Jumat, Oktober 4, 2024
25.3 C
Palangkaraya

Terungkap dalam Sidang, Anggaran Uang Makan Atlet Koni Kotim Sebesar Rp1 Miliar

PALANGKA RAYA–Lima orang saksi dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

Sidang terkait penggunaan dana hibah dari pemkab untuk KONI tahun anggaran 2021-2023 itu digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (3/10/2024).

Para saksi yang dihadirkan dalam sidang kali ini adalah sejumlah pengusaha di Kota Sampit, yang diketahui memiliki keterkaitan dengan KONI Kotim ataupun dengan kegiatan porprov yang digelar di Kotim pada 2023 lalu.

Kelima saksi itu adalah Nurrahmi (pemilik usaha katering), Royansyah (pengusaha sablon), Artha Kusuma (pengusaha perlengkapan olahraga), Sunarto (pengusaha apparel olahraga), dan Rafi’i Hamdi. Kelima saksi tersebut secara bergiliran memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Agung Sulistiyono.

Sementara, tim JPU dari Kejaksaan Tinggi Kalteng yang hadir adalah Sustine Pridawati SH, Suparman SH, dan Yanti Kristiana SH.

Sama seperti sidang sebelumnya, kedua terdakwa dalam kasus ini, Ketua KONI Kotim H Ahyar Umar dan Sekretaris KONI Bani Purwoko, mengikuti persidangan dengan didampingi penasihat hukum mereka, Pua Hadinata SH dan Lukas Posy SH.

Terhadap para saksi ditanyakan terkait aliran dana yang pernah mereka peroleh dari pihak KONI, terutama dari kedua terdakwa.

Nurrahmi menjadi saksi pertama yang menyampaikan keterangan. Pemilik usaha katering itu mengaku pernah mendapat pesanan (order) katering dari pihak KONI Kotim saat kegiatan porprov yang digelar pada 2023 lalu.

“Pesanan katering khusus untuk tim atlet kontingen Kabupaten Kotim, order katering itu sebesar Rp1.078.250.000,” terang pemilik Putri Mayang Catering itu, seraya menambahkan bahwa dirinya mendapatkan pesanan katering itu setelah terlebih dahulu mengajukan proposal penawaran ke pihak KONI Kotim.

Nurrahmi mengatakan, pesanan katering senilai Rp 1.078.280.000 tersebut dibayar sepenuhnya oleh KONI Kotim tanpa ada potongan.

“Tidak ada satu sen pun yang dipotong,” terang Nurrahmi.

Kemudian, saksi Sunarto yang merupakan pemilik toko apparel olahraga mengakui pernah mendapat pesanan dari KONI Kotim untuk pengadaan pakaian olahraga.

Sunarto membenarkan saat ketua majelis hakim membacakan keterangan yang diberikannya dalam BAP, yang menyebut pada tahun 2023 lalu KONI Kotim pernah empat kali melakukan pemesanan barang berupa perlengkapan olahraga, mulai dari training, baju atau jersey atlet, topi, hingga ID card.

Ia membenarkan nilai pesanan barang itu dimulai dari yang bernilai jutaan rupiah hingga ratusan juta rupiah.

Pembayaran pesanan dari pihak KONI diterima secara langsung (tunai) maupun lewat transfer.

“Barang diserahkan atau langsung uangnya diterima begitu,? tanya hakim Agung.

“Bertahap, ada yang transfer dan cash,” kata Sunarto, lalu menyebut total uang yang diterimanya mencapai Rp977 juta.

Sunarto juga membenarkan bahwa, pembayaran dari KONI Kotim sesuai dengan harga barang yang dipesan. “Semua sudah sesuai dan tidak ada potongan,” tutur Sunarto.

Terdakwa Akhyar Umar sempat menanggapi keterangan saksi Sunarto. Ketua KONI Kotim itu menjelaskan, dari berbagai pesanan barang tersebut, hanya sebagian yang digunakan khusus untuk kegiatan KONI Kotim.

