Jumat, November 1, 2024
24.2 C
Palangkaraya

Peletakan Batu Pertama pada 17 Ramadan

Sejarah telah mengukir kisah, perjuangan tokoh islam dan dukungan pemerintah menjadikan Masjid Raya Darussalam berdiri kokoh dan megah di tengah kota. Menjadi kebanggaan umat islam di Bumi Tambun Bungai.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

KETUA Umum Pengurus Badan Pengelola Masjid Raya Darussalam (BPMRD), Khairil Anwar yang mendapat amanah menjabat sebagai ketua umum peride 2019-2023 tentu paham betul sejarah panjang berdirinya masjid yang beralamatkan di Jalan George Obos yang menjadi Islamic Center Palangka Raya ini.

Kala itu, Kalteng yang sebagian masyarakatnya penganut agama Islam bercita-cita mempunyai sebuah masjid raya yang dapat dibanggakan dan digunakan pada saat ini dan yang akan datang. Dimulai pada Tanggal 16 September 1982, diadakan pertemuan di Aula Kantor Wali Kota Palangka Raya yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Palangka Raya saat itu Kadiyoto.

Pertemuan itu menghadirkan 23 orang yang terdiri dari ulama, cendekiawan muslim, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pimpinan organisasi kemasyarakatan. Pertemuan itu melahirkan dua kesepakatan. Pertama, sepakat untuk mendirikan masjid raya Provinsi Kalteng di Palangka Raya sebagai Islamic Centre. Kedua, untuk membangun masjid raya tersebut akan membentuk panitia pembangunan  dalam bentuk surat keputusan yang diterbitkan oleh Pj Gubernur Kalteng saat itu Eddy Sabara.

Namun, proses pembangunan masjid raya tidak serta merta dapat dilakukan, karena harus mendapat dukungan penuh dari semua kalangan. Terutama berkenaan dengan tanah yang diperuntukkan untuk pembangunan masjid raya. Wali kota Palangka Raya dan gubernur pun mendukung sepenuhnya rencana pembangunan masjid dengan keluarnya SK Wali Kota Madya Palangka Raya Nomor: 027/D.1.7/VII-1982 dan Nomor: KA.208/D.1.&/1982 Tanggal 3 Juni 1982 tentang penunjukan tanah negara untuk lokasi masjid raya seluas 20 hektare.

Dukungan gubernur diberikan dengan mengeluarkan SK Nomor: T. 93-82/06 tentang pencadangan tanah dan izin pembebasan tanah kepada Badan Kesejahteraan Masjid Kalteng yang terletak di Jalan George Obos Kilometer 3 Palangka Raya.

“Akhirnya pada Tanggal 9 Januari 1984, terbitlah SK gubernur Kalteng Nomor : 451/05/523/ Binsos tentang Panitia Pembangunan Masjid Raya Darussalam,” kata Khairil kepada Kalteng Pos.

Dengan terbentuknya kepanitiaan, hal pertama yang diperlukan yakni pendanaan. Dukungan gubernur sebagai ketua umum dalam kepanitiaan menyampaikan surat dan proposal kepada presiden RI untuk mendapatkan  bantuan   pembangunan  masjid  raya   secara   lengkap  senilai  Rp1,6 miliar lebih pada Bulan Januari 1985. Permohonan itu terealisasi pada Desember 1985. Presiden RI memberikan bantuan sebesar Rp250 juta dan tahapan berikutnya presiden RI Kembali membantu Rp 75 juta.

“Akhirnya pada Mei 1986 bertepatan dengan 17 Ramadan 1406 Hijriyah, dilakukan peletakan batu pertama arah kiblat oleh Gubernur Kalteng Gatot Amrih, sebagai tanda dimulainya proyek pembangunan masjid raya dengan dana tahap pertama Rp 240 juta,” ucapnya.

Baca Juga :  Pemprov Dorong Percepatan Vaksinasi

Mengingat pembangunan masjid ray aini diperlukan dana yang cukup besar untuk melengkapi fasilitas lainnya sehingga layak disebut sebagai Islamic Center, panitia mengalami kesulitan sumber pendanaan. Pada Juli 1986, dibentuklah Yayasan Pusat Pengembangan Islam yang disingkat YAPPI.

