Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Mengenal HM Sanusi, Pejuang dari Bumi Handep Hapakat 

Pedagang Tikar yang Tak Gentar Berjuang

PULANG PISAU-Nama Haji Muhammad Sanusi atau HM Sanusi tidak asing bagi masyarakat Kabupaten Pulang Pisau. Pria kelahiran 1898 itu tercatat sebagai pahlawan perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No.Pol.162/X/1975/PK, tanggal 29 November 1975, yang saat itu dijabat HM S Mintaredja SH.

Bahkan nama HM Sanusi telah diabadikan menjadi nama stadion kebanggaan masyarakat Kabupaten Pulang Pisau, yang diresmikan pada 2017 lalu oleh H Edy Pratowo yang saat itu menjabat Bupati Pulang Pisau.

HM Sanusi merupakan putra dari pasangan H Abdul Gafoer-Adung. HM Sanusi meninggal dunia pada usia 79 tahun, tepatnya pada 24 April 1977. HM Sanusi dimakamkan di Kelurahan Bereng, Kecamatan Kahayan Hilir, tak jauh dari rumah mertuanya Matal Uning. HM Sanusi menikahi anak ke-2 Matal Uning bernama Hamsiah.

Rumah Tua Matal Uning yang diperkirakan berumur ratusan tahun itu, dahulu merupakan tempat tinggal HM Sanusi. Rumah tua tersebut menjadi saksi bisu perjuangan HM Sanusi.

“Pada zaman penjajahan Belanda, Rumah Tua Matal Uning sering digunakan sebagai tempat rapat para tokoh perintis kemerdekaan Pulang Pisau dalam hal mempersiapkan sekaligus mempererat persatuan dan kesatuan para pejuang perintis kemerdekaan,” ungkap Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pulang Pisau Renhas Atrilus, Rabu (9/11/2022).

Haji Muhammad Sanusi atau HM Sanusi

Dari penelusuran Kalteng Pos, HM Sanusi memiliki perawakan tinggi dan memiliki kebiasaan menyisir rambut. Ke mana-mana selalu berpakaian rapi. Dalam keseharian, HM Sanusi dikenal sebagai seorang muslim yang taat pada ajaran agama.

Peran HM Sanusi dalam kemerdekaan Indonesia cukup sentral, yakni menjadi penghubung antara pejuang Kalimantan dan pejuang wilayah Jawa. Salah satu yang dilakukan HM Sanusi adalah ikut serta dalam organisasi Sarekat Islam pimpinan Haji Omar Said Tjokroaminoto yang dikenal sebagai guru Soekarno di tahun 1924.

Semasa muda, HM Sanusi bekerja sebagai pedagang tikar dengan menggunakan kapal dagang. Karena zaman itu transportasi antarwilayah di Kalimantan didominasi jalur sungai. Di sela-sela aktivitas berdagang, melalui organisasi Sarekat Islam HM Sanusi mulai menyuarakan kemerdekaan, menentang kekejaman penjajahan Belanda dan Jepang. HM Sanusi bersama pejuang lainnya tak gentar dan terus berjuang.

Baca Juga :  Bentengi Generasi Muda dari Bahaya Narkoba

Dalam karya ilmiah Nolla Ressa Putrianty tahun 2018 berjudul; HM Sanusi Pejuang Perintis Kemerdekaan di Bumi Handep Hapakat, ditulis bahwa sosok Sanusi muda merupakan pedagang tikar yang begitu aktif dalam organisasi Sarekat Islam pimpinan Haji Omar Said atau H.O.S Tjoktominoto.

Bahkan kiprahnya dalam Organisasi Sarekat Islam makin dikuatkan ketika tanggal 6-8 Februari 1926, saat berusia 28 tahun, HM Sanusi muda sudah nekat berangkat ke Bandung mewakili seluruh anggota Partai Sarekat Islam Kuala Kapuas dalam Persidangan Congres Al-Islam Hindia V. Dari penelusuran sejarah, kongres tersebut merupakan prakongres sebelum Kongres Dunia Islam yang akan diadakan di Makkah.

Profesinya sebagai pedagang besar kala itu memudahkan ruang gerak Sanusi dalam mendukung perjuangan kemerdekaan. Ia sering bepergian ke Banjarmasin bahkan hingga ke Pulau Jawa dengan alasan perniagaan. Padahal secara terselubung ia mengikuti pergerakan para pejuang saat itu.

