Sabtu, Oktober 5, 2024
26.7 C
Palangkaraya

Ratusan Lahan Food Estate Mangkrak,Bibit Padi Bantuan Kedaluwarsa

Di pinggir sungai tempat kelotok bersandar, ada rumah kayu yang dijadikan tempat singgah Emek dan istrinya, Lamsiah. Petani yang coba-coba menanam padi. Ia menanam sedari Agustus 2022. Lima bulan setelah lahan tersedia. Emek kebagian 1,5 hektare.

Emek tidak tahu jenis padi yang digunakan. Memakai teknik tanam sebar langsung. Selain padi, pada sisi petak lahan juga ditanami pisang, singkong, dan sayur-sayuran.

Ketika ditanya apakah menerima bantuan bibit dari pemerintah, Emek mengiyakan. Namun tidak digunakan, karena tidak cocok dengan kondisi tanah. Dia memutuskan mencari bibit padi gunung. “Sudah kedaluwarsa (bibit bantuan, red) saat ini, enggak terpakai, sebelumnya kami sudah coba-coba tanam, tapi tidak bisa tumbuh,” ucapnya dengan aksen Dayak Ngaju yang kental.

Baca Juga :  74 Tahun Polwan RI Berkarya di Negeri Ini

Pria 65 tahun itu mengaku telah berladang jauh sebelum adanya program food estate. Sistem bertanam dengan membakar sedikit lahan secara terbatas. Lalu ditebar benih padi. Sebelum akhirnya tahun 2015 dilarang pemerintah. Padahal itu warisan nenek moyang.

Tak jauh dari petak sawah milik Emek, terlihat hamparan semak belukar. Dahulunya hutan, sebelum dibabat untuk dijadikan lahan sawah. Namun tidak ada yang merawat. ”Ini lahan awal yang dibuka dari lahan lainnya di desa ini,” sahut Priska.

Wanita yang juga jadi penguruk Poktan Parit Pemerintah itu mengatakan, tidak terurusnya lahan tersebut akibat kurangnya perhatian dari warga setempat yang diberi amanah untuk mengurus lahan. Sejak tahun 2021 hingga saat ini, lahan tersebut belum juga digarap. Wanita berkacamata itu menyayangkan atas kurangnya perhatian dari pengelola lahan, karena tidak sedikit warga lain yang juga ingin menggarap lahan tersebut. “Seandainya dilibatkan semua warga desa per KK, tidak harus yang pemilik tanahnya, mungkin tidak akan terbengkalai seperti ini, pasti sudah tergurus,” ujarnya.

Baca Juga :  Listyo Sigit: Polisi Lalu Lintas Tak Perlu Lakukan Tilang

Tak Ada Pendampingan

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Bayu Herinata mengatakan, dampak lingkungan yang ditimbulkan dari ekstensifikasi lahan dalam program food estate ini sangat mengganggu ekosistem gambut dan hutan. Karena itu pihaknya mendesak agar pemerintah menghentikan upaya perluasan atau ekstensifikasi lahan food estate di kawasan gambut dan kawasan hutan. Juga menghentikan dan mengevaluasi terkait kegiatan intensifikasi yang dilakukan di kawasan gambut pada lahan bekas dikembangkannya proyek PLG.

Di pinggir sungai tempat kelotok bersandar, ada rumah kayu yang dijadikan tempat singgah Emek dan istrinya, Lamsiah. Petani yang coba-coba menanam padi. Ia menanam sedari Agustus 2022. Lima bulan setelah lahan tersedia. Emek kebagian 1,5 hektare.

Emek tidak tahu jenis padi yang digunakan. Memakai teknik tanam sebar langsung. Selain padi, pada sisi petak lahan juga ditanami pisang, singkong, dan sayur-sayuran.

Ketika ditanya apakah menerima bantuan bibit dari pemerintah, Emek mengiyakan. Namun tidak digunakan, karena tidak cocok dengan kondisi tanah. Dia memutuskan mencari bibit padi gunung. “Sudah kedaluwarsa (bibit bantuan, red) saat ini, enggak terpakai, sebelumnya kami sudah coba-coba tanam, tapi tidak bisa tumbuh,” ucapnya dengan aksen Dayak Ngaju yang kental.

Baca Juga :  74 Tahun Polwan RI Berkarya di Negeri Ini

Pria 65 tahun itu mengaku telah berladang jauh sebelum adanya program food estate. Sistem bertanam dengan membakar sedikit lahan secara terbatas. Lalu ditebar benih padi. Sebelum akhirnya tahun 2015 dilarang pemerintah. Padahal itu warisan nenek moyang.

Tak jauh dari petak sawah milik Emek, terlihat hamparan semak belukar. Dahulunya hutan, sebelum dibabat untuk dijadikan lahan sawah. Namun tidak ada yang merawat. ”Ini lahan awal yang dibuka dari lahan lainnya di desa ini,” sahut Priska.

Wanita yang juga jadi penguruk Poktan Parit Pemerintah itu mengatakan, tidak terurusnya lahan tersebut akibat kurangnya perhatian dari warga setempat yang diberi amanah untuk mengurus lahan. Sejak tahun 2021 hingga saat ini, lahan tersebut belum juga digarap. Wanita berkacamata itu menyayangkan atas kurangnya perhatian dari pengelola lahan, karena tidak sedikit warga lain yang juga ingin menggarap lahan tersebut. “Seandainya dilibatkan semua warga desa per KK, tidak harus yang pemilik tanahnya, mungkin tidak akan terbengkalai seperti ini, pasti sudah tergurus,” ujarnya.

Baca Juga :  Listyo Sigit: Polisi Lalu Lintas Tak Perlu Lakukan Tilang

Tak Ada Pendampingan

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Bayu Herinata mengatakan, dampak lingkungan yang ditimbulkan dari ekstensifikasi lahan dalam program food estate ini sangat mengganggu ekosistem gambut dan hutan. Karena itu pihaknya mendesak agar pemerintah menghentikan upaya perluasan atau ekstensifikasi lahan food estate di kawasan gambut dan kawasan hutan. Juga menghentikan dan mengevaluasi terkait kegiatan intensifikasi yang dilakukan di kawasan gambut pada lahan bekas dikembangkannya proyek PLG.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/