Eni Susiati prihatin melihat banyaknya sedotan plastik yang beredar. Sedotan plastik memerlukan waktu lama untuk terurai, sehingga berdampak terhadap pencemaran lingkungan. Bertolak dari keprihatinannya itu, Eni membuat sebuah terobosan dengan menciptakan sedotan dari tanaman purun yang ramah lingkungan.
MUTOHAROH, Palangka Raya
PURUN merupakan rumput yang masih berkerabat dengan teki-tekian yang dapat ditemukan di lahan gambut yang tersebar di Indonesia, terutama di Kalimantan dan Sumatera. Pada awal tahun 2017, Eni Susiati bersama beberapa temannya melakukan penelitian bersama. Hal itu didasari pada keprihatinannya terhadap banyaknya sedotan dari plastik dan alumunium yang dinilai tidak sehat dan berbahaya bagi tubuh dan lingkungan.
Perempuan berhijab itu mengatakan, sedotan plastik memerlukan waktu yang lama agar bisa hancur. Tentunya itu dapat merusak lingkungan, jika tidak diolah dengan baik. Sedangkan sedotan alumunium dinilai berbahaya saat digunakan pada air panas, karena dapat mengantarkan panas. Dan jika tersentuh kulit, dapat menyebabkan melepuh atau iritasi.
“Sebenarnya kepikiran itu udah lama, cuman baru mulai riset tahun 2017, akhirnya kami pilih tanaman purun, selain ramah lingkungan, bahan baku cukup mudah didapatkan, setelah melalui proses cukup panjang, akhirnya berhasil membuat sedotan purun yang diberi nama purun nusantara eco straws,” kata Eni saat dijumpai di Palangka Raya Fair, Kamis (11/7/2024).
Sedotan purun memang hanya bisa digunakan sekali saja atau sekali pakai. Sedotan ini memiliki diameter yang cukup tipis. Apabila sudah digunakan, akan mudah lembek. Sedotan itu hanya bisa digunakan dalam waktu 6 bulan setelah kemasan dibuka. Meski begitu, sedotan ini mudah terurai sehingga aman untuk lingkungan. Selain itu, kebanyakan sedotan yang ada atau digunakan oleh masyarakat juga hanya sekali pakai.
“Kalau sedotan plastik kan lama terurai, sedangkan sedotan purun ini kebalikannya, kalau udah dipakai lalu dibuang pun mudah terurai, jadi lebih ramah lingkungan, dan pastinya cukup terjamin kehigienisannya,” ucapnya.
Ibu satu anak itu mengatakan, sedotan purun 100 persen terbuat dari tanaman purun. Pembuatan sedotan ini telah melewati proses sterilisasi UV, sehingga sangat aman digunakan. Proses pembuatannya tidak menggunakan bahan kimia dan pengawet. Eni mengatakan, sedotan ini dibuat dengan penuh cinta, dengan harapan dapat menjadi solusi dalam menekan sampah plastik dan membantu bumi untuk tetap sehat.
Terlepas dari itu, sedotan ini merupakan hasil produk asli Kota Palangka Raya yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Selain itu, bahan utama sedotan ini diambil dari tanaman lokal. Diharapkan dapat membuka pemikiran masyarakat, bahwa ada banyak kekayaan alam Kalteng yang dapat dimanfaatkan. Eni juga ingin menggerakkan dan memberdayakan masyarakat lokal, terutama wanita untuk berpartisipasi dalam produknya ini.
Sedotan ini telah dijual secara offline maupun online melalui Instagram dan aplikasi online shop seperti Shopee. Dijual seharga Rp40 ribu per kotak dengan isi 50 pcs. Pengiriman sudah mencapai wilayah Jakarta pusat dan sekitarnya. Meski begitu, Eni mengaku baru memasarkan sedotannya ini di Indonesia saja. Belum merambat ke luar negeri, karena pengurusan hak kepemilikan yang belum terselesaikan.
Melalui produknya itu, Eni juga ingin mengajarkan kepada sang anak tentang nilai perjuangan dan kerja keras. Meski tidak berada dekat, ia ingin anaknya bangga melihat usaha dan perjuangannya. Ada tagline yang disematkan oleh Eni, yaitu mari jaga dan lindungi bumi sebagai rumah kita di dunia ini. (*/ce/ala)