Baca Juga :  BPN: Dokumen Verklaring Sudah Tak Berlaku

Akhyar menuding pihak JPU mencampuradukkan pesanan barang yang digunakan untuk kegiatan KONI Kotim dan pesanan barang untuk kegiatan porprov.

“Yang diterangkan pesanan barang tahun 2023, sedangkan yang dibacakan dalam berita acara tadi ada yang untuk kegiatan porprov dan itu bukan kegiatan (dilakukan) oleh KONI,” kata Ahyar Umar.

Sanggahan dari Ahyar Umar ini dikuatkan oleh terdakwa Bani Purwoko. Bani mengatakan, sejumlah pemesanan barang untuk kegiatan porprov ke pihak Sunarto bukan dilakukan oleh dirinya selaku bendahara KONI Kotim, melainkan oleh pihak panitia porprov.

“Untuk tiga pesanan barang tadi yang senilai seratus juta, yang dua ratus juta sekian, dan yang empat juta delapan ratus rupiah itu lain saya yang pesan, itu panitia porprov yang membayarnya, Yang Mulia,” sanggah terdakwa Bani.

Sunarto pun menanggapi keberatan para terdakwa atas keterangannya. Ia mengatakan, dirinya memang tidak mengetahui apakah pesanan barang ke tokonya itu digunakan untuk kegiatan porprov atau kegiatan KONI Kotim.

“Untuk masalah itu, porprov atau KONI, saya kurang paham, yang saya tahu ketika ada pesanan kami layani, ada lagi pesanan barang dari yang ini, ya kami layani,” terang Sunarto, kemudian membenarkan bahwa pesanan barang tersebut bukan oleh terdakwa Bani.

“Oh iya, yang bayar itu orang sekretariat (panitia porprov),” kata Sunarto kepada ketua majelis hakim.

Saksi ketiga yang dihadirkan adalah Artha Kusuma, pemilik toko peralatan olahraga. Dalam keterangan, ia mengatakan bahwa tempat usahanya pernah melayani pemesanan berbagai peralatan olahraga oleh sejumlah organisasi cabang olahraga (cabor) di Kota Sampit.

“Tahun 2021 ada pesanan dari cabor senam, tahun 2022 (pesanan) dari tenis meja, lalu dari Perbasi, dari Pasi dan Percasi, dari cabor drumband, dan lainnya,” terang saksi kepada hakim.

Nilai pesanan peralatan olahraga dari berbagai cabor itu bervariasi, dari angka jutaan hingga puluhan juta rupiah. Pemilik toko peralatan olahraga Merie Sport itu mengaku bahwa seluruh pembayaran pemesanan itu dilakukan oleh KONI Kotim.

“Yang bayar itu orang KONI, sering oleh staf KONI,” kata Artha yang menyebutkan pembayaran dilakukan secara tunai maupun melalui transfer. Dia juga menerangkan, pihaknya menyerahkan nota sebagai bukti pembayaran dari pihak KONI.

Saksi juga menerangkan bahwa tempat usahanya tidak pernah menerima pemesanan peralatan dari pihak KONI Kotim.

“KONI tidak pernah pesan, cuma bayar saja,” terang saksi saat ditanya jaksa Suparman.

Ditambahkannya, pembayaran oleh pihak KONI Kotim sesuai dengan harga peralatan olahraga yang dipesan oleh cabor.

“Apakah saudara tidak pernah memberikan semacam potongan harga atau diskon atau semacam komisi,” tanya jaksa kepada saksi Artha.

“Tidak ada, semua sesuai harga yang dipesan,” jawab saksi.

Sesudah Artha Kusuma, giliran Rafi’i Hamdi dan Royansyah memberikan keterangan. Berbeda dengan kesaksian tiga saksi sebelumnya, Rafii dan Royansyah lebih singkat memberikan keterangan, karena pemilik usaha sablon dan digital printing itu mengaku tidak pernah berurusan dengan kedua terdakwa.

