Di tempat yang sama, Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Peternakan (DTPHP) Kalteng Baini mengklarifikasi bahwa DTPHP Kalteng hanya menangani food estate yang berada di Kapuas dan Pulang Pisau.
Baini menjelaskan latar belakang direalisasikannya proyek food estate itu. Dijelaskannya, pemerintah telah mempertimbangkan bahwa negara di dunia telah mengalami gejolak luar biasa akibat pandemi Covid-19. Pemerintah memikirkan bagaimana agar masyarakat Indonesia tidak kelaparan. Atas pertimbangan itulah kemudian pemerintah mencetuskan program food estate.
Adapun di Kalteng, lahan yang digunakan untuk program food estate merupakan lahan bekas proyek PLG. Satu juta hektare lahan bekas PLG berada di Kapuas, Pulang Pisau, Palangka Raya, dan Barsel.
“Pada 2020 lalu lahan food estate mulai dibuka 30 ribu hektare, 20 ribu hektare pertama di Kapuas dan 10 ribu hektare di Pulang Pisau, target sebenarnya adalah 165 ribu hektare,” bebernya.
Baini menegaskan bahwa pihaknya hanya memanfaatkan lahan yang sudah tersedia, bukan sistem tebas tebang seperti halnya pada proyek food estate di Gumas. Pihaknya tidak membuka lahan baru, melainkan memanfaatkan lahan yang sudah tersedia bekas proyek PLG puluhan tahun lalu.
“Jadi kami hanya mengoptimalkan lahan yang ada, intensifikasi namanya, juga ada ekstensifikasinya tapi di lahan yang sudah jadi semak belukar, sehingga sampai sekarang sekitar 70 ribu sekian hektare sudah digarap,” jelasnya.
Baini menambahkan, tujuan direalisasikannya intensifikasi maupun ekstensifikasi tak lain untuk program ketahanan pangan. Program ini dijalankan demi mengendalikan laju inflasi di Kalteng.
“Lewat program ketahanan pangan ini menjadi langkah pemerintah untuk mengatasi inflasi di Kalteng,” tuturnya.
Di lahan food estate, Baini menyebut pihaknya tidak hanya mengembangkan padi, tetapi juga tanaman hortikultura dan peternakan.
Menanggapi terkait polemik realisasi proyek food estate ini, dalam forum yang sama, Ketua Komisi II DPRD Kalteng Achmad Rasyid mengatakan bahwa proyek food estate di Pulang Pisau, Kapuas, maupun Gunung Mas merupakan proyek pusat, yang mana pemerintah provinsi dan kabupaten setempat tidak banyak dilibatkan.
Rasyid menyebut pihaknya telah melakukan tinjauan lapangan di lahan food estate, baik di Kapuas dan Pulang Pisau, maupun food estate singkong di Gunung Mas seluas 30 ribu hektare. Dari tinjauan terakhir, sudah digarap seluas 626 hektare.
“Perlu diketahui bahwa penggarapan lahan di lokasi food estate sawah seluas 636 hektare didanai oleh Dinas PUPR Kalteng, bukan Kementerian PUPR. Karena payung hukumnya tidak jelas juga, sampai saat ini Kemenkeu tidak mengucurkan dana, maka pekerjaan mereka sementara dihentikan,” paparnya.
Rasyid menyebut di sana ada sedikit tanaman singkong yang pohonnya hanya sebesar jari telunjuk tangan. “Itu yang di bawah, tapi yang di atasnya subur,” tambahnya.
Singkong-singkong itu ditanam oleh para kontraktor menggunakan biaya sendiri. Hal itu dilakukan agar gulma tidak berkembang. Selain itu juga ada keinginan dari pemborong, karena jika sudah ditanam, maka bisa dijadikan lagi sebagai bibit.
“Di sana kami juga melakukan inventarisasi. Ada 2.000 hektare lahan warga, tetapi sampai saat ini belum disentuh, karena ada kesepakatan dengan pemerintah,” sebutnya.
Berpindah ke lokasi food estate di Kapuas, Rasyid menyebut pihaknya sudah berkali-kali meninjau lokasi itu bersama dinas terkait. Dari sekian ribu hektare lahan food estate, hanya lima ribu lahan yang belum produksi. “Itu pun lahan yang digarap adalah lahan eks PLG, karena itu yang diperbaiki pemerintah itu saluran tersier, sekunder, jalan, serta infrastruktur lainnya,” jelasnya.
Sebagai bentuk kepedulian pihaknya selaku lembaga wakil rakyat, Rasyid menyebut saat ini DPRD Kalteng sedang melakukan rancangan peraturan daerah yang berkaitan langsung dengan program food estate, yakni peraturan daerah (perda) tentang perlindungan petani, nelayan, dan pembudi daya ikan. “Peraturan daerah ini masih kami godok,” bebernya. Rancangan perda kedua terkait perlindungan lahan dan pangan yang berkelanjutan. Sejauh ini masih dalam tahap kajian dan terus digodok pihaknya. “Jadi ada banyak raperda yang sekarang kami proses saat ini,” tandasnya. (dan/ce/ala)