Sabtu, Oktober 5, 2024
26.7 C
Palangkaraya

Ratusan Lahan Food Estate Mangkrak,Bibit Padi Bantuan Kedaluwarsa

Terkait luas area pertanian juga masih simpang siur. Data dari pihak TNI, sebut Rusdi, berbeda dengan data dari dinas terkait. Menurut TNI, lahan perluasan adalah 118 hektare, sedangkan dinas menyebut 116 hektare. “Masyarakat sendiri belum punya alat untuk mengukur, jadi tidak bisa kami pastikan,” tuturnya.

Diakui Rusdi, Pemkab Pulang Pisau dalam hal ini dinas pertanian rutin melakukan pengecekan dan monitoring terkait perkembangan penanaman pada lahan warga. Mereka akan memberikan saran dan masukan kepada petani untuk menanam dengan bibit-bibit tertentu. “Namun bibit-bibit itu malah tidak sesuai dengan kondisi lahan. Seharusnya mereka (dinas pertanian, red) melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam menggarap lahan, daripada hanya pulang pergi untuk meninjau saja,” tuturnya.

Rusdi meyakini lahan sawah food estate akan berhasil dikembangkan oleh masyarakat jika saja pemerintah mau memberikan pendampingan intens dan memberikan alat-alat penunjang kepada para petani. Mengingat antusiasme masyarakat dalam menggarap lahan sangatlah tinggi. “Saat ini mereka sedang berlomba-lomba menggarap lahan dengan cara tradisional. Walaupun tingkat keberhasilannya rendah, tapi mereka senang dengan cara itu, jadi perlu pembekalan kepada mereka agar bisa mendapatkan hasil yang optimal nanti,” sebutnya.

Baca Juga :  74 Tahun Polwan RI Berkarya di Negeri Ini

Tak Didukung Sistem Irigasi

Masalah lain datang dari wilayah kedua yang dikunjungi, Desa Mulyasari, Kecamatan Pandih Batu. Sebagaimana cerita yang disampaikan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Mulyasari, Sukirno. Setahun lebih semenjak selesainya penyediaan lahan sawah pada 2021 lalu, warga tidak dapat menggarap lahan, karena genangan air yang tinggi. Menyebabkan lahan seluas 103,66 hektare mangkrak.

Sukirno menuturkan, tidak adanya sistem irigasi yang baik menjadi penyebab lahan sawah selalu tergenang air. Menurutnya, petani membutuhkan saluran irigasi primer sebagai jaringan utama keluar masuknya air dan irigasi sekunder sebagai penyalur air dari irigasi primer, sehingga lahan tidak lagi tergenang air. “Kalau saluran irigasi sudah terbuat, genangan air dapat dikurangi, otomatis lahan pun bisa digarap,” tuturnya.

Baca Juga :  Listyo Sigit: Polisi Lalu Lintas Tak Perlu Lakukan Tilang

Selama setahun air tergenang di sawah. Para petani tidak diam begitu saja. Sudah mencoba berupaya agar lahan itu bisa tergarap. Namun hasilnya nihil. Genangan air yang cukup dalam sangat menghambat pengoperasian alat-alat pertanian. Contohnya, traktor. Tidak bisa masuk ke sawah. “Sebelumnya saya dan para petani telah mencoba sembilan alat penunjang pertanian, tapi semuanya tenggelam karena air yang cukup dalam,” bebernya. Antusiasme warga dalam bertani terlihat dari tumbuhnya tanaman sayur-sayuran di sebagian lahan yang tidak tergenang air. Ada pohon cabai yang masih muda dan pohon pisang yang tumbuh di setiap pembatas petak sawah.

Terkait luas area pertanian juga masih simpang siur. Data dari pihak TNI, sebut Rusdi, berbeda dengan data dari dinas terkait. Menurut TNI, lahan perluasan adalah 118 hektare, sedangkan dinas menyebut 116 hektare. “Masyarakat sendiri belum punya alat untuk mengukur, jadi tidak bisa kami pastikan,” tuturnya.

Diakui Rusdi, Pemkab Pulang Pisau dalam hal ini dinas pertanian rutin melakukan pengecekan dan monitoring terkait perkembangan penanaman pada lahan warga. Mereka akan memberikan saran dan masukan kepada petani untuk menanam dengan bibit-bibit tertentu. “Namun bibit-bibit itu malah tidak sesuai dengan kondisi lahan. Seharusnya mereka (dinas pertanian, red) melakukan pendampingan kepada masyarakat dalam menggarap lahan, daripada hanya pulang pergi untuk meninjau saja,” tuturnya.

Rusdi meyakini lahan sawah food estate akan berhasil dikembangkan oleh masyarakat jika saja pemerintah mau memberikan pendampingan intens dan memberikan alat-alat penunjang kepada para petani. Mengingat antusiasme masyarakat dalam menggarap lahan sangatlah tinggi. “Saat ini mereka sedang berlomba-lomba menggarap lahan dengan cara tradisional. Walaupun tingkat keberhasilannya rendah, tapi mereka senang dengan cara itu, jadi perlu pembekalan kepada mereka agar bisa mendapatkan hasil yang optimal nanti,” sebutnya.

Baca Juga :  74 Tahun Polwan RI Berkarya di Negeri Ini

Tak Didukung Sistem Irigasi

Masalah lain datang dari wilayah kedua yang dikunjungi, Desa Mulyasari, Kecamatan Pandih Batu. Sebagaimana cerita yang disampaikan Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Mulyasari, Sukirno. Setahun lebih semenjak selesainya penyediaan lahan sawah pada 2021 lalu, warga tidak dapat menggarap lahan, karena genangan air yang tinggi. Menyebabkan lahan seluas 103,66 hektare mangkrak.

Sukirno menuturkan, tidak adanya sistem irigasi yang baik menjadi penyebab lahan sawah selalu tergenang air. Menurutnya, petani membutuhkan saluran irigasi primer sebagai jaringan utama keluar masuknya air dan irigasi sekunder sebagai penyalur air dari irigasi primer, sehingga lahan tidak lagi tergenang air. “Kalau saluran irigasi sudah terbuat, genangan air dapat dikurangi, otomatis lahan pun bisa digarap,” tuturnya.

Baca Juga :  Listyo Sigit: Polisi Lalu Lintas Tak Perlu Lakukan Tilang

Selama setahun air tergenang di sawah. Para petani tidak diam begitu saja. Sudah mencoba berupaya agar lahan itu bisa tergarap. Namun hasilnya nihil. Genangan air yang cukup dalam sangat menghambat pengoperasian alat-alat pertanian. Contohnya, traktor. Tidak bisa masuk ke sawah. “Sebelumnya saya dan para petani telah mencoba sembilan alat penunjang pertanian, tapi semuanya tenggelam karena air yang cukup dalam,” bebernya. Antusiasme warga dalam bertani terlihat dari tumbuhnya tanaman sayur-sayuran di sebagian lahan yang tidak tergenang air. Ada pohon cabai yang masih muda dan pohon pisang yang tumbuh di setiap pembatas petak sawah.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/