Baca Juga :  Hadir di Kalteng, Ponpes Ora Aji Assalam Bawa Misi Mulia untuk Indonesia

“Cuman dengan panitia porprov dari cabang futsal,” terang Rafi’i saat ditanya hakim.

Diterangkannya, saat pelaksanaan porprov di Kotim, panitia cabor futsal pernah memesan kaus dan tas dengan total harga sekitar Rp2 juta.

Saat ditanya hakim kenapa uang yang diterima hanya Rp2 juta, sedangkan dalam nota tertera Rp35 juta, dengan entengnya Rafii menjawab tidak tahu. “Saya cuman dikasih nota kosong yang tertulis panitia porprov,” terangnya saat ditanya oleh penasihat hukum terdakwa, Pua Hardinata.

Sementara, Royanshah mengaku pernah menerima pesanan untuk membuat plakat maskot untuk porprov dengan nilai Rp1.350.000,- dan karangan bunga untuk pengurus olahraga senilai Rp650 ribu.

Kurang lebih dua jam lamanya kelima saksi memberikan keterangan dalam persidangan itu. Sidang kasus tipikor penggunaan dana hibah dari Pemkab Kotim untuk KONI Kotim TA 2021-2023 itu akan digelar kembali pada hari Selasa pekan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadrikan JPU.

Ditemui usai sidang, penasihat hukum dari kedua terdakwa, Pua Hardinata, dalam keterangannya kepada wartawan mengatakan, pihaknya mempertanyakan dasar nilai kerugian negara sebesar Rp9.238.985.034 yang dituding oleh pihak jaksa penuntut kepada kliennya.

Menurut Pua, dari fakta persidangan dan keterangan sekitar 45 saksi yang sudah dihadirkan dalam persidangan kasus ini, belum ada satu pun yang bisa memberikan penjelasan terkait adanya perbuatan kedua terdakwa yang menimbulkan kerugian negara sebesar itu.

“Dari fakta persidangan, ternyata tidak ada menyentuh sama sekali dengan kerugian negara yang begitu besar, seperti yang dituduhkan yang sampai hampir sepuluh milliar rupiah itu, jangan kan itu (kerugian negara), satu miliar saja tidak ada,” kata Pua.

Demi memperjelas kasus perkara tipikor ini, Pua mendesak agar jaksa penuntut segera menghadirkan sejumlah saksi penting.

Pua menyebutkan nama Drs H Fajrurrahman (mantan Sekda Kotim) dan pejabat Dispora Kotim Wawan Setiabudi untuk segera dihadirkan dalam persidangan.

“Apalagi Wawan Setiabudi, karena beliau sudah tiga kali dipanggil jaksa, tetapi selalu ada alasan untuk berhalangan hadir,” tuturnya.

Kehadiran Wawan dalam persidangan sangat penting, karena merupakan pejabat yang memiliki kewenangan terhadap sejumlah pengelolaan kegiatan fisik dan keuangan yang berhubungan dengan dana hibah yang diberikan pemkab untuk KONI Kotim.

Lalu, kehadiran Fajrurrahman juga dianggap penting, karena merupakan pejabat negara yang melakukan koordinasi dengan berbagai instansi di lingkungan Pemkab Kotim, termasuk dengan dispora dan KONI.

Agar para saksi penting ini bisa hadir dalam persidangan, Pua mendesak pihak jaksa untuk menerapkan Undang-Undang Tipikor Pasal 21 dan 22 terkait upaya menghalang-halangi kegiatan penyelidikan dan persidangan perkara korupsi. Selain dua nama pejabat Pemkab Kotim itu, Pua juga menyinggung nama Dadang, seorang anggota DPRD Kotim.

Menurutnya, Dadang perlu dihadirikan karena ada SPJ-nya yang sudah masuk ke Dinas Pendapatan Keuangan Daerah (DPKD) sebesar Rp350 juta, tetapi ditarik kembali oleh jaksa dan dijadikan barang bukti,” pungkas Pua. (sja/ce/ala)

PALANGKA RAYA–Lima orang saksi dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang lanjutan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).

