Senin, November 25, 2024
26.6 C
Palangkaraya

Pernikahan Dini Picu Masalah Kesehatan

PALANGKA RAYA-Pernikahan usia dini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah di Bumi Tambun Bungai ini. Pasalnya, pernikahan usia anak di Kalteng tercatat cukup tinggi secara nasional, dengan menempati urutan kelima tahun 2021. Hal ini memicu terjadinya masalah kesehatan serius yang berpotensi besar dialami pasangan yang menikah usia muda.

 

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng Linae Victoria Aden mengatakan, perkawinan usia anak di Kalteng masih cukup tinggi. Perkawinan usia anak secara definitif adalah perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Tingginya perkawinan usia anak di Kalteng disebabkan banyak faktor, seperti kondisi ekonomi, sosial, dan budaya.

 

“Pemicu perkawinan usia dini itu beragam, bisa karena faktor ekonomi, kemiskinan, kondisi sosial, dan budaya,” jelasnya kepada wartawan, Jumat (9/12/2022).

 

Saat ini, beber Linae, daerah di Kalteng dengan angka pernikahan usia anak tertinggi adalah Kabupaten Kapuas, sesuai data terbaru yang pihaknya terima (data tahun 2021). “Namun di daerah-daerah lain, saya pikir sama ya, berisiko juga, karena geografia kita yang cukup luas, jadi kita juga perlu melihat keterjangkauan untuk edukasi dan promosi dalam upaya menekan penikahan usia anak,” bebernya.

 

Hal yang dapat dilakukan dalam mencegah perkawinan usia anak adalah pola asuh yang baik. “Pola asuh anak harus dilakukan sedini mungkin oleh orang tua, tentunya harus didukung juga sektor-sektor lain, termasuk pendidikan dan agama, itu penting,” tuturnya.

Baca Juga :  Dokter Ungkap Efek Diabetes pada Perempuan

 

Menurut Linae, perkawinan usia anak bisa menyebabkan beberapa masalah kesehatan, khususnya bagi perempuan. Sebab perempuan masih berada pada usia perkembangan dan bisa dikatakan belum memadai untuk melahirkan. Dalam rentang usia 0-18 tahun masih mengalami tahap perkembangan, baik fisik maupun psikis.

 

“Bisa dibayangkan kalau fisik belum siap untuk hamil, tapi karena terpaksa menikah, tentunya tidak tertutup kemungkinan akan hamil, mengandung, kemudian melahirkan, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak baik untuk kesehatannya, ada risiko pendarahan, keguguran, dan lain-lain yang tentu saja tidak baik untuk tubuh,” jelasnya.

 

Sementara dari segi psikis, lanjut Linae, perkawinan usia anak punya risiko terjadi kekerasan dalam rumah tangga, karena pasangan belum matang secara psikis. “Apabila belum siap untuk menjadi seorang ibu ataua ayah, nantinya juga akan berpengaruh pada pengasuhan anak,” tambahnya.

 

Dalam upaya menurunkan angka perkawinan usia dini, jelas Liane, pihaknya terus melakukan sosialisasi bersama organisasi kepemudaan terkait yang berperan aktif dalam pemberdayaan pemuda, perempuan, dan pemberdayaan anak. Pihaknya juga bekerja sama dengan dokter-dokter dan organisasi profesi untuk memberikan edukasi dampak perkawinan usia anak bagi organ reproduksi perempuan, apabila belum siap untuk mengandung dan melahirkan.

 

“Karena ada banyak dampak jeleknya, itu menjadi upaya kami untuk menunda kehamilan pasangan muda, dan tentunya menunda perkawinan hingga matang usianya,” tuturnya.

Baca Juga :  Tarif PCR di Kalteng Lebih Murah Dibandingkan Jawa-Bali

 

Perihal dampak kesehatan dari pernikahan usia anak juga dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalteng dr Suyuti Syamsul. Senada penjelasan kepala DP3APPKB, Suyuti menyoroti segi ketidaksiapan fisik dan psikis pasangan yang menikah pada usia dini.

 

Poin pertama yang disoroti adalah ketidaksiapan fisik. Dijelaskan Suyuti, usia hamil yang ideal bagi seorang perempuan yakni di atas 20 tahun.

 

“Kalau di bawah 20 tahun itu kami anggap organ reproduksi belum siap. Rahimnya belum siap, janinnya belum siap, jalan lahirnya belum siap, panggulnya belum siap, bahkan pertumbuhan tulang belum selesai. Sehingga kalau dia hamil dan menyusui, maka kalsium yang ada di dalam tubuhnya itu akan tertarik. Kemudian risiko pendarahan akan tinggi, karena sistem reproduksi belum siap,” jelas Suyuti kepada wartawan, Jumat (9/12/2022).

 

Poin kedua yang disoroti adalah kesiapan mental seseorang yang menikah di usia anak ketika sudah memiliki anak. Menurut Suyuti, proses mendidik anak bukanlah hal yang mudah. Ketika seseorang menikah, tapi belum matang secara mental, bisa menyebabkan anak yang dilahrikan tidak terurus atau malah menimbulkan perilaku kekerasan terhadap anak.

