Rabu, Juli 16, 2025
23.7 C
Palangkaraya

Syarif Rahman, Generasi Muda yang Telah Hafal 30 Juz Al-Qur’an

Dengarkan Murotal Berulang-ulang, Lebih Mudah Mengingat Ayat Al-Qur’an

Menghafal Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang mudah. Namun, bagi Syarif Rahman, perjuangan itu justru menjadi bagian dari semangat hidupnya. Berawal dari impian sederhana saat kecil, kini ia berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz setelah melalui perjalanan panjang penuh dedikasi dan tekad yang kuat.

 

DHEA UMILATI, Palangka Raya

 

AWALNYA Syarif hanya menargetkan hafalan juz 30. Saat itu ia masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul Ulum atau tahun 2016. Namun, lingkungan pesantren ternyata memberikan pengaruh besar dalam membangkitkan semangatnya. Saat melanjutkan pendidikan di MA Hidayatul Insan, ia melihat teman-temannya lebih cepat menyelesaikan hafalan. Karena itulah muncul dorongan kuat untuk ikut berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Awalnya saya hanya ingin hafal juz 30, tetapi melihat teman-teman yang bisa menghafal lebih cepat, saya jadi terpacu untuk menyelesaikan hafalan. Saya ingin ikut berlomba dalam kebaikan,” kata Syarif saat berbincang dengan Kalteng Pos, Rabu (2/4).

Sejak kecil, Syarif sudah memiliki tertarik untuk menghafal Al-Qur’an. Ia sering menonton acara Hafiz Indonesia di televisi, yang menampilkan anak-anak kecil dengan hafalan yang luar biasa. Hal itu menginspirasinya, meski baru mulai menghafal secara serius saat duduk di bangku MTs.

Baca Juga :  Lahir dari Keluarga Sederhana, Ingin Jadi Guru Ngaji di Kampung

“Saya sering lihat anak-anak kecil di layar kaca yang hafal Al-Qur’an. Dari situ, saya terinspirasi. Saya ingin seperti mereka, walaupun baru bisa mulai menghafal sedikit demi sedikit saat MTs,” katanya.

Dalam menghafal, lelaki kelahiran 2002 itu menemukan metode paling efektif baginya, yaitu mendengarkan murotal secara berulang-ulang. Dengan cara ini, lebih mudah mengingat ayat-ayat Al-Qur’an, karena terus terdengar di telinganya.

“Kalau sering dengar ayat yang kita baca, otomatis akan terbiasa dan lebih mudah dihafal,” jelasnya.

Di sisi lain, menjaga hafalan punya tantangan tersendiri. Baginya, murajaah (mengulang hafalan) adalah kunci utama agar hafalan tetap melekat kuat dalam ingatan.

“Makin sering murajaah, makin kuat hafalan. Kalau jarang, sedikit demi sedikit bisa lupa,” tambahnya.

Di balik keberhasilannya menghafal 30 juz, ada peran besar orang tua dan guru-guru di pesantren. Mereka tidak hanya memberikan dukungan morel, tetapi juga membimbingnya selama proses menghafal.

Baca Juga :  Ribuan Peserta Antusias Ikut Pawai Ta’aruf

“Orang tua dan guru-guru di pondok sangat berperan dalam perjalanan saya. Tanpa mereka, mungkin saya tidak akan bisa sampai di titik ini,” ungkapnya penuh rasa syukur.

Bagi Syarif, menghafal Al-Qur’an bukan sekadar mengingat ayat-ayat suci, tetapi juga menjadikannya pedoman hidup. Ia merasakan banyak manfaat dari menghafal Al-Qur’an, terutama dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.

“Ayat-ayat yang saya hafal sering menjadi pengingat dan solusi dalam menghadapi berbagai situasi. Selain itu, hati menjadi lebih tenang dan pikiran lebih jernih, karena selalu berinteraksi dengan ayat-ayat suci dari Allah,” katanya.

Tak ingin sekadar menghafal, lelaki asal Palangka Raya ini berharap hafalannya bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia ingin menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.