Sepulangnya ke Banjarmasin dan Kalteng, Hanusi tidak kesulitan masuk ke berbagai tempat untuk menyebarkan pesan-pesan kemerdekaan kepada para pejuang lokal. Para polisi Belanda saat itu sama sekali tidak membaca sepak terjang HM Sanusi.

Sebagai tokoh pejuang intelektual, rupanya HM Sanusi berteman akrab dengan pahlawan asal Kalimantan Tengah yakni George Obus atau dikenal G. Obus. Rupanya kedua berkawan sejak berjuang di Banjarmasin.

Bahkan berkas tanda perjuangan HM Sanusi disaksikan dan ditandatangani langsung oleh George Obus yang kala itu merupakan pensiunan Residen Kalimantan Tengah.

Pada tanggal 5 April 1979, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah mengeluarkan keputusan nomor 3-II-3DPRD/1979 tentang pernyataan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah untuk memberikan penghargaan kepada pejuang nasional perintis kemerdekaan Republik Indonesia atas nama George Obus dan Haji Mochamad Sanusi.

Perlu Mengangkat Lagi Nama Pahlawan Kalteng

Hari Pahlawan menjadi momen yang tepat untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Hari Pahlawan diperingati tiap 10 November. Di Kalteng pun ada banyak pahlawan daerah. Seperti yang disampaikan sejarawan Kalteng, Irfan Wahid. Menurutnya, salah satu pahlawan yang paling dikenal yakni Tjilik Riwut. Tokoh yang aktif di bidang kemiliteran ini menjadi yang begitu dikenang oleh masyarakat Kalimantan Tengah.

Baca Juga :  Harga Pupuk Naik karena Tambahan Ongkir

“Tokoh Dayak asal Kalteng itu bukan hanya aktif dalam bidang kemiliteran sebagai seorang tentara, tapi ia juga ikut berperan dalam pemerintahan sebagai Gubernur Kalimantan Tengah tahun 1958. Sebelumnya ia juga berjasa dalam aksi penerjunan pertama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Desa Sambi, 17 Oktober 1947,” ucap Irfan, Senin (7/11).

Tjilik Riwut bertanggung jawab sebagai penunjuk jalan bagi tim yang berjumlah 13 orang itu. Untuk mengenang peristiwa penting dalam sejarah AURI ini, tanggal 17 Oktober ditetapkan sebagai Hari Pasukan Khas TNI-AU.

Pahlawan Kalteng yang juga terkenal adalah Temenggung Suropati, kepala suku Dayak Bakumpai. Ia terlibat dalam perang Barito dan menghancurkan kekuasaan kolonialisme Belanda di wilayah itu.

“Ia sendiri menjadi salah satu tokoh pejuang yang menggerakkan rakyat Barito melawan Belanda dalam Perang Barito tahun 1865 hingga 1905,” sebut Irfan.

Menurutnya, ada banyak nama pahlawan Kalteng yang perlu diangkat lagi. Terbukti ada banyak nama pahlawan yang diabadikan menjadi nama jalan di Kota Palangka Raya.

“Ada banyak nama pahlawan daerah yang perlu kita angkat kembali, nama-nama mereka diabadikan sebagai nama jalan di Kota Palangka Raya, seperti George Obus, RTA Milono, Mahir Mahar, dan beberapa nama lain, saya piker jasa mereka untuk Kalteng sangat membekas,” ucap Irpan.

Terkait nama-nama yang belum terdaftar sebagai pahlawan seperti Panglima Batur dan Emanuel Nuhan, menurutnya ada regulasi yang perlu dipenuhi. Penentuan ada di Kementerian Dalam Negeri.

“Imanuel Nuhan dan Panglima Batur memiliki peran bagi Kalimantan Tengah, mereka hidup di era yang berbeda, satunya pada pra kemerdekaan, sementara satunya lagi pascakemerdekaan, mungkin saja ada beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi dahulu agar bisa dikukuhkan menjadi nama pahlawan nasional, soal itu saya kurang mengerti, tapi yang terpenting kita tahu bahwa peran mereka cukup besar untuk Kalimantan Tengah,” pungkas Irfan. (art/ce/irj)

PULANG PISAU-Nama Haji Muhammad Sanusi atau HM Sanusi tidak asing bagi masyarakat Kabupaten Pulang Pisau. Pria kelahiran 1898 itu tercatat sebagai pahlawan perintis pergerakan kebangsaan/kemerdekaan berdasarkan Keputusan Menteri Sosial RI No.Pol.162/X/1975/PK, tanggal 29 November 1975, yang saat itu dijabat HM S Mintaredja SH.