 

“Makanya kami terus mengimbau agar jangan sampai menikah pada usia dini, kalaupun ada pasangan usia dini yang hamil, kami akan rutin melakukan pemantauan dan pemeriksaan kesehatan,” pungkasnya. (dan/ce/ala)

PALANGKA RAYA-Pernikahan usia dini harus menjadi perhatian serius pemerintah daerah di Bumi Tambun Bungai ini. Pasalnya, pernikahan usia anak di Kalteng tercatat cukup tinggi secara nasional, dengan menempati urutan kelima tahun 2021. Hal ini memicu terjadinya masalah kesehatan serius yang berpotensi besar dialami pasangan yang menikah usia muda.

 

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kalteng Linae Victoria Aden mengatakan, perkawinan usia anak di Kalteng masih cukup tinggi. Perkawinan usia anak secara definitif adalah perkawinan yang dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 18 tahun. Tingginya perkawinan usia anak di Kalteng disebabkan banyak faktor, seperti kondisi ekonomi, sosial, dan budaya.

 

“Pemicu perkawinan usia dini itu beragam, bisa karena faktor ekonomi, kemiskinan, kondisi sosial, dan budaya,” jelasnya kepada wartawan, Jumat (9/12/2022).

 

Saat ini, beber Linae, daerah di Kalteng dengan angka pernikahan usia anak tertinggi adalah Kabupaten Kapuas, sesuai data terbaru yang pihaknya terima (data tahun 2021). “Namun di daerah-daerah lain, saya pikir sama ya, berisiko juga, karena geografia kita yang cukup luas, jadi kita juga perlu melihat keterjangkauan untuk edukasi dan promosi dalam upaya menekan penikahan usia anak,” bebernya.

 

Hal yang dapat dilakukan dalam mencegah perkawinan usia anak adalah pola asuh yang baik. “Pola asuh anak harus dilakukan sedini mungkin oleh orang tua, tentunya harus didukung juga sektor-sektor lain, termasuk pendidikan dan agama, itu penting,” tuturnya.

Baca Juga :  Dokter Ungkap Efek Diabetes pada Perempuan

 

Menurut Linae, perkawinan usia anak bisa menyebabkan beberapa masalah kesehatan, khususnya bagi perempuan. Sebab perempuan masih berada pada usia perkembangan dan bisa dikatakan belum memadai untuk melahirkan. Dalam rentang usia 0-18 tahun masih mengalami tahap perkembangan, baik fisik maupun psikis.

 

“Bisa dibayangkan kalau fisik belum siap untuk hamil, tapi karena terpaksa menikah, tentunya tidak tertutup kemungkinan akan hamil, mengandung, kemudian melahirkan, bisa saja terjadi hal-hal yang tidak baik untuk kesehatannya, ada risiko pendarahan, keguguran, dan lain-lain yang tentu saja tidak baik untuk tubuh,” jelasnya.

 

Sementara dari segi psikis, lanjut Linae, perkawinan usia anak punya risiko terjadi kekerasan dalam rumah tangga, karena pasangan belum matang secara psikis. “Apabila belum siap untuk menjadi seorang ibu ataua ayah, nantinya juga akan berpengaruh pada pengasuhan anak,” tambahnya.

 

Dalam upaya menurunkan angka perkawinan usia dini, jelas Liane, pihaknya terus melakukan sosialisasi bersama organisasi kepemudaan terkait yang berperan aktif dalam pemberdayaan pemuda, perempuan, dan pemberdayaan anak. Pihaknya juga bekerja sama dengan dokter-dokter dan organisasi profesi untuk memberikan edukasi dampak perkawinan usia anak bagi organ reproduksi perempuan, apabila belum siap untuk mengandung dan melahirkan.

 

“Karena ada banyak dampak jeleknya, itu menjadi upaya kami untuk menunda kehamilan pasangan muda, dan tentunya menunda perkawinan hingga matang usianya,” tuturnya.

Baca Juga :  Tarif PCR di Kalteng Lebih Murah Dibandingkan Jawa-Bali

 

Perihal dampak kesehatan dari pernikahan usia anak juga dijelaskan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Kalteng dr Suyuti Syamsul. Senada penjelasan kepala DP3APPKB, Suyuti menyoroti segi ketidaksiapan fisik dan psikis pasangan yang menikah pada usia dini.

 

Poin pertama yang disoroti adalah ketidaksiapan fisik. Dijelaskan Suyuti, usia hamil yang ideal bagi seorang perempuan yakni di atas 20 tahun.

 

“Kalau di bawah 20 tahun itu kami anggap organ reproduksi belum siap. Rahimnya belum siap, janinnya belum siap, jalan lahirnya belum siap, panggulnya belum siap, bahkan pertumbuhan tulang belum selesai. Sehingga kalau dia hamil dan menyusui, maka kalsium yang ada di dalam tubuhnya itu akan tertarik. Kemudian risiko pendarahan akan tinggi, karena sistem reproduksi belum siap,” jelas Suyuti kepada wartawan, Jumat (9/12/2022).

 

Poin kedua yang disoroti adalah kesiapan mental seseorang yang menikah di usia anak ketika sudah memiliki anak. Menurut Suyuti, proses mendidik anak bukanlah hal yang mudah. Ketika seseorang menikah, tapi belum matang secara mental, bisa menyebabkan anak yang dilahrikan tidak terurus atau malah menimbulkan perilaku kekerasan terhadap anak.

 

“Makanya kami terus mengimbau agar jangan sampai menikah pada usia dini, kalaupun ada pasangan usia dini yang hamil, kami akan rutin melakukan pemantauan dan pemeriksaan kesehatan,” pungkasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/