Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

Wilmar Group Abaikan Plasma

Masyarakat Enam Desa di Mentaya Hulu Surati Gubernur

SAMPIT-Wilmar Group mendapat kritikan bertubi-tubi dari masyarakat di wilayahnya beroperasi. Pasalnya, anak-anak perusahaan perkebunan kelapa sawit di bawah bendera Wilmar Group dituding mengabaikan aturan mengenai kewajiban membangun kebun plasma 20 persen.

Masyarakat pun murka. Sekelompok  warga Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang menuntut plasma 20 persen dari PT Mustika Sembuluh (Wilmar Group) terpaksa menggelar demonstrasi.

Tidak hanya di wilayah hilir, masyarakat enam desa di Kecamatan Mentaya Hulu juga menanti realisasi plasma. Bahkan masyarakat dari enam desa itu sampai melayangkan surat kepada Gubernur Kalimantan Tengah H Sugianto Sabran untuk meminta bantuan, dengan harapan agar perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah desa mereka, yakni PT Mentaya Sawit Mas dan PT Kurnia Kencana Permai Sejati (Wilmar Group), segera merealisasikan kewajiban membangun kebun plasma 20 persen dari area yang diusahakan untuk enam desa tersebut.

Enam desa di Kecamatan Mentaya Hulu itu meliputi Desa Baampah, Desa Kawan Batu, Desa Tanjung Bantur, Desa Penda Durian, dan Desa Pahirangan yang menjadi wilayah kerja PT Mentaya Sawit Mas, dan Desa Tangar yang menjadi wilayah kerja PT Kurnia Kencana Permaisejati. Keduanya merupakan perusahan yang tergabung dalam Wilmar Group.

“Sudah puluhan tahun menunggu dan kami juga sudah melayangkan surat kepada Bapak Gubernur Kalteng pada tanggal 23 Mei kemarin, untuk meminta bantuan supaya perusahan perkebunan kelapa sawit Wilmar Group segera merealisasikan kewajibannya membangun kebun plasma 20 persen  dari area yang diusahakan untuk enam desa di wilayah perusahaan tersebut,” kata Kepala Desa Kawan Batu H Sumardi, Selasa (31/5).

Baca Juga :  Puan Maharani-SKHB Kompak Tangani Covid-19

Pihaknya menuntut sebagaimana surat pernyataan yang sudah ditandatangani oleh Keu Haw Gee selaku direktur PT Mentaya Sawit Mas pada tanggal 3 Maret 2010 lalu, Surat Rekomendasi Direktorat Jenderal Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan Nomor: 14/HK.330/E1.1/03/2010, tanggal 10 Maret 2010, serta Perda Nomor 20 Tahun 2012 tentang Usaha Perkebunan sebagaimana tertuang dalam pasal 12 poin 1 huruf a yang menguraikan tentang kewajiban pembangunan kebun plasma 20 persen. Termasuk instruksi Bupati Kotawaringin Timur terkait kewajiban perusahaan sawit yang memiliki izin usaha perkebunan.

“Ada juga Instruksi Bupati Kotawaringin Timur Nomor: 188.45/099/HUK-EK.SDA 2019 tanggal 22 Februari 2019 tentang Evaluasi Ketaatan Kepatuhan dan Kewajiban Perusahaan Perkebunan Besar Swasta Kelapa Sawit serta Koperasi yang Telah Memiliki Izin Usaha Perkebunan,” ujar Sumardi.

Dengan dasar hukum itulah masyarakat enam desa di Kecamatan Mentaya Hulu menuntut agar apa yang sudah ditandatangani dan diinstruksikan segera direalisasikan oleh perusahaan.

“Kami sudah cukup bersabar, sudah puluhan tahun mereka beroperasi, tapi tidak ada iktikad untuk membangun kebun plasma 20 persen untuk masyarakat, sekali lagi kami mengharapkan kepada Bapak Gubernur agar kiranya membantu menyelesaikan permasalahan yang kami hadapi saat ini,” ucapnya.

Sementara, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kotim Rimbun ST mengaku mendukung langkah masyarakat memperjuangkan hak atas kebun plasma, yang selama ini tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan. Apalagi masyarakat sudah mengantongi surat pernyataan dari direktur perusahan.

“Kebun plasma seluas 20 persen dari luas kebun perusahaan itu kan memang hak masyarakat dan soal itu sudah ada aturannya. Wajar kalau masyarakat menuntut hak mereka, karena selama ini perusahaan hanya berjanji saja,” ucap Rimbun.