Sidang terkait penggunaan dana hibah dari pemkab untuk KONI tahun anggaran 2021-2023 itu digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya, Kamis (3/10/2024).

Para saksi yang dihadirkan dalam sidang kali ini adalah sejumlah pengusaha di Kota Sampit, yang diketahui memiliki keterkaitan dengan KONI Kotim ataupun dengan kegiatan porprov yang digelar di Kotim pada 2023 lalu.

Kelima saksi itu adalah Nurrahmi (pemilik usaha katering), Royansyah (pengusaha sablon), Artha Kusuma (pengusaha perlengkapan olahraga), Sunarto (pengusaha apparel olahraga), dan Rafi’i Hamdi. Kelima saksi tersebut secara bergiliran memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim yang diketuai oleh Agung Sulistiyono.

Sementara, tim JPU dari Kejaksaan Tinggi Kalteng yang hadir adalah Sustine Pridawati SH, Suparman SH, dan Yanti Kristiana SH.

Sama seperti sidang sebelumnya, kedua terdakwa dalam kasus ini, Ketua KONI Kotim H Ahyar Umar dan Sekretaris KONI Bani Purwoko, mengikuti persidangan dengan didampingi penasihat hukum mereka, Pua Hadinata SH dan Lukas Posy SH.

Terhadap para saksi ditanyakan terkait aliran dana yang pernah mereka peroleh dari pihak KONI, terutama dari kedua terdakwa.

Nurrahmi menjadi saksi pertama yang menyampaikan keterangan. Pemilik usaha katering itu mengaku pernah mendapat pesanan (order) katering dari pihak KONI Kotim saat kegiatan porprov yang digelar pada 2023 lalu.

“Pesanan katering khusus untuk tim atlet kontingen Kabupaten Kotim, order katering itu sebesar Rp1.078.250.000,” terang pemilik Putri Mayang Catering itu, seraya menambahkan bahwa dirinya mendapatkan pesanan katering itu setelah terlebih dahulu mengajukan proposal penawaran ke pihak KONI Kotim.

Nurrahmi mengatakan, pesanan katering senilai Rp 1.078.280.000 tersebut dibayar sepenuhnya oleh KONI Kotim tanpa ada potongan.

“Tidak ada satu sen pun yang dipotong,” terang Nurrahmi.

Kemudian, saksi Sunarto yang merupakan pemilik toko apparel olahraga mengakui pernah mendapat pesanan dari KONI Kotim untuk pengadaan pakaian olahraga.

Sunarto membenarkan saat ketua majelis hakim membacakan keterangan yang diberikannya dalam BAP, yang menyebut pada tahun 2023 lalu KONI Kotim pernah empat kali melakukan pemesanan barang berupa perlengkapan olahraga, mulai dari training, baju atau jersey atlet, topi, hingga ID card.

Ia membenarkan nilai pesanan barang itu dimulai dari yang bernilai jutaan rupiah hingga ratusan juta rupiah.

Pembayaran pesanan dari pihak KONI diterima secara langsung (tunai) maupun lewat transfer.

“Barang diserahkan atau langsung uangnya diterima begitu,? tanya hakim Agung.

“Bertahap, ada yang transfer dan cash,” kata Sunarto, lalu menyebut total uang yang diterimanya mencapai Rp977 juta.

Sunarto juga membenarkan bahwa, pembayaran dari KONI Kotim sesuai dengan harga barang yang dipesan. “Semua sudah sesuai dan tidak ada potongan,” tutur Sunarto.

Terdakwa Akhyar Umar sempat menanggapi keterangan saksi Sunarto. Ketua KONI Kotim itu menjelaskan, dari berbagai pesanan barang tersebut, hanya sebagian yang digunakan khusus untuk kegiatan KONI Kotim.

