PALANGKA RAYA-Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) RI telah melayangkan sanksi terhadap 52 perguruan tinggi swasta di Indonesia yang diketahui melakukan sejumlah pelanggaran. Dari sanksi administratif ringan, sedang, hingga berat. Sanksi diberikan dalam bentuk penghentian pembinaan perguruan tinggi, pencabutan izin pendirian perguruan tinggi, hingga pencabutan izin operasional. Di antara puluhan perguruan tinggi swasta (PTS) yang disanksi tersebut, dua di antaranya ada di Palangka Raya, yakni Universitas PGRI dan STIP Bunga Bangsa.
Kepala Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XI Kalimantan Muhammad Akbar menjelaskan, dua PTS di Palangka Raya sudah diberi sanksi sejak enam bulan lalu atau akhir tahun 2022. Sanksi yang diberikan berbentuk sanksi administratif berat, yang ditetapkan berdasarkan evaluasi kinerja dari tim evaluasi Kemendikbudristek RI.
“Tim evaluasi dari Kemendikbudristek turun lapangan berdasarkan pangkalan data yang senantiasa dimonitor, lantas mereka melihat langsung kondisi kampus, lalu mempertimbangkan untuk memberikan sanksi,” jelas Akbar kepada Kalteng Pos via sambungan telepon, Senin (12/6).
Akbar menjelaskan, pihaknya sudah melakukan diskusi bersama pihak pengelola kedua kampus tersebut. Pemberian sanksi ini, lanjut Akbar, untuk tiga bulan tahap pertama, sembari memberikan waktu kepada pihak kampus untuk berbenah. Ia menegaskan bahwa sanksi ini bukan merupakan sanksi pencabutan izin operasional, melainkan sanksi administratif.
“Dalam jangka waktu tiga bulan itu, pihak kampus bisa melakukan pembenahan, membenahi berdasarkan hasil evaluasi tim pusat, setelah tiga bulan berlalu, kami akan membicarakan lagi progres pembenahan itu, lalu mengevaluasi mana yang kurang, lantas memberikan waktu tiga bulan berikutnya untuk pihak kampus berbenah lagi,” tutur Akbar seraya menyebut bahwa Universitas PGRI Palangka Raya sudah sejak enam bulan lalu dalam status menjalankan sanksi.
Akbar menyebut pihaknya sudah berkomunikasi dengan tim evaluasi pusat untuk keputusan ke depannya. Sanksi untuk Universitas PGRI Palangka Raya akan dicabut, karena persyaratan pembenahan yang diminta sudah terpenuhi 80 persen lebih. Pencabutan sanksi tersebut, lanjut Akbar, akan diturunkan dalam waktu dekat. Namun pihaknya akan meminta laporan perkembangan terkini dari pihak kampus.
Sanksi administrasi berat dijatuhkan kepada Universitas PGRI Palangka Raya, karena legalitas tanah tempat didirikannya kampus belum bersertifikat dan penggunaan pangkalan data kampus belum optimal.
“Masih ada beberapa hal yang belum sempurna dan perlu disempurnakan agar SK pencabutan sanksi itu bisa diturunkan, yakni legalitas lahan atau tanah tempat berdirinya kampus yang belum disertifikasi dan perbaikan pangkalan data kampus,” tambahnya seraya menyebut bahwa tanah lokasi tempat berdirinya Universitas PGRI Palangka Raya masih atas nama pengurus PGRI pusat.
Adapun untuk STIP Bunga Bangsa, lanjut Akbar, karena kondisinya sangat berat dan pihak yayasan menyatakan tidak mampu memenuhi seluruh persyaratan tim evaluasi pusat, maka ke depannya STIP Bunga Bangsa akan merger atau melebur dengan perguruan tinggi lain.
“Hal ini sesuai dengan peraturan menteri, apabila ada kampus yang sudah tidak mampu berdiri lagi, maka akan dimerger dengan kampus lain yang lebih sehat,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakannya, STIP Bunga Bangsa kemungkinan dimerger dengan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR), karena saat ini merupakan perguruan tinggi swasta yang paling sehat di Palangka Raya.
“Intinya kami minta tim pusat agar jangan dulu mencabut izin STIP Bunga Bangsa, karena saat ini sudah dalam proses menuju perbaikan, mudah-mudahan dapat berjalan lancar,” tuturnya.
Akbar berpesan kepada seluruh pengelola perguruan tinggi agar senantiasa mengikuti peraturan menteri yang mengatur tentang legalitas pendirian perguruan tinggi. Mulai dari aspek kepemilikan aset berupa lahan dan memperbaiki pangkalan data perguruan tinggi.
“Pangkalan data sangat penting, misalnya pangkalan data itu terdapat sejumlah dosen, tapi karena tidak update, maka data dosen yang ada ya itu-itu saja, padahal ada beberapa dosen yang sudah pensiun, makanya perlu memperbaiki pangkalan data,” jelasnya.
Berdasarkan pantauan Kalteng Pos ke Universitas PGRI Palangka Raya, pihak universitas membenarkan perihal sanksi dari Kemendikbudristek tersebut.
Pj Rektor Universitas PGRI Palangka Raya Slamet Winaryo membenarkan adanya sanksi itu. Ia mengatakan, sanksi tersebut diberikan kepada pihaknya berdasarkan hasil evaluasi tim Kemendikbudristek terhadap Universitas PGRI Palangka Raya. Dari hasil evaluasi itu, lanjut Slamet, ada sejumlah temuan terkait dasar pemberian sanksi atas kampus yang dikelola pihaknya itu.
“Dari 52 universitas yang diberikan sanksi, Universitas PGRI Palangka Raya mendapat kategori sanksi administrasi berat berupa pencabutan pembinaan,” beber Slamet kepada awak media saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (12/6).