Baca Juga :  BPK Mulai Audit Proyek Jambu Kristal

Ia menambahkan, aksi masyarakat didampingi organisasi daerah yang menuntut realisasi kebun plasma 20 persen untuk Desa Pondok Damar beberapa hari lalu merupakan luapan kekecewaan masyarakat atas sikap perusahaan yang mengingkari janji memenuhi kewajiban 20 persen kebun plasma untuk masyarakat.

“Masalah ini hanya satu dari sekian banyak masalah yang terjadi di Kabupaten Kotim. Banyaknya masalah serupa menunjukkan perlu adanya ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan. beberapa perusahaan berdalih belum merealisasikan kebun plasma karena masih mengurus perizinan. Ironisnya, perusahaan terus beroperasi dan memanen sawit di lahan yang dijanjikan itu,” ujar Rimbun.

Dia melihat banyak kejanggalan seperti ini dan sudah sering terjadi. Bahkan diduga tidak sedikit perusahaan yang belum memiliki hak guna usaha (HGU) maupun melakukan penanaman di luar HGU. Dugaan pelanggaran aturan itu sudah sering disampaikan masyarakat dan legislator kepada pemerintah daerah. Sayangnya, hingga kini seolah diabaikan. Sementara hak kebun plasma untuk masyarakat juga banyak yang belum direalisasikan.

“Masalah sengketa lahan dengan masyarakat juga masih marak dan belum diselesaikan hingga tuntas. Tim yang dibentuk pemerintah daerah juga dinilai tidak mampu secara tegas menyelesaikan masalah-masalah, sehingga jadi berlarut-larut dan dikeluhkan masyarakat,” kata Rimbun.

Tuntutan masyarakat itu, lanjutnya, bukan berarti antiinvestasi. Masyarakat menyambut baik kehadiran investor. Akan tetapi, investasi yang dilakukan harus dibarengi dengan penghargaan atas hak-hak masyarakat.

“Kita ini bicara hak yang sudah diatur pemerintah, bukan masyarakat yang mengada-ada. Tinggal bagaimana sikap perusahaan, mau patuh atau tidak terhadap aturan itu. Dan bagaimana pemerintah menyikapi perusahaan yang tidak menaati aturan yang sudah ditetapkan,” pungkasnya. (bah/ce/ala/ko)

Masyarakat Enam Desa di Mentaya Hulu Surati Gubernur

SAMPIT-Wilmar Group mendapat kritikan bertubi-tubi dari masyarakat di wilayahnya beroperasi. Pasalnya, anak-anak perusahaan perkebunan kelapa sawit di bawah bendera Wilmar Group dituding mengabaikan aturan mengenai kewajiban membangun kebun plasma 20 persen.

Masyarakat pun murka. Sekelompok  warga Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) yang menuntut plasma 20 persen dari PT Mustika Sembuluh (Wilmar Group) terpaksa menggelar demonstrasi.

Tidak hanya di wilayah hilir, masyarakat enam desa di Kecamatan Mentaya Hulu juga menanti realisasi plasma. Bahkan masyarakat dari enam desa itu sampai melayangkan surat kepada Gubernur Kalimantan Tengah H Sugianto Sabran untuk meminta bantuan, dengan harapan agar perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di wilayah desa mereka, yakni PT Mentaya Sawit Mas dan PT Kurnia Kencana Permai Sejati (Wilmar Group), segera merealisasikan kewajiban membangun kebun plasma 20 persen dari area yang diusahakan untuk enam desa tersebut.

Enam desa di Kecamatan Mentaya Hulu itu meliputi Desa Baampah, Desa Kawan Batu, Desa Tanjung Bantur, Desa Penda Durian, dan Desa Pahirangan yang menjadi wilayah kerja PT Mentaya Sawit Mas, dan Desa Tangar yang menjadi wilayah kerja PT Kurnia Kencana Permaisejati. Keduanya merupakan perusahan yang tergabung dalam Wilmar Group.

“Sudah puluhan tahun menunggu dan kami juga sudah melayangkan surat kepada Bapak Gubernur Kalteng pada tanggal 23 Mei kemarin, untuk meminta bantuan supaya perusahan perkebunan kelapa sawit Wilmar Group segera merealisasikan kewajibannya membangun kebun plasma 20 persen  dari area yang diusahakan untuk enam desa di wilayah perusahaan tersebut,” kata Kepala Desa Kawan Batu H Sumardi, Selasa (31/5).