“Dengan dibentuknya YAPPI ini diharapkan pembangunan komplek Islamic Center seluas 20 hektar dapat berjalan dengan lancar,” tegasnya.

Dijelaskan rector IAIN Palangka Raya ini, pembangunan masjid terus berlanjut hingga Tahun 1987-1988 dengan menghabiskan dana Rp606 juta lebih. Sumber pendanaan ini berasal dari presiden RI, Departemen Agama RI, proyek sarana kehidupan beragama, proyek pembangunan ousat kegiatan Islam, Pemda Tingkat I Kalteng dan APBD Kalteng.

“Masjid Raya Darussalam Palangka Raya, sejak awal perencanaannya sampai pendiriannya pada tahun 1986, hanya diakui secara lisan sebagai sebuah masjid raya, meskipun belum ada surat keputusan penetapan secara tertulis,” kata pria yang juga sebagai Ketua MUI Kalteng ini.

Pihaknya menyebut, sejak awal Tahun 1988, masjid raya yang selanjutnya diberi nama Masjid Raya Darussalam Palangka Raya sudah dapat digunakan dan difungsikan untuk beribadah bagi umat muslim. Namun sejak berlakunya Keputusan Menteri Agama Nomor 394 Tahun 2004 tentang penetapan status masjid wilayah provinsi disebut masjid raya dan masjid pada wilayah kabupaten/kota disebut masjid agung, maka atas usulan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Kalteng kepada gubernur, akhirnya terbit keputusan gubernur Kalteng Nomor: 188.44/31/2010 Tanggal 20 Januari 2010, tentang Penetapan Status Masjid Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah adalah Masjid Raya Darussalam Palangka Raya.

“Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, secara legal formal dan administratif Masjid Raya Darussalam Palangka Raya ditetapkan menjadi Masjid Raya yang berkedudukan di ibukota Provinsi Kalimantan Tengah,” tegasnya.

Pria kelahiran Martapura ini menegaskan, setelah fase awal pembangunan Masjid Raya Darussalam, dilanjutkan dengan fase penyempurnaan dan pengembangan dengan berbagai fasilitas sekolah dan menara, yang dimulai pada masa Gubernur Teras Narang dan Wagub H Ahmad Diran. Mencermati kriteria masjid raya, tentu banyak persyaratan sarana dan prasarana yang harus dipenuhi, sehingga lebih sempurna dan lebih layak lagi disebut sebagai masjid raya.

Saat itu, lanjut Khairil, pada 2007 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono direncanakan akan melakukan kunjungan sekaligus safari Ramadan di Palangka Raya. Persiapan pun dilakukan dengan cermat, terutama hal-hal yang menyangkut agenda keagamaan salah satunya salat berjamaah di Masjid Raya Darussalam Palangka Raya.

Meskipun kunjungan tersebut pada akhirnya batal karena padatnya kegiatan Presiden RI, namun rencana kunjungan tersebut telah banyak membawa hikmah dan seakan-akan menuntun jalan untuk mempercepat pembangunan baru Masjid Raya Darussalam.

Baca Juga :  Mafia Tanah di Jalan Badak Hiu Putih Bermodal Surat Verklaring

Saat persiapan kunjungan presiden itu, Gubernur Klateng Teras Narang beserta jajaran meninjau masjid raya, ternyata arah kiblat masjid raya tidak sesuai dengan ketentuan dan posisi bangunan masjid raya, sehingga posisi jamaah saat melaksanakan salat menjadi miring dan membuat arah shaf salat tidak sejajar dengan dinding bangunan. Arah kiblat yang tidak sesuai dengan ketentuan itu, pertama kali diketahui oleh ahli Ilmu Falaq dan seorang pensiunan PNS Pengadilan Tinggi Agama Palangka Raya KH Iskandar Arsyad.

“Saat itu beliau (Iskandar,red) melakukan ceramah dan salat di Masjid Raya yang kebetulan membawa alat kompas sederhana. Informasi tersebut rupanya menjadi bahan diskusi dan penelitian mahasiswa STAIN Palangka Raya yang mendalami Ilmu Falaq,” ucapnya.

Akhirnnya, disimpulkan bahwa arah kiblat Masjid Raya Darussalam ternyata tidak sesuai dengan ketentuan dan posisi bangunan. Pendapat itu akhirnya diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Agama Palangka Raya yang telah melakukan pengukuran arah kiblat.

