Jumat, November 22, 2024
30.8 C
Palangkaraya

Boleh Kritis, Asal Sesuai dengan Prinsip Akademis

Dalam menyampaikan aspirasi kenaikan harga bahan bakar minya (BBM), tak melulu harus melakukan demonstrasi. Kalangan mahasiswa juga bisa melakukan dengan cara lain, yakni dengan cara berdiskusi.

Akhmad Dhani, Palangka Raya

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kabinet Hapakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) menyelenggarakan diskusi kabinet, Jumat (9/9). Diskusi kabinet digelar di salah satu hotel itu dalam rangka menyikapi keadaan perekonomian Indonesia saat ini, khususnya pada kenaikan harga BBM untuk memperjelas peran mahasiswa sebagai pribadi yang berintelektual dan kritis guna menyikapi problematika perekonomian.

Mahasiswa yang menjadi peserta diskusi menyampaikan gagasannya terkait isu tersebut. Diskusi menampilkan argumen pro dan kontra dari setiap mahasiswa yang menyampaikan pendapatnya. Duduk di kursi depan, ada Wakil Dekan III FEB UPR, Dr Sunaryo dan Fitria, selaku dosen akutansi FEB UPR. Di penghujung diskusi tersebut pendapat mengerucut pada argumentasi yang berimbang. Yaitu kebijakan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM merupakan pilihan yang sangat sulit, namun harus dilakukan.

Sunaryo mengatakan, kebijakan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM memang merupakan kebijakan yang sangat berat.  Namun hal ini juga menjadi beban pemerintah dalam APBN Rp500 triliun atau tiga kali lipat dari subsidi yang ditetapkan untuk tahun anggaran 2022. Oleh karena itu, pemerintah mempertimbangkan melalui kondisi ekonomi global yang dihadapkan oleh mereka.

“Maka mau tidak mau pemerintah melakukan kebijakan ini. Hal ini jelas berdampak, terutama pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah,”tuturnya.

Ia mengatakan, terkait masyarakat yang sangat terdampak oleh kebijakan ini pemerintah sudah menyiapkan skema-skema kredit yang akan diberikan untuk memacu perekonomian. “Jadi kalau pemerintah mencabut subsidi di sisi lain pemerintah juga akan memberikan solusi kepada masyarakat dan dunia usaha agar tetap eksis dalam menghadapi ini,” ucapnya.

Baca Juga :  Mampu Hasilkan PAD, Sampah TPA Dikembangkan Jadi Paving Block

“Kalau kebijakan ini tidak dilakukan maka anggaran kita akan sangat terbebani,”tambahnya.
Pakar ekonomi ini juga mengatakan beban anggaran untuk subsidi yang sangat besar ini ada baiknya dialihkan pada kegiatan pembangunan.

“Coba bayangkan kalau Rp500 triliun itu digunakan untuk sektor pembangunan segala infrastruktur atau pengembangan sumber daya manusia, pasti sangat luar biasa,” tuturnya.

Terkait kegiatan yang tengah diselenggarakan, Sunaryo berharap mahasiswa dapat menggunakan nalar kritisnya sesuai dengan prinsip-prinsip akademis. “Itulah yang perlu disosialisasikan kepada kalangan mahasiswa,”ucapnya.

Sunaryo juga berpesan sebelum mengambil tindakan, ada baiknya mahasiswa mengkritisi terlebih dahulu dengan mempertimbangkan melalui realitas yang terjadi. “Jadi sebelum mengambil tindakan, aksi, dan sebagainya, kritis dulu bagaimana melihat realitanya,”tuturnya.

Dr Fitria Husnatarina, Dosen Akuntansi FEB UPR yang menjadi narasumber sekaligus moderator diskusi pada acara malam itu mengatakan kebijakan pencabutan subsidi BBM memang harus dilakukan oleh pemerintah. Sebab banyak agenda strategis nasional salah satunya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang membutuhkan dana besar.

“Ada pembangunan infrastruktur di IKN. Ini program strategis nasional yang butuh dana besar. Kalau tidak dilakukan itu dengan salah satunya menarik sebagian subsidi akan terbengkalai,” tuturnya.
Ia berpendapat melalui penarikan sebagian subsidi BBM merupakan upaya kompensasi atau ganti rugi dari pemerintah terkait urgensi kebijakan untuk bagaimana memetakan masyarakat yang benar-bensr membutuhkan BBM bersubsidi mengingat konsumsi BBM bersubsidi kadang tidak tepat sasaran.

