PALANGKA RAYA-Keluhan masyarakat terkait tingginya harga elpiji bersubsidi mendapat perhatian serius dari pemerintah provinsi. Sejatinya harga jual satu tabung gas “melon” berukuran 3 kilogram (kg) di tingkat pangkalan sebesar Rp22.000. Namun fakta di lapangan, warga harus merogeh kocek yang dalam untuk bisa mendapatkan satu tabung elpiji. Satu tabung dibeli seharga Rp35.000, bahkan sampai Rp45.000.
Menanggapi kondisi ini, Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran langsung menurunkan tim untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke distributor, pangkalan atau agen, dan pengecer di Kota Palangka Raya, Senin (10/10). Sidak kali ini dipimpin Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan Yuas Elko. Kegiatan ini dalam rangka menjaga stabilitas pasokan, stok dan harga pangan di Kota Cantik –julukan Kota Palangka Raya.
Dalam sidak kali ini, Yuas Elko didampingi Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Kalteng Aster Bonawaty dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan Sunarti, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kalteng, Perwakilan Pertamina Asisten Sales Branch Manager Edy Putra, dan Deputi Perwakilan BI Kalteng Magfur.
Beberapa lokasi didatangi tim. Mulai dari distributor PT Bersama di Jalan Tjilik Riwut Km 6, distributor PT Resbayu di Jalan Rajawali, Pangkalan H.R 2 di Jalan S Parman No.17, dan warung pengecer di Jalan Jawa.
Dari sidak tersebut diketahui ada pengecer atau pedagang elpiji yang menjual dengan harga di atas harga eceran tertinggi (HET). Sebagian juga melakukan penimbunan gas elpiji, sehingga harganya menjadi naik dan menyebabkan inflasi di Kalteng.
“Upaya Pemprov Kalteng ialah bersama-sama dengan kabupaten/kota melakukan pengawasan dan pemantauan supaya harga bisa terkendali. Berdasarkan arahan gubernur pada rapat pengendalian inflasi beberapa waktu lalu, beliau menginstruksikan agar ada sanksi tegas yang diberikan kepada para penjual yang sengaja melakukan penimbunan gas elpiji, sehingga bisa memberi efek jera,” ujar Yuas.
Ia menambahkan, baik pemprov maupun pemerintah kabupaten/kota tidak memiliki wewenang untuk mengatur HET gas elpiji 3 kg. Karena itu diimbau agar pihak kecamatan dan desa menentukan HET gas elpiji di daerah masing-masing, dengan catatan tak jauh dari HET yang telah ditentukan, yakni Rp22 ribu.
Secara aturan inspeksi gas elpiji 3 kg yakni harga jual dari distributor ke pangkalan sebesar Rp18.000, dan pangkalan menjual kembali kepada warga dengan harga Rp22.000. Sedangkan harga di tingkat pengecer bervariasi, mulai dari Rp38.000-Rp45.000.
Menurut Muhammad Ridha, salah satu penjual eceran gas elpiji subsidi, ia mendapat pasokan puluhan tabung dari salah satu pangkalan yang ada di Kota Palangka Raya. Ia mengaku sudah berlangganan dengan pangkalan tersebut. Pada waktu-waktu tertentu pihak pangkalan akan mengantarkan tabung gas elpiji ke tempat usahanya.
“Saya beli dengan harga Rp35 ribu mas, dan saya jual kembali dengan harga Rp38 ribu, saya dapat tabung gas ini dari salah satu pangkalan, pada waktu-waktu tertentu mereka antar ke sini,” ucapnya.
Edy selaku Assisten Sales Branch Manager (SBM) Pertamina regional Kalsel-Teng mengatakan, jika ditemukan ada pangkalan elpiji yang menjual dengan harga di atas HET atau menjual kepada salah satu pengecer dengan jumlah besar, maka bisa dilakukan pemutusan hubungan usaha (PHU) dengan pangkalan terkait. Namun pihaknya hanya bisa mengawasi harga di tingkat agen dan pangkalan.