“Menyadari keadaan demikian, gubernur merasa tersentak, bagaimana mungkin membawa presiden salat di masjid yang posisi kiblatnya kurang tepat. Hal ini, bukanlah karena yang salat adalah presiden, atau karena arah kiblat miring sehingga menjadi tidak pantas untuk beribadah di Masjid Raya, tetapi lebih kepada kenyamanan dan tata artistik, yang sedikit banyak berpangaruh terhadap kenyamanan dan kekhusyu’an dalam beribadah,” bebernya.

Gubernur meminta pendapat dari berbagai kalangan, seperti pemuka agama, ulama, unsur kelembagaan organisasi Islam. Didapat kesimpulan saat itu, alangkah baiknya jika dilakukan penyempurnaan bangunan sehingga menghadap pada kiblat yang benar dan akustik yang bagus.

“Akhirnya pada 9 Oktober 2012, Gubernur Kalteng meletakkan batu pertama pembangunan Masjid Raya Darussalam, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Raya Darussalam dengan sumber pembiayaan pembangunan dari APBD Kalteng RP103 miliar dengan sistem anggaran tahun jamak (2012 – 2015),” ujar pria kelahiran Tahun 1963 ini.

Kemudian, akhir Februari 2015 tahap pembangunan Masjid Raya Darussalam Palangka Raya  dapat diselesaikan dan akhirnya masjid raya Darussalam Palangka Raya difungsikan untuk salat taraweh mulai bulan Ramadan.

Namun, pembangunan Masjid Raya Darussalam ini perlu penuntasan, sehingga pada masa jabatan Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran dilanjutkan dengan penuntasan beberapa fasilitas, seperti penuntasan menara, rehab masjid lama menjadi aula dan beberapa fasilitas lainnya.

“Untuk menara itu akan kami fungsikan wisata, masyarakat bisa melihat Palangka Raya sampai Bukit Tangkiling, selain itu juga kami kembangkan Darussalam Mart yakni pertokoan,” pungkasnya. (*/bersambung/ala)

Sejarah telah mengukir kisah, perjuangan tokoh islam dan dukungan pemerintah menjadikan Masjid Raya Darussalam berdiri kokoh dan megah di tengah kota. Menjadi kebanggaan umat islam di Bumi Tambun Bungai.

ANISA B WAHDAH, Palangka Raya

KETUA Umum Pengurus Badan Pengelola Masjid Raya Darussalam (BPMRD), Khairil Anwar yang mendapat amanah menjabat sebagai ketua umum peride 2019-2023 tentu paham betul sejarah panjang berdirinya masjid yang beralamatkan di Jalan George Obos yang menjadi Islamic Center Palangka Raya ini.

Kala itu, Kalteng yang sebagian masyarakatnya penganut agama Islam bercita-cita mempunyai sebuah masjid raya yang dapat dibanggakan dan digunakan pada saat ini dan yang akan datang. Dimulai pada Tanggal 16 September 1982, diadakan pertemuan di Aula Kantor Wali Kota Palangka Raya yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Palangka Raya saat itu Kadiyoto.

Pertemuan itu menghadirkan 23 orang yang terdiri dari ulama, cendekiawan muslim, tokoh agama, tokoh masyarakat dan pimpinan organisasi kemasyarakatan. Pertemuan itu melahirkan dua kesepakatan. Pertama, sepakat untuk mendirikan masjid raya Provinsi Kalteng di Palangka Raya sebagai Islamic Centre. Kedua, untuk membangun masjid raya tersebut akan membentuk panitia pembangunan  dalam bentuk surat keputusan yang diterbitkan oleh Pj Gubernur Kalteng saat itu Eddy Sabara.

Namun, proses pembangunan masjid raya tidak serta merta dapat dilakukan, karena harus mendapat dukungan penuh dari semua kalangan. Terutama berkenaan dengan tanah yang diperuntukkan untuk pembangunan masjid raya. Wali kota Palangka Raya dan gubernur pun mendukung sepenuhnya rencana pembangunan masjid dengan keluarnya SK Wali Kota Madya Palangka Raya Nomor: 027/D.1.7/VII-1982 dan Nomor: KA.208/D.1.&/1982 Tanggal 3 Juni 1982 tentang penunjukan tanah negara untuk lokasi masjid raya seluas 20 hektare.

