perkara layak diajukan ke pengadilan atau tidak. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penuntutan yang dapat berujung pada kegagalan proses hukum.

Baca Juga :  Nama Oknum Dewan Muncul di Tipikor Dana Desa

Adapun yang perlu disoroti adalah dominus litis dalam sistem peradilan pidana di berbagai negara, termasuk penerapannya di Indonesia yang terus berkembang. Sistem tersebut telah diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, seperti penanganan tindak pidana pemilu dan Satgas Mafia Tanah, di mana Jaksa berperan aktif dalam mengawal jalannya penyidikan sejak tahap awal.

Dalam tindak pidana pemilu, Jaksa bekerja sama dengan penyidik dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mempercepat proses hukum dalam waktu yang sangat terbatas. Sementara dalam Satgas Mafia Tanah, Jaksa berperan dalam mengawal penyidikan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau penyimpangan hukum.

Lebih lanjut yakni tentang urgensi penyempurnaan hukum acara pidana di Indonesia melalui pembaruan KUHAP agar lebih mengakomodasi peran Jaksa dalam sistem peradilan pidana. Perlu ditekankan mengenai pentingnya kerja sama antara penyidik, Jaksa, dan pengadilan dalam memastikan penegakan hukum yang adil dan efektif.

Keberhasilan sistem peradilan pidana tidak hanya bergantung pada Jaksa, tetapi juga pada penyidik dan Hakim yang bekerja dalam satu ekosistem hukum yang sama.  (hms/ala)

FAKULTAS Hukum Universitas Indonesia, bidang studi Hukum Acara menggelar Diskusi Panel mengangkat Thema ” Jaksa Sebagai Pengendali Perkara Dalam Perspektif Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kampus UI, Depok, Kamis 20 Februari 2025.

Diskusi dipandu moderator Syaza Wisastro ini menghadirkan sejumlah tokoh pendidik akademisi Fakultas Hukum UI, Prof. Dr. Topo Santoso, SH. MH, Dr. Febby Mutiara, SH. MH, Dr. Junaedi, Choky dan Ketua Komisi Kejaksaan RI, Prof. Dr. Pujiyono Suwadi.

Ketua Komisi Kejaksaan RI, Pujiyono Suwadi menyampaikan pentingnya pembangunan hukum yang berkelanjutan, tujuan negara dalam konstitusi yakni melindungi bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia.

“Menurut saya, UU Nomor 1 Tahun 2023, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengawali era baru hukum pidana di Indonesia,” ujar Ketua Komisi Kejaksaan Pujiyono Suwadi.

Setelah lebih dari 70 tahun, Indonesia akhirnya memiliki KUHP baru, yakni UU No. 1 Tahun 2023, yang diundangkan pada 2 Januari 2023. KUHP merupakan salah satu Undang-Undang yang disusun dalam suatu sistem kodifikasi hukum pidana nasional dengan tujuan diantaranya untuk menggantikan KUHP lama yang merupakan produk lama, produk hukum pemerintahan kolonial Belanda.

KUHAP saat ini menganut asas diferensiasi fungsional, disisi lain dalam Pasal 139 KUHAP memberikan kewenangan kepada Jaksa sebagai dominus litis (Lihat juga Pasal 109 dan 110). Oleh karena itu KUHAP menganut dua asas yang berlainanantara sisinya jika dipadukan dengan integrared criminal justice system/ICJS.

Baca Juga :  Terus Tingkatkan Kinerja dalam Penegakkan Hukum

KUHAP yang menganut prinsip spesialisasi, deferensiasidan kompertemensi, tidak saja membedakan dan membagitugas serta kewenangan, tetapi juga memberi suatu sekat pertanggungjawaban lingkup tugas penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Jaksa berperan melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan yang mandiri, kewenangan Kejaksaan untuk dapat menentukan suatu perkara dapat atau tidak dilimpahkan ke pengadilan memiliki arti penting dalam menyeimbangkan antara aturan yang berlaku (rechtmatigheid) dan interpretasi yang bertumpu pada tujuan atau asas kemanfaatan (doelmatigheid) dalam proses peradilan pidana. Peran ini sangat sentral dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu.

Guru Besar FH UI, Topo Santoso mengatakan, dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, pentingnya peran Jaksa dalam sistem peradilan pidana sebagai “master of the case”, baik dalam mengajukan perkara ke pengadilan maupun dalam menentukan penghentian penuntutan.

“Prinsip dominus litis, yang telah lama diadopsi dalam sistem hukum civil law, menjadi landasan utama peran Jaksa dalam menjaga kualitas proses hukum,” ujarnya.

Sebagai peran utama dalam sistem peradilan pidana, Jaksa memiliki wewenang untuk menentukan suatu perkara layak diajukan ke pengadilan atau tidak. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penuntutan yang dapat berujung pada kegagalan proses hukum.

Baca Juga :  Nama Oknum Dewan Muncul di Tipikor Dana Desa

Adapun yang perlu disoroti adalah dominus litis dalam sistem peradilan pidana di berbagai negara, termasuk penerapannya di Indonesia yang terus berkembang. Sistem tersebut telah diterapkan dalam kasus-kasus tertentu, seperti penanganan tindak pidana pemilu dan Satgas Mafia Tanah, di mana Jaksa berperan aktif dalam mengawal jalannya penyidikan sejak tahap awal.

Dalam tindak pidana pemilu, Jaksa bekerja sama dengan penyidik dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mempercepat proses hukum dalam waktu yang sangat terbatas. Sementara dalam Satgas Mafia Tanah, Jaksa berperan dalam mengawal penyidikan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau penyimpangan hukum.

Lebih lanjut yakni tentang urgensi penyempurnaan hukum acara pidana di Indonesia melalui pembaruan KUHAP agar lebih mengakomodasi peran Jaksa dalam sistem peradilan pidana. Perlu ditekankan mengenai pentingnya kerja sama antara penyidik, Jaksa, dan pengadilan dalam memastikan penegakan hukum yang adil dan efektif.

Keberhasilan sistem peradilan pidana tidak hanya bergantung pada Jaksa, tetapi juga pada penyidik dan Hakim yang bekerja dalam satu ekosistem hukum yang sama.  (hms/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/