Ada Sekolah Terancam Tutup karena Kekurangan Peserta Didik
PALANGKA RAYA-Penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun pelajaran 2024/2025 telah selesai dilaksanakan di Kalimantan Tengah (Kalteng). Namun ada ketimpangan yang signifikan antarsekolah, khususnya pada jenjang sekolah menengah atas (SMA) sederajat. Banyak aduan yang dilayangkan kepada wakil rakyat di DPRD Kalteng terkait kesenjangan di sektor pendidikan itu.
Ketua Komisi III DPRD Kalteng Siti Nafsiah menemukan aduan para tenaga pendidik, bahwa ada indikasi di beberapa sekolah. Ia menyebut ada sekolah yang menerima peserta didik melebihi kapasitas. Pelaksanaan PPDB tidak sesuai dengan ketetapan dalam petunjuk teknis atau keputusan tentang kuota rombongan belajar.
“Sementara di sekolah-sekolah lain justru kekurangan peserta didik, sehingga tidak tercapai daya tampung minimal yang telah direncanakan. Fenomena ini menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi peserta didik, itu perlu segera diatasi untuk memastikan pemerataan kualitas pendidikan di wilayah Kalteng,” kata Siti kepada media, Minggu (4/8/2024).
Menurutnya, kesenjangan antarsekolah bukanlah isu yang baru dalam sistem pendidikan di Kalteng. Namun ia menemukan permasalahan tersebut makin menonjol tahun ini dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak. Adanya disparitas yang signifikan dalam penerimaan peserta didik, berdampak pada keberlangsungan operasional beberapa sekolah.
Kondisi ketidakmerataan akses pendidikan juga mengancam eksistensi beberapa sekolah yang kekurangan peserta didik. Sekolah-sekolah yang dianggap favorit di wilayah perkotaan, cenderung mengalami kelebihan peserta didik dibandingkan kuota yang disiapkan.
“Sebaliknya, sekolah-sekolah yang bukan favorit justru kekurangan peserta didik. Ketimpangan ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas sistem zonasi dan distribusi fasilitas pendidikan di Kalteng,” tutur kader Partai Golkar tersebut.
Ia mencontohkan SMA Negeri 1 Buntok, Kabupaten Barito Selatan, yang tahun ini menerima kurang lebih 268 peserta didik baru. Padahal daya tampunnya cukup untuk 150 peserta didik baru.
Berbanding terbalik dengan sekolah tetangga, SMA Negeri 2 Buntok. Meski jarak sekolah tersebut sangat dekat dengan SMA Negeri 1 Buntok, tetapi pada PPDB kemarin sekolah tersebut hanya menerima kurang lebih 24 peserta didik baru.
“Kondisi ini dapat mengancam keberlangsungan SMA Negeri 2 Buntok, sekolah terancam tutup karena kekurangan peserta didik,” tuturnya.
Total peserta didik dari kelas X hingga XII di SMA Negeri 2 Buntok hanya berjumlah kurang lebih 67 siswa. Padahal sekolah tersebut memiliki kurang lebih 30 orang tenaga pengajar.
Menurutnya, keadaan ini menggambarkan betapa sepinya SMA Negeri 2 Buntok di tengah hiruk-pikuk kota dan menandakan ketidakmerataan yang sangat kontras dalam distribusi peserta didik. Salah satu faktor utama yang menyebabkan kesenjangan ini adalah kecenderungan masyarakat untuk memilih sekolah-sekolah favorit.
Sekolah favorit dianggap memiliki kualitas pendidikan yang lebih baik dan fasilitas yang lebih lengkap. Hal itu menyebabkan sekolah-sekolah favorit cenderung menerima peserta didik dalam jumlah yang banyak, bahkan sampai melebihi kapasitas atau daya tampung.
“Selain itu, terdapat indikasi praktik-praktik yang tidak sesuai dengan regulasi, seperti penerimaan peserta didik melalui jalur belakang, yang makin memperparah masalah ini,” ungkapnya.
Nafsiah menyebut, sekolah-sekolah favorit sering kali memanfaatkan itu untuk menarik peserta didik sebanyak mungkin, dengan harapan mendapatkan alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang lebih besar.
Akibatnya, sekolah-sekolah non-favorit terpinggirkan dan menghadapi ancaman penutupan, karena tidak memiliki jumlah peserta didik yang memadai untuk operasional. Situasi itu menciptakan siklus kesenjangan yang sulit diputus, di mana sekolah-sekolah dengan sedikit peserta didik tidak dapat meningkatkan fasilitas atau mutu pengajaran karena keterbatasan dana, sehingga tetap tidak menarik bagi calon peserta didik baru dan orang tua.
Dampak dari ketimpangan ini tidak bisa dianggap sepele. Ketidakadilan dalam akses pendidikan menimbulkan dampak jangka panjang terhadap pengembangan sumber daya manusia di Kalteng. Daerah yang memiliki sekolah-sekolah terpinggirkan akan mengalami stagnasi dalam pembangunan sumber daya manusia, yang pada akhirnya dapat memperlambat kemajuan ekonomi dan sosial.
“Selain itu, ketimpangan ini juga mengakibatkan peningkatan tekanan pada sekolah-sekolah favorit yang menerima peserta didik melebihi kapasitas, mengganggu proses pembelajaran yang efektif dan efisien,” tutur politikus dari dapil I tersebut.
Oleh sebab itu, Komisi III DPRD Provinsi Kalteng mengusulkan beberapa langkah konkret untuk mengatasi kesenjangan tersebut. Pertama, diperlukan revisi pelaksanaan kebijakan zonasi yang lebih ketat dan adil, memastikan bahwa distribusi peserta didik sesuai dengan kapasitas sekolah yang tersedia di tiap zona.
“Pemerintah daerah harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya berlaku di atas kertas, tetapi benar-benar diimplementasikan dengan konsisten di lapangan,” tegasnya.
Kedua, kata Siti Nafsiah, perlu ada prioritas peningkatan kualitas dan fasilitas sekolah-sekolah yang kekurangan peserta didik. Dengan meningkatkan kualitas dan fasilitas pendidikan, diharapkan sekolah-sekolah itu menjadi lebih menarik bagi calon peserta didik dan orang tua.
Berikutnya, perlu ada kampanye edukasi dan sosialisasi yang masif untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai sekolah nonfavorit. Pemerintah dan pihak terkait harus bekerja sama untuk menghilangkan stigma negatif terhadap sekolah-sekolah tertentu dan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemerataan pendidikan.
Terakhir, pengawasan dan evaluasi berkala terhadap pelaksanaan PPDB harus ditingkatkan. Dinas pendidikan dan pihak terkait harus memastikan bahwa semua proses berjalan sesuai petunjuk teknis dan mengidentifikasi praktik-praktik yang menyimpang dari regulasi.
“Transparansi dalam proses penerimaan peserta didik harus dijaga agar kepercayaan masyarakat terhadap sistem pendidikan dapat dipulihkan,” tegas Siti.
Ia menyadari bahwa masalah kesenjangan pendidikan itu adalah tantangan kompleks yang memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak.
“Komisi III DPRD Provinsi Kalteng berkomitmen untuk terus mengawal upaya pemerataan pendidikan di Kalteng. Kami berharap melalui langkah-langkah strategis yang diusulkan, kesenjangan dapat diminimalkan, dan tiap anak di Kalteng dapat memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pendidikan berkualitas. Pendidikan yang inklusif dan merata adalah kunci untuk mencapai kemajuan yang berkelanjutan dan menciptakan generasi mendatang yang lebih berkualitas,” tegasnya. (irj/ce/ala)