Dukungan gubernur diberikan dengan mengeluarkan SK Nomor: T. 93-82/06 tentang pencadangan tanah dan izin pembebasan tanah kepada Badan Kesejahteraan Masjid Kalteng yang terletak di Jalan George Obos Kilometer 3 Palangka Raya.

“Akhirnya pada Tanggal 9 Januari 1984, terbitlah SK gubernur Kalteng Nomor : 451/05/523/ Binsos tentang Panitia Pembangunan Masjid Raya Darussalam,” kata Khairil kepada Kalteng Pos.

Dengan terbentuknya kepanitiaan, hal pertama yang diperlukan yakni pendanaan. Dukungan gubernur sebagai ketua umum dalam kepanitiaan menyampaikan surat dan proposal kepada presiden RI untuk mendapatkan  bantuan   pembangunan  masjid  raya   secara   lengkap  senilai  Rp1,6 miliar lebih pada Bulan Januari 1985. Permohonan itu terealisasi pada Desember 1985. Presiden RI memberikan bantuan sebesar Rp250 juta dan tahapan berikutnya presiden RI Kembali membantu Rp 75 juta.

“Akhirnya pada Mei 1986 bertepatan dengan 17 Ramadan 1406 Hijriyah, dilakukan peletakan batu pertama arah kiblat oleh Gubernur Kalteng Gatot Amrih, sebagai tanda dimulainya proyek pembangunan masjid raya dengan dana tahap pertama Rp 240 juta,” ucapnya.

Baca Juga :  Pemprov Dorong Percepatan Vaksinasi

Mengingat pembangunan masjid ray aini diperlukan dana yang cukup besar untuk melengkapi fasilitas lainnya sehingga layak disebut sebagai Islamic Center, panitia mengalami kesulitan sumber pendanaan. Pada Juli 1986, dibentuklah Yayasan Pusat Pengembangan Islam yang disingkat YAPPI.

“Dengan dibentuknya YAPPI ini diharapkan pembangunan komplek Islamic Center seluas 20 hektar dapat berjalan dengan lancar,” tegasnya.

Dijelaskan rector IAIN Palangka Raya ini, pembangunan masjid terus berlanjut hingga Tahun 1987-1988 dengan menghabiskan dana Rp606 juta lebih. Sumber pendanaan ini berasal dari presiden RI, Departemen Agama RI, proyek sarana kehidupan beragama, proyek pembangunan ousat kegiatan Islam, Pemda Tingkat I Kalteng dan APBD Kalteng.

“Masjid Raya Darussalam Palangka Raya, sejak awal perencanaannya sampai pendiriannya pada tahun 1986, hanya diakui secara lisan sebagai sebuah masjid raya, meskipun belum ada surat keputusan penetapan secara tertulis,” kata pria yang juga sebagai Ketua MUI Kalteng ini.

Pihaknya menyebut, sejak awal Tahun 1988, masjid raya yang selanjutnya diberi nama Masjid Raya Darussalam Palangka Raya sudah dapat digunakan dan difungsikan untuk beribadah bagi umat muslim. Namun sejak berlakunya Keputusan Menteri Agama Nomor 394 Tahun 2004 tentang penetapan status masjid wilayah provinsi disebut masjid raya dan masjid pada wilayah kabupaten/kota disebut masjid agung, maka atas usulan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Kalteng kepada gubernur, akhirnya terbit keputusan gubernur Kalteng Nomor: 188.44/31/2010 Tanggal 20 Januari 2010, tentang Penetapan Status Masjid Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah adalah Masjid Raya Darussalam Palangka Raya.

“Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, secara legal formal dan administratif Masjid Raya Darussalam Palangka Raya ditetapkan menjadi Masjid Raya yang berkedudukan di ibukota Provinsi Kalimantan Tengah,” tegasnya.

Pria kelahiran Martapura ini menegaskan, setelah fase awal pembangunan Masjid Raya Darussalam, dilanjutkan dengan fase penyempurnaan dan pengembangan dengan berbagai fasilitas sekolah dan menara, yang dimulai pada masa Gubernur Teras Narang dan Wagub H Ahmad Diran. Mencermati kriteria masjid raya, tentu banyak persyaratan sarana dan prasarana yang harus dipenuhi, sehingga lebih sempurna dan lebih layak lagi disebut sebagai masjid raya.