Baca Juga :  BPN: Dokumen Verklaring Sudah Tak Berlaku

Akhyar menuding pihak JPU mencampuradukkan pesanan barang yang digunakan untuk kegiatan KONI Kotim dan pesanan barang untuk kegiatan porprov.

“Yang diterangkan pesanan barang tahun 2023, sedangkan yang dibacakan dalam berita acara tadi ada yang untuk kegiatan porprov dan itu bukan kegiatan (dilakukan) oleh KONI,” kata Ahyar Umar.

Sanggahan dari Ahyar Umar ini dikuatkan oleh terdakwa Bani Purwoko. Bani mengatakan, sejumlah pemesanan barang untuk kegiatan porprov ke pihak Sunarto bukan dilakukan oleh dirinya selaku bendahara KONI Kotim, melainkan oleh pihak panitia porprov.

“Untuk tiga pesanan barang tadi yang senilai seratus juta, yang dua ratus juta sekian, dan yang empat juta delapan ratus rupiah itu lain saya yang pesan, itu panitia porprov yang membayarnya, Yang Mulia,” sanggah terdakwa Bani.

Sunarto pun menanggapi keberatan para terdakwa atas keterangannya. Ia mengatakan, dirinya memang tidak mengetahui apakah pesanan barang ke tokonya itu digunakan untuk kegiatan porprov atau kegiatan KONI Kotim.

“Untuk masalah itu, porprov atau KONI, saya kurang paham, yang saya tahu ketika ada pesanan kami layani, ada lagi pesanan barang dari yang ini, ya kami layani,” terang Sunarto, kemudian membenarkan bahwa pesanan barang tersebut bukan oleh terdakwa Bani.

“Oh iya, yang bayar itu orang sekretariat (panitia porprov),” kata Sunarto kepada ketua majelis hakim.

Saksi ketiga yang dihadirkan adalah Artha Kusuma, pemilik toko peralatan olahraga. Dalam keterangan, ia mengatakan bahwa tempat usahanya pernah melayani pemesanan berbagai peralatan olahraga oleh sejumlah organisasi cabang olahraga (cabor) di Kota Sampit.

“Tahun 2021 ada pesanan dari cabor senam, tahun 2022 (pesanan) dari tenis meja, lalu dari Perbasi, dari Pasi dan Percasi, dari cabor drumband, dan lainnya,” terang saksi kepada hakim.

Nilai pesanan peralatan olahraga dari berbagai cabor itu bervariasi, dari angka jutaan hingga puluhan juta rupiah. Pemilik toko peralatan olahraga Merie Sport itu mengaku bahwa seluruh pembayaran pemesanan itu dilakukan oleh KONI Kotim.

“Yang bayar itu orang KONI, sering oleh staf KONI,” kata Artha yang menyebutkan pembayaran dilakukan secara tunai maupun melalui transfer. Dia juga menerangkan, pihaknya menyerahkan nota sebagai bukti pembayaran dari pihak KONI.

Saksi juga menerangkan bahwa tempat usahanya tidak pernah menerima pemesanan peralatan dari pihak KONI Kotim.

“KONI tidak pernah pesan, cuma bayar saja,” terang saksi saat ditanya jaksa Suparman.

Ditambahkannya, pembayaran oleh pihak KONI Kotim sesuai dengan harga peralatan olahraga yang dipesan oleh cabor.

“Apakah saudara tidak pernah memberikan semacam potongan harga atau diskon atau semacam komisi,” tanya jaksa kepada saksi Artha.

“Tidak ada, semua sesuai harga yang dipesan,” jawab saksi.

Sesudah Artha Kusuma, giliran Rafi’i Hamdi dan Royansyah memberikan keterangan. Berbeda dengan kesaksian tiga saksi sebelumnya, Rafii dan Royansyah lebih singkat memberikan keterangan, karena pemilik usaha sablon dan digital printing itu mengaku tidak pernah berurusan dengan kedua terdakwa.