“Pemerintah bisa melakukan pemetaan masyarakat yang butuh di klaster mana karena kita sudah tahu di fakta lapangannya yang mengkonsumsi ini belum tentu tepat sasaran,” ucapnya.

Baca Juga :  Peletakan Batu Pertama pada 17 Ramadan

Maka dari itu ia melanjutkan, keputusan pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tidak populer seperti penarikan sebagian subsidi BBM ini pasti akan ada upaya kompensasi lain dari pemerintah untuk kepentingan orang banyak. “Saya yakin ada kebijakan kompensasi lainnya yang akan lebih tepat sasaran,” tuturnya.

Ekonom itu berpesan kepada segenap pihak agar memahami terlebih dahulu latar belakang pemerintah menelurkan kebijakan ini. “Ekonomi global sedang turbulensi dan mereka harus mengambil posisi di mana kemudian ‘pilot’ ini harus memutar arah kemudian mengambil kebijakan untuk landing, pahami dari kebijakan ini apa sebenarnya yang terbaik untuk kita,” ucapnya. “Intinya memahami lah terkait alasan kebijakan ini dikeluarkan,” tandasnya.

Ketua Panitia Penyelenggara Diskusi Kabinet, Geogery mengatakan dasar dari diselenggarakannya acara ini untuk menyikapi perekonomian Indonesia saat ini. Khususnya pada isu kenaikan BBM. Hal ini dilakukan demi menelaah kebijakan pemerintah lewat diskusi dan kepala dingin tanpa harus turun ke jalan.”Ini upaya kami duduk bersama dengan kepala dingin sehingga tercipta situasi yang kondusif tanpa harus turun ke jalan,”ucapnya.

Gubernur BEM FEB UPR Mikhael Doni Silap menambahkan, kegiatan ini merupakan salah satu program kerja BEM FEB UPR yang berbarengan dengan isu mengenai kenaikan harga BBM. “Maka dari itu kami melaksanakan kegiatan untuk membahas isu yang sedang ramai saat ini,” tuturnya.

“Harapannya agar kawan-kawan yang ikut di forum ini lebih kritis lagi dalam melihat problematika perekonomian,” tambahnya.(ram)

Dalam menyampaikan aspirasi kenaikan harga bahan bakar minya (BBM), tak melulu harus melakukan demonstrasi. Kalangan mahasiswa juga bisa melakukan dengan cara lain, yakni dengan cara berdiskusi.

Akhmad Dhani, Palangka Raya

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kabinet Hapakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Palangka Raya (UPR) menyelenggarakan diskusi kabinet, Jumat (9/9). Diskusi kabinet digelar di salah satu hotel itu dalam rangka menyikapi keadaan perekonomian Indonesia saat ini, khususnya pada kenaikan harga BBM untuk memperjelas peran mahasiswa sebagai pribadi yang berintelektual dan kritis guna menyikapi problematika perekonomian.

Mahasiswa yang menjadi peserta diskusi menyampaikan gagasannya terkait isu tersebut. Diskusi menampilkan argumen pro dan kontra dari setiap mahasiswa yang menyampaikan pendapatnya. Duduk di kursi depan, ada Wakil Dekan III FEB UPR, Dr Sunaryo dan Fitria, selaku dosen akutansi FEB UPR. Di penghujung diskusi tersebut pendapat mengerucut pada argumentasi yang berimbang. Yaitu kebijakan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM merupakan pilihan yang sangat sulit, namun harus dilakukan.

Sunaryo mengatakan, kebijakan pemerintah untuk mencabut subsidi BBM memang merupakan kebijakan yang sangat berat.  Namun hal ini juga menjadi beban pemerintah dalam APBN Rp500 triliun atau tiga kali lipat dari subsidi yang ditetapkan untuk tahun anggaran 2022. Oleh karena itu, pemerintah mempertimbangkan melalui kondisi ekonomi global yang dihadapkan oleh mereka.

“Maka mau tidak mau pemerintah melakukan kebijakan ini. Hal ini jelas berdampak, terutama pada masyarakat ekonomi menengah ke bawah,”tuturnya.

Ia mengatakan, terkait masyarakat yang sangat terdampak oleh kebijakan ini pemerintah sudah menyiapkan skema-skema kredit yang akan diberikan untuk memacu perekonomian. “Jadi kalau pemerintah mencabut subsidi di sisi lain pemerintah juga akan memberikan solusi kepada masyarakat dan dunia usaha agar tetap eksis dalam menghadapi ini,” ucapnya.