Saat itu, lanjut Khairil, pada 2007 Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono direncanakan akan melakukan kunjungan sekaligus safari Ramadan di Palangka Raya. Persiapan pun dilakukan dengan cermat, terutama hal-hal yang menyangkut agenda keagamaan salah satunya salat berjamaah di Masjid Raya Darussalam Palangka Raya.

Meskipun kunjungan tersebut pada akhirnya batal karena padatnya kegiatan Presiden RI, namun rencana kunjungan tersebut telah banyak membawa hikmah dan seakan-akan menuntun jalan untuk mempercepat pembangunan baru Masjid Raya Darussalam.

Baca Juga :  Mafia Tanah di Jalan Badak Hiu Putih Bermodal Surat Verklaring

Saat persiapan kunjungan presiden itu, Gubernur Klateng Teras Narang beserta jajaran meninjau masjid raya, ternyata arah kiblat masjid raya tidak sesuai dengan ketentuan dan posisi bangunan masjid raya, sehingga posisi jamaah saat melaksanakan salat menjadi miring dan membuat arah shaf salat tidak sejajar dengan dinding bangunan. Arah kiblat yang tidak sesuai dengan ketentuan itu, pertama kali diketahui oleh ahli Ilmu Falaq dan seorang pensiunan PNS Pengadilan Tinggi Agama Palangka Raya KH Iskandar Arsyad.

“Saat itu beliau (Iskandar,red) melakukan ceramah dan salat di Masjid Raya yang kebetulan membawa alat kompas sederhana. Informasi tersebut rupanya menjadi bahan diskusi dan penelitian mahasiswa STAIN Palangka Raya yang mendalami Ilmu Falaq,” ucapnya.

Akhirnnya, disimpulkan bahwa arah kiblat Masjid Raya Darussalam ternyata tidak sesuai dengan ketentuan dan posisi bangunan. Pendapat itu akhirnya diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Agama Palangka Raya yang telah melakukan pengukuran arah kiblat.

“Menyadari keadaan demikian, gubernur merasa tersentak, bagaimana mungkin membawa presiden salat di masjid yang posisi kiblatnya kurang tepat. Hal ini, bukanlah karena yang salat adalah presiden, atau karena arah kiblat miring sehingga menjadi tidak pantas untuk beribadah di Masjid Raya, tetapi lebih kepada kenyamanan dan tata artistik, yang sedikit banyak berpangaruh terhadap kenyamanan dan kekhusyu’an dalam beribadah,” bebernya.

Gubernur meminta pendapat dari berbagai kalangan, seperti pemuka agama, ulama, unsur kelembagaan organisasi Islam. Didapat kesimpulan saat itu, alangkah baiknya jika dilakukan penyempurnaan bangunan sehingga menghadap pada kiblat yang benar dan akustik yang bagus.

“Akhirnya pada 9 Oktober 2012, Gubernur Kalteng meletakkan batu pertama pembangunan Masjid Raya Darussalam, sebagai tanda dimulainya pembangunan Masjid Raya Darussalam dengan sumber pembiayaan pembangunan dari APBD Kalteng RP103 miliar dengan sistem anggaran tahun jamak (2012 – 2015),” ujar pria kelahiran Tahun 1963 ini.

Kemudian, akhir Februari 2015 tahap pembangunan Masjid Raya Darussalam Palangka Raya  dapat diselesaikan dan akhirnya masjid raya Darussalam Palangka Raya difungsikan untuk salat taraweh mulai bulan Ramadan.

Namun, pembangunan Masjid Raya Darussalam ini perlu penuntasan, sehingga pada masa jabatan Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran dilanjutkan dengan penuntasan beberapa fasilitas, seperti penuntasan menara, rehab masjid lama menjadi aula dan beberapa fasilitas lainnya.

“Untuk menara itu akan kami fungsikan wisata, masyarakat bisa melihat Palangka Raya sampai Bukit Tangkiling, selain itu juga kami kembangkan Darussalam Mart yakni pertokoan,” pungkasnya. (*/bersambung/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/