Meski demikian, Slamet mengaku pihaknya masih belum menerima pemberitahuan tertulis mengenai sanksi tersebut. “Kami tahu informasi terkait pencabutan izin Universitas PGRI Palangka Raya dari pemberitahuan secara lisan, belum ada pemberitahuan tertulis,” ucapnya.
Ia memastikan bahwa proses perkuliahan di Universitas PGRI Palangka Raya sama sekali tidak terganggu dengan adanya sanksi ini. “Proses perkuliahan tetap berjalan, kami hanya diberi sanksi administratif, insyaallah sanksi itu akan segera dicabut dalam waktu dekat,” ujarnya.
Slamet menambahkan, sanksi yang diberikan Kemendikbudristek ini didasarkan pada sejumlah temuan dan evaluasi tim Kemendikbudristek beberapa waktu lalu. Temuan-temuan itu, sambung Slamet, di antaranya terkait pangkalan data, isu ijazah palsu, dan isu perkuliahan fiktif.
“Isu-isu demikian tidak luput menjadi perhatian kami. Kami masih menelusuri dan mendalami bukti-bukti praktik seperti itu. Kalau ditemukan, akan kami beri sanksi kepada pihak tertentu,” ungkapnya.
Temuan-temuan hasil evaluasi tersebut, lanjut Slamet, merupakan hal-hal yang harus pihaknya benahi, agar sanksi administratif itu dapat dicabut. Dalam waktu dekat, pihaknya akan menyelenggarakan diskusi untuk merumuskan solusi dan kebijakan ke depan dalam upaya mengembangkan Universitas PGRI Palangka Raya.
“Tanggal 16 bulan ini kami akan gelar diskusi terkumpul, yang akan dihadiri oleh seluruh civitas akademika Universitas PGRI Palangka Raya, bersama-sama akan membahas dan membedah rencana pembenahan universitas ke depan,” tuturnya.
Universitas PGRI Palangka Raya memiliki lebih 1.500 mahasiswa, dengan jumlah dosen lebih 100 orang. Terdapat empat fakultas dan delapan program studi. Saat ini Universitas PGRI Palangka Raya menyandang akreditasi B.
Meski saat ini disanksi oleh Kemendikbudristek, lanjut Slamet, tidak serta-merta membuat pihaknya patah arang untuk tetap mempertahankan dan mengembangkan kampus yang sudah berdiri sejak 1990 tersebut.
“Saya pribadi sebagai penjabat rektor menerima sanksi tersebut sebagai bentuk evaluasi, ke depan kami akan lebih bekerja keras untuk mengembangkan universitas ini agar menjadi lebih baik lagi,” tuturnya.
Pria yang pernah menjabat Plt Kepala Dinas Pendidikan Kalteng ini mengaku, sejak sanksi administrasi berat diberikan oleh Kemendikbudristek enam bulan lalu, salah satu hal yang menjadi penghambat pihaknya adalah pandangan buruk dari publik terhadap Universitas PGRI Palangka Raya.
“Sanksi yang paling keras itu sanksi moral, karena dengan sanksi itu, hampir semua orang memandang buruk kampus ini, padahal sebenarnya tidak seburuk itu,” jelasnya.
Kendati demikian, tutur Slamet, seandainya sanksi tidak segera dicabut, pihaknya akan mengalami kendala dalam hal operasional kampus. Pihak kampus mengaku dapat bernapas lega setelah mengetahui bahwa sanksi administrasi terhadap kampus dapat segera dicabut
“Kami berterima kasih kepada pihak Dirjen Dikti Ristek dan LLDIKTI Wilayah XI di Banjarmasin, karena kami selalu berkonsultasi dengan mereka untuk memperbaiki temuan-temuan itu, sehingga masalah bisa clear,” ujarnya.
Dikatakan Slamet, untuk mempercepat pencabutan sanksi administratif tersebut, pihaknya akan melakukan reformasi birokrasi total di lingkup Universitas PGRI Palangka Raya. Mulai dari perbaikan secara administratif hingga pola kerja perguruan tinggi yang sudah berusia 33 tahun itu. Perbaikan akan dilakukan mulai dari jajaran pimpinan universitas sampai tingkat terbawah.
“Akan kami lakukan perbaikan di semua lini, mulai dari tata laksana perguruan, perubahan pola kerja, keuangan, kepegawaian, dan data-data, kami juga akan memperketat pengawasan dalam upaya reformasi birokrasi ini,” tandasnya.
Salah satu mahasiswa Universitas PGRI Palangka Raya, Hazel Febrira (20), mengaku tidak tahu perihal sanksi administratif yang diberikan Kemendikbudristek terhadap kampus tempat kuliahnya itu.
Kendati demikian, lanjut Hazel, ia merasa nyaman menempuh pendidikan di kampus yang terletak di Jalan Hiu Putih tersebut. Sebab, lanjut wanita yang mengambil jurusan sosiologi itu, ia mendapat beasiswa dari kampus. Jam perkuliahan juga fleksibel, sehingga bisa sambil bekerja.
“Saya belum tahu soal sanksi itu, tapi perkuliahan di sini berjalan normal saja,” ucapnya saat dibincangi Kalteng Pos.
Kalaupun kampusnya mendapat sanksi, lanjut wanita yang mengaku bekerja di salah satu jasa ekspedisi, sebagai mahasiswa ia tidak merasakan ada hambatan dalam mengikuti proses perkuliahan.
“Saya berharap ke depannya kampus ini lebih aktif, agar bisa lebih dikenal luas, orang-orang harus tahu bahwa kampus ini sama kualitasnya dengan kampus lainnya di Palangka Raya,” tandasnya. (dan/ce/ala)