Baca Juga :  Mampu Hasilkan PAD, Sampah TPA Dikembangkan Jadi Paving Block

“Kalau kebijakan ini tidak dilakukan maka anggaran kita akan sangat terbebani,”tambahnya.
Pakar ekonomi ini juga mengatakan beban anggaran untuk subsidi yang sangat besar ini ada baiknya dialihkan pada kegiatan pembangunan.

“Coba bayangkan kalau Rp500 triliun itu digunakan untuk sektor pembangunan segala infrastruktur atau pengembangan sumber daya manusia, pasti sangat luar biasa,” tuturnya.

Terkait kegiatan yang tengah diselenggarakan, Sunaryo berharap mahasiswa dapat menggunakan nalar kritisnya sesuai dengan prinsip-prinsip akademis. “Itulah yang perlu disosialisasikan kepada kalangan mahasiswa,”ucapnya.

Sunaryo juga berpesan sebelum mengambil tindakan, ada baiknya mahasiswa mengkritisi terlebih dahulu dengan mempertimbangkan melalui realitas yang terjadi. “Jadi sebelum mengambil tindakan, aksi, dan sebagainya, kritis dulu bagaimana melihat realitanya,”tuturnya.

Dr Fitria Husnatarina, Dosen Akuntansi FEB UPR yang menjadi narasumber sekaligus moderator diskusi pada acara malam itu mengatakan kebijakan pencabutan subsidi BBM memang harus dilakukan oleh pemerintah. Sebab banyak agenda strategis nasional salah satunya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang membutuhkan dana besar.

“Ada pembangunan infrastruktur di IKN. Ini program strategis nasional yang butuh dana besar. Kalau tidak dilakukan itu dengan salah satunya menarik sebagian subsidi akan terbengkalai,” tuturnya.
Ia berpendapat melalui penarikan sebagian subsidi BBM merupakan upaya kompensasi atau ganti rugi dari pemerintah terkait urgensi kebijakan untuk bagaimana memetakan masyarakat yang benar-bensr membutuhkan BBM bersubsidi mengingat konsumsi BBM bersubsidi kadang tidak tepat sasaran.

“Pemerintah bisa melakukan pemetaan masyarakat yang butuh di klaster mana karena kita sudah tahu di fakta lapangannya yang mengkonsumsi ini belum tentu tepat sasaran,” ucapnya.

Baca Juga :  Peletakan Batu Pertama pada 17 Ramadan

Maka dari itu ia melanjutkan, keputusan pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tidak populer seperti penarikan sebagian subsidi BBM ini pasti akan ada upaya kompensasi lain dari pemerintah untuk kepentingan orang banyak. “Saya yakin ada kebijakan kompensasi lainnya yang akan lebih tepat sasaran,” tuturnya.

Ekonom itu berpesan kepada segenap pihak agar memahami terlebih dahulu latar belakang pemerintah menelurkan kebijakan ini. “Ekonomi global sedang turbulensi dan mereka harus mengambil posisi di mana kemudian ‘pilot’ ini harus memutar arah kemudian mengambil kebijakan untuk landing, pahami dari kebijakan ini apa sebenarnya yang terbaik untuk kita,” ucapnya. “Intinya memahami lah terkait alasan kebijakan ini dikeluarkan,” tandasnya.

Ketua Panitia Penyelenggara Diskusi Kabinet, Geogery mengatakan dasar dari diselenggarakannya acara ini untuk menyikapi perekonomian Indonesia saat ini. Khususnya pada isu kenaikan BBM. Hal ini dilakukan demi menelaah kebijakan pemerintah lewat diskusi dan kepala dingin tanpa harus turun ke jalan.”Ini upaya kami duduk bersama dengan kepala dingin sehingga tercipta situasi yang kondusif tanpa harus turun ke jalan,”ucapnya.

Gubernur BEM FEB UPR Mikhael Doni Silap menambahkan, kegiatan ini merupakan salah satu program kerja BEM FEB UPR yang berbarengan dengan isu mengenai kenaikan harga BBM. “Maka dari itu kami melaksanakan kegiatan untuk membahas isu yang sedang ramai saat ini,” tuturnya.

“Harapannya agar kawan-kawan yang ikut di forum ini lebih kritis lagi dalam melihat problematika perekonomian,” tambahnya.(ram)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/