Bahkan nama HM Sanusi telah diabadikan menjadi nama stadion kebanggaan masyarakat Kabupaten Pulang Pisau, yang diresmikan pada 2017 lalu oleh H Edy Pratowo yang saat itu menjabat Bupati Pulang Pisau.

HM Sanusi merupakan putra dari pasangan H Abdul Gafoer-Adung. HM Sanusi meninggal dunia pada usia 79 tahun, tepatnya pada 24 April 1977. HM Sanusi dimakamkan di Kelurahan Bereng, Kecamatan Kahayan Hilir, tak jauh dari rumah mertuanya Matal Uning. HM Sanusi menikahi anak ke-2 Matal Uning bernama Hamsiah.

Rumah Tua Matal Uning yang diperkirakan berumur ratusan tahun itu, dahulu merupakan tempat tinggal HM Sanusi. Rumah tua tersebut menjadi saksi bisu perjuangan HM Sanusi.

“Pada zaman penjajahan Belanda, Rumah Tua Matal Uning sering digunakan sebagai tempat rapat para tokoh perintis kemerdekaan Pulang Pisau dalam hal mempersiapkan sekaligus mempererat persatuan dan kesatuan para pejuang perintis kemerdekaan,” ungkap Kepala Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pulang Pisau Renhas Atrilus, Rabu (9/11/2022).

Haji Muhammad Sanusi atau HM Sanusi

Dari penelusuran Kalteng Pos, HM Sanusi memiliki perawakan tinggi dan memiliki kebiasaan menyisir rambut. Ke mana-mana selalu berpakaian rapi. Dalam keseharian, HM Sanusi dikenal sebagai seorang muslim yang taat pada ajaran agama.

Peran HM Sanusi dalam kemerdekaan Indonesia cukup sentral, yakni menjadi penghubung antara pejuang Kalimantan dan pejuang wilayah Jawa. Salah satu yang dilakukan HM Sanusi adalah ikut serta dalam organisasi Sarekat Islam pimpinan Haji Omar Said Tjokroaminoto yang dikenal sebagai guru Soekarno di tahun 1924.

Semasa muda, HM Sanusi bekerja sebagai pedagang tikar dengan menggunakan kapal dagang. Karena zaman itu transportasi antarwilayah di Kalimantan didominasi jalur sungai. Di sela-sela aktivitas berdagang, melalui organisasi Sarekat Islam HM Sanusi mulai menyuarakan kemerdekaan, menentang kekejaman penjajahan Belanda dan Jepang. HM Sanusi bersama pejuang lainnya tak gentar dan terus berjuang.

Baca Juga :  Bentengi Generasi Muda dari Bahaya Narkoba

Dalam karya ilmiah Nolla Ressa Putrianty tahun 2018 berjudul; HM Sanusi Pejuang Perintis Kemerdekaan di Bumi Handep Hapakat, ditulis bahwa sosok Sanusi muda merupakan pedagang tikar yang begitu aktif dalam organisasi Sarekat Islam pimpinan Haji Omar Said atau H.O.S Tjoktominoto.

Bahkan kiprahnya dalam Organisasi Sarekat Islam makin dikuatkan ketika tanggal 6-8 Februari 1926, saat berusia 28 tahun, HM Sanusi muda sudah nekat berangkat ke Bandung mewakili seluruh anggota Partai Sarekat Islam Kuala Kapuas dalam Persidangan Congres Al-Islam Hindia V. Dari penelusuran sejarah, kongres tersebut merupakan prakongres sebelum Kongres Dunia Islam yang akan diadakan di Makkah.

Profesinya sebagai pedagang besar kala itu memudahkan ruang gerak Sanusi dalam mendukung perjuangan kemerdekaan. Ia sering bepergian ke Banjarmasin bahkan hingga ke Pulau Jawa dengan alasan perniagaan. Padahal secara terselubung ia mengikuti pergerakan para pejuang saat itu.