Baca Juga :  Puan Maharani-SKHB Kompak Tangani Covid-19

Pihaknya menuntut sebagaimana surat pernyataan yang sudah ditandatangani oleh Keu Haw Gee selaku direktur PT Mentaya Sawit Mas pada tanggal 3 Maret 2010 lalu, Surat Rekomendasi Direktorat Jenderal Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan Nomor: 14/HK.330/E1.1/03/2010, tanggal 10 Maret 2010, serta Perda Nomor 20 Tahun 2012 tentang Usaha Perkebunan sebagaimana tertuang dalam pasal 12 poin 1 huruf a yang menguraikan tentang kewajiban pembangunan kebun plasma 20 persen. Termasuk instruksi Bupati Kotawaringin Timur terkait kewajiban perusahaan sawit yang memiliki izin usaha perkebunan.

“Ada juga Instruksi Bupati Kotawaringin Timur Nomor: 188.45/099/HUK-EK.SDA 2019 tanggal 22 Februari 2019 tentang Evaluasi Ketaatan Kepatuhan dan Kewajiban Perusahaan Perkebunan Besar Swasta Kelapa Sawit serta Koperasi yang Telah Memiliki Izin Usaha Perkebunan,” ujar Sumardi.

Dengan dasar hukum itulah masyarakat enam desa di Kecamatan Mentaya Hulu menuntut agar apa yang sudah ditandatangani dan diinstruksikan segera direalisasikan oleh perusahaan.

“Kami sudah cukup bersabar, sudah puluhan tahun mereka beroperasi, tapi tidak ada iktikad untuk membangun kebun plasma 20 persen untuk masyarakat, sekali lagi kami mengharapkan kepada Bapak Gubernur agar kiranya membantu menyelesaikan permasalahan yang kami hadapi saat ini,” ucapnya.

Sementara, Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Kotim Rimbun ST mengaku mendukung langkah masyarakat memperjuangkan hak atas kebun plasma, yang selama ini tidak dipenuhi oleh pihak perusahaan. Apalagi masyarakat sudah mengantongi surat pernyataan dari direktur perusahan.

“Kebun plasma seluas 20 persen dari luas kebun perusahaan itu kan memang hak masyarakat dan soal itu sudah ada aturannya. Wajar kalau masyarakat menuntut hak mereka, karena selama ini perusahaan hanya berjanji saja,” ucap Rimbun.

Baca Juga :  BPK Mulai Audit Proyek Jambu Kristal

Ia menambahkan, aksi masyarakat didampingi organisasi daerah yang menuntut realisasi kebun plasma 20 persen untuk Desa Pondok Damar beberapa hari lalu merupakan luapan kekecewaan masyarakat atas sikap perusahaan yang mengingkari janji memenuhi kewajiban 20 persen kebun plasma untuk masyarakat.

“Masalah ini hanya satu dari sekian banyak masalah yang terjadi di Kabupaten Kotim. Banyaknya masalah serupa menunjukkan perlu adanya ketegasan pemerintah dalam menegakkan aturan. beberapa perusahaan berdalih belum merealisasikan kebun plasma karena masih mengurus perizinan. Ironisnya, perusahaan terus beroperasi dan memanen sawit di lahan yang dijanjikan itu,” ujar Rimbun.

Dia melihat banyak kejanggalan seperti ini dan sudah sering terjadi. Bahkan diduga tidak sedikit perusahaan yang belum memiliki hak guna usaha (HGU) maupun melakukan penanaman di luar HGU. Dugaan pelanggaran aturan itu sudah sering disampaikan masyarakat dan legislator kepada pemerintah daerah. Sayangnya, hingga kini seolah diabaikan. Sementara hak kebun plasma untuk masyarakat juga banyak yang belum direalisasikan.

“Masalah sengketa lahan dengan masyarakat juga masih marak dan belum diselesaikan hingga tuntas. Tim yang dibentuk pemerintah daerah juga dinilai tidak mampu secara tegas menyelesaikan masalah-masalah, sehingga jadi berlarut-larut dan dikeluhkan masyarakat,” kata Rimbun.

Tuntutan masyarakat itu, lanjutnya, bukan berarti antiinvestasi. Masyarakat menyambut baik kehadiran investor. Akan tetapi, investasi yang dilakukan harus dibarengi dengan penghargaan atas hak-hak masyarakat.

“Kita ini bicara hak yang sudah diatur pemerintah, bukan masyarakat yang mengada-ada. Tinggal bagaimana sikap perusahaan, mau patuh atau tidak terhadap aturan itu. Dan bagaimana pemerintah menyikapi perusahaan yang tidak menaati aturan yang sudah ditetapkan,” pungkasnya. (bah/ce/ala/ko)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/