PALANGKA RAYA–Plt Direktur RSUD Doris Sylvanus dr. Suyuti Syamsul, mengungkap kondisi keuangan rumah sakit yang sempat mengalami defisit cukup besar, namun kini tengah menjalani pemulihan secara bertahap dan terukur.
RSUD Doris Sylvanus Dulu Pernah Untung Besar, Kini Terlilit Utang,Kok Bisa?
Saat dibincangi awak media, ia menyebutkan bahwa dari total kewajiban sebesar Rp120 miliar, sekitar Rp60 miliar sudah berhasil diangsur.
RSUD Doris Sylvanus Terlilit Utang, Apakah 1500 Tekon Ada yang Dikorbankan?
“Memang benar, ada defisit yang cukup besar, tapi saat ini kita sudah berjalan di jalur pemulihan. Kami fokus menjaga agar operasional rumah sakit tetap berjalan, sambil menyelesaikan utang-utang, terutama yang berkaitan dengan obat-obatan dan bahan medis habis pakai,” ujar dr Suyuti Syamsul, Senin (2/6/2025).
Menurut dr Suyuti, sebagian besar utang obat-obatan bahkan sudah terselesaikan hingga Desember 2024.
Sementara utang jasa layanan tenaga kesehatan, yang sempat disebut tertunggak hingga tujuh bulan, diklarifikasi hanya menyisakan tiga bulan karena proses klaim BPJS memang memerlukan waktu dua bulan pasca pelayanan.
Untuk mempercepat penyelesaian kewajiban, sejumlah langkah efisiensi drastis telah ditempuh. Insentif untuk pejabat dipotong hingga 30 persen, berbagai honorarium dihentikan, terutama yang dianggap tumpang tindih dengan tugas pokok. Bahkan kegiatan sederhana seperti menghadiri rapat yang sebelumnya mendapat honor kini ditiadakan.
“Dari efisiensi ini saja, kita bisa hemat hingga Rp10 miliar per tahun. Ini yang kami gunakan untuk mengansur utang dan menjaga cash flow rumah sakit tetap berjalan,” terangnya.
Selain itu, RSUD Doris kini mulai melangkah ke arah digitalisasi sistem manajemen rumah sakit. Dengan sistem yang lebih modern dan transparan, diharapkan proses penghitungan dan pembayaran jasa layanan dapat dipercepat.
Targetnya, mulai tahun depan pembayaran jasa dilakukan maksimal tanggal 10 setiap bulan.
Salah satu tantangan terbesar menurut Suyuti adalah beban tetap (fixed cost) dari tenaga kontrak yang jumlahnya mencapai sekitar 1.500 orang.
“Kami belum melakukan PHK. Tapi kami hentikan dulu penerimaan pegawai kontrak baru. Bahkan dokter spesialis tidak dikontrak, tapi kita posisikan sebagai dokter mitra. Dibayar jika ada pasien, sesuai jam pelayanan,” jelasnya.
Suyuti menambahkan, praktik ini lazim diterapkan di banyak rumah sakit untuk menghindari beban anggaran yang terus membengkak. Langkah-langkah efisiensi ini bukan tanpa tantangan. Ia menyadari bahwa sebagian staf mungkin merasa terganggu dengan reformasi yang dijalankan.
“Saya maklum dan mohon maaf kepada staf. Tapi ini harus kita tempuh demi menyelamatkan rumah sakit. Yang penting, hak-hak pegawai tetap kami upayakan dibayarkan sebaik mungkin,” tegasnya.
Dengan kemampuan saat ini yang memungkinkan cicilan utang sekitar Rp10 miliar per bulan, dan utang baru yang relatif kecil, ia optimis RSUD Doris bisa kembali sehat.
“Kalau ritmenya stabil, saya berani jamin, bulan Oktober–November 2025, RSUD Doris sudah aman. Bukan hanya bertahan, tapi bisa mulai ekspansi layanan,” tandasnya. (zia/*afa/ala)