Sepulangnya ke Banjarmasin dan Kalteng, Hanusi tidak kesulitan masuk ke berbagai tempat untuk menyebarkan pesan-pesan kemerdekaan kepada para pejuang lokal. Para polisi Belanda saat itu sama sekali tidak membaca sepak terjang HM Sanusi.

Sebagai tokoh pejuang intelektual, rupanya HM Sanusi berteman akrab dengan pahlawan asal Kalimantan Tengah yakni George Obus atau dikenal G. Obus. Rupanya kedua berkawan sejak berjuang di Banjarmasin.

Bahkan berkas tanda perjuangan HM Sanusi disaksikan dan ditandatangani langsung oleh George Obus yang kala itu merupakan pensiunan Residen Kalimantan Tengah.

Pada tanggal 5 April 1979, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah mengeluarkan keputusan nomor 3-II-3DPRD/1979 tentang pernyataan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Kalimantan Tengah untuk memberikan penghargaan kepada pejuang nasional perintis kemerdekaan Republik Indonesia atas nama George Obus dan Haji Mochamad Sanusi.

Perlu Mengangkat Lagi Nama Pahlawan Kalteng

Hari Pahlawan menjadi momen yang tepat untuk mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang dalam merebut kemerdekaan Indonesia. Hari Pahlawan diperingati tiap 10 November. Di Kalteng pun ada banyak pahlawan daerah. Seperti yang disampaikan sejarawan Kalteng, Irfan Wahid. Menurutnya, salah satu pahlawan yang paling dikenal yakni Tjilik Riwut. Tokoh yang aktif di bidang kemiliteran ini menjadi yang begitu dikenang oleh masyarakat Kalimantan Tengah.

Baca Juga :  Harga Pupuk Naik karena Tambahan Ongkir

“Tokoh Dayak asal Kalteng itu bukan hanya aktif dalam bidang kemiliteran sebagai seorang tentara, tapi ia juga ikut berperan dalam pemerintahan sebagai Gubernur Kalimantan Tengah tahun 1958. Sebelumnya ia juga berjasa dalam aksi penerjunan pertama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia di Desa Sambi, 17 Oktober 1947,” ucap Irfan, Senin (7/11).

Tjilik Riwut bertanggung jawab sebagai penunjuk jalan bagi tim yang berjumlah 13 orang itu. Untuk mengenang peristiwa penting dalam sejarah AURI ini, tanggal 17 Oktober ditetapkan sebagai Hari Pasukan Khas TNI-AU.

Pahlawan Kalteng yang juga terkenal adalah Temenggung Suropati, kepala suku Dayak Bakumpai. Ia terlibat dalam perang Barito dan menghancurkan kekuasaan kolonialisme Belanda di wilayah itu.

“Ia sendiri menjadi salah satu tokoh pejuang yang menggerakkan rakyat Barito melawan Belanda dalam Perang Barito tahun 1865 hingga 1905,” sebut Irfan.

Menurutnya, ada banyak nama pahlawan Kalteng yang perlu diangkat lagi. Terbukti ada banyak nama pahlawan yang diabadikan menjadi nama jalan di Kota Palangka Raya.

“Ada banyak nama pahlawan daerah yang perlu kita angkat kembali, nama-nama mereka diabadikan sebagai nama jalan di Kota Palangka Raya, seperti George Obus, RTA Milono, Mahir Mahar, dan beberapa nama lain, saya piker jasa mereka untuk Kalteng sangat membekas,” ucap Irpan.

Terkait nama-nama yang belum terdaftar sebagai pahlawan seperti Panglima Batur dan Emanuel Nuhan, menurutnya ada regulasi yang perlu dipenuhi. Penentuan ada di Kementerian Dalam Negeri.

“Imanuel Nuhan dan Panglima Batur memiliki peran bagi Kalimantan Tengah, mereka hidup di era yang berbeda, satunya pada pra kemerdekaan, sementara satunya lagi pascakemerdekaan, mungkin saja ada beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi dahulu agar bisa dikukuhkan menjadi nama pahlawan nasional, soal itu saya kurang mengerti, tapi yang terpenting kita tahu bahwa peran mereka cukup besar untuk Kalimantan Tengah,” pungkas Irfan. (art/ce/irj)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/