Baca Juga :  Hadir di Kalteng, Ponpes Ora Aji Assalam Bawa Misi Mulia untuk Indonesia

“Cuman dengan panitia porprov dari cabang futsal,” terang Rafi’i saat ditanya hakim.

Diterangkannya, saat pelaksanaan porprov di Kotim, panitia cabor futsal pernah memesan kaus dan tas dengan total harga sekitar Rp2 juta.

Saat ditanya hakim kenapa uang yang diterima hanya Rp2 juta, sedangkan dalam nota tertera Rp35 juta, dengan entengnya Rafii menjawab tidak tahu. “Saya cuman dikasih nota kosong yang tertulis panitia porprov,” terangnya saat ditanya oleh penasihat hukum terdakwa, Pua Hardinata.

Sementara, Royanshah mengaku pernah menerima pesanan untuk membuat plakat maskot untuk porprov dengan nilai Rp1.350.000,- dan karangan bunga untuk pengurus olahraga senilai Rp650 ribu.

Kurang lebih dua jam lamanya kelima saksi memberikan keterangan dalam persidangan itu. Sidang kasus tipikor penggunaan dana hibah dari Pemkab Kotim untuk KONI Kotim TA 2021-2023 itu akan digelar kembali pada hari Selasa pekan, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadrikan JPU.

Ditemui usai sidang, penasihat hukum dari kedua terdakwa, Pua Hardinata, dalam keterangannya kepada wartawan mengatakan, pihaknya mempertanyakan dasar nilai kerugian negara sebesar Rp9.238.985.034 yang dituding oleh pihak jaksa penuntut kepada kliennya.

Menurut Pua, dari fakta persidangan dan keterangan sekitar 45 saksi yang sudah dihadirkan dalam persidangan kasus ini, belum ada satu pun yang bisa memberikan penjelasan terkait adanya perbuatan kedua terdakwa yang menimbulkan kerugian negara sebesar itu.

“Dari fakta persidangan, ternyata tidak ada menyentuh sama sekali dengan kerugian negara yang begitu besar, seperti yang dituduhkan yang sampai hampir sepuluh milliar rupiah itu, jangan kan itu (kerugian negara), satu miliar saja tidak ada,” kata Pua.

Demi memperjelas kasus perkara tipikor ini, Pua mendesak agar jaksa penuntut segera menghadirkan sejumlah saksi penting.

Pua menyebutkan nama Drs H Fajrurrahman (mantan Sekda Kotim) dan pejabat Dispora Kotim Wawan Setiabudi untuk segera dihadirkan dalam persidangan.

“Apalagi Wawan Setiabudi, karena beliau sudah tiga kali dipanggil jaksa, tetapi selalu ada alasan untuk berhalangan hadir,” tuturnya.

Kehadiran Wawan dalam persidangan sangat penting, karena merupakan pejabat yang memiliki kewenangan terhadap sejumlah pengelolaan kegiatan fisik dan keuangan yang berhubungan dengan dana hibah yang diberikan pemkab untuk KONI Kotim.

Lalu, kehadiran Fajrurrahman juga dianggap penting, karena merupakan pejabat negara yang melakukan koordinasi dengan berbagai instansi di lingkungan Pemkab Kotim, termasuk dengan dispora dan KONI.

Agar para saksi penting ini bisa hadir dalam persidangan, Pua mendesak pihak jaksa untuk menerapkan Undang-Undang Tipikor Pasal 21 dan 22 terkait upaya menghalang-halangi kegiatan penyelidikan dan persidangan perkara korupsi. Selain dua nama pejabat Pemkab Kotim itu, Pua juga menyinggung nama Dadang, seorang anggota DPRD Kotim.

Menurutnya, Dadang perlu dihadirikan karena ada SPJ-nya yang sudah masuk ke Dinas Pendapatan Keuangan Daerah (DPKD) sebesar Rp350 juta, tetapi ditarik kembali oleh jaksa dan dijadikan barang bukti,” pungkas Pua. (sja/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/