“Saya berharap hafalan ini tidak hanya sekadar diingat dan dimurajaah, tetapi juga bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,” tutupnya. (*/ce/ala)

Menghafal Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang mudah. Namun, bagi Syarif Rahman, perjuangan itu justru menjadi bagian dari semangat hidupnya. Berawal dari impian sederhana saat kecil, kini ia berhasil menyelesaikan hafalan 30 juz setelah melalui perjalanan panjang penuh dedikasi dan tekad yang kuat.

 

DHEA UMILATI, Palangka Raya

 

AWALNYA Syarif hanya menargetkan hafalan juz 30. Saat itu ia masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul Ulum atau tahun 2016. Namun, lingkungan pesantren ternyata memberikan pengaruh besar dalam membangkitkan semangatnya. Saat melanjutkan pendidikan di MA Hidayatul Insan, ia melihat teman-temannya lebih cepat menyelesaikan hafalan. Karena itulah muncul dorongan kuat untuk ikut berlomba-lomba dalam kebaikan.

“Awalnya saya hanya ingin hafal juz 30, tetapi melihat teman-teman yang bisa menghafal lebih cepat, saya jadi terpacu untuk menyelesaikan hafalan. Saya ingin ikut berlomba dalam kebaikan,” kata Syarif saat berbincang dengan Kalteng Pos, Rabu (2/4).

Sejak kecil, Syarif sudah memiliki tertarik untuk menghafal Al-Qur’an. Ia sering menonton acara Hafiz Indonesia di televisi, yang menampilkan anak-anak kecil dengan hafalan yang luar biasa. Hal itu menginspirasinya, meski baru mulai menghafal secara serius saat duduk di bangku MTs.

Baca Juga :  Lahir dari Keluarga Sederhana, Ingin Jadi Guru Ngaji di Kampung

“Saya sering lihat anak-anak kecil di layar kaca yang hafal Al-Qur’an. Dari situ, saya terinspirasi. Saya ingin seperti mereka, walaupun baru bisa mulai menghafal sedikit demi sedikit saat MTs,” katanya.

Dalam menghafal, lelaki kelahiran 2002 itu menemukan metode paling efektif baginya, yaitu mendengarkan murotal secara berulang-ulang. Dengan cara ini, lebih mudah mengingat ayat-ayat Al-Qur’an, karena terus terdengar di telinganya.

“Kalau sering dengar ayat yang kita baca, otomatis akan terbiasa dan lebih mudah dihafal,” jelasnya.

Di sisi lain, menjaga hafalan punya tantangan tersendiri. Baginya, murajaah (mengulang hafalan) adalah kunci utama agar hafalan tetap melekat kuat dalam ingatan.

“Makin sering murajaah, makin kuat hafalan. Kalau jarang, sedikit demi sedikit bisa lupa,” tambahnya.

Di balik keberhasilannya menghafal 30 juz, ada peran besar orang tua dan guru-guru di pesantren. Mereka tidak hanya memberikan dukungan morel, tetapi juga membimbingnya selama proses menghafal.

Baca Juga :  Ribuan Peserta Antusias Ikut Pawai Ta’aruf

“Orang tua dan guru-guru di pondok sangat berperan dalam perjalanan saya. Tanpa mereka, mungkin saya tidak akan bisa sampai di titik ini,” ungkapnya penuh rasa syukur.

Bagi Syarif, menghafal Al-Qur’an bukan sekadar mengingat ayat-ayat suci, tetapi juga menjadikannya pedoman hidup. Ia merasakan banyak manfaat dari menghafal Al-Qur’an, terutama dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan.

“Ayat-ayat yang saya hafal sering menjadi pengingat dan solusi dalam menghadapi berbagai situasi. Selain itu, hati menjadi lebih tenang dan pikiran lebih jernih, karena selalu berinteraksi dengan ayat-ayat suci dari Allah,” katanya.

Tak ingin sekadar menghafal, lelaki asal Palangka Raya ini berharap hafalannya bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ia ingin menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman, bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitarnya.

“Saya berharap hafalan ini tidak hanya sekadar diingat dan dimurajaah, tetapi juga bisa diamalkan dalam kehidupan sehari-hari,” tutupnya. (*/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/