PALANGKA RAYA-Setelah menjalani rehabilitasi di Nyaru Menteng, akhirnya 10 orang utan dilepasliarkan ke habitatnya. Dua ekor orang utan jantan dan delapan orang utan betina tersebut dilepas ke hutan di kawasan Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), Kabupaten Katingan, Rabu (14/6).
Hadir dalam pelepasliaran tersebut, Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalteng Sadtata Noor Adirahmanta, Kepala Balai TNBBBR Andi Muhammad Kadhafi, Pimpinan Yayasan BOS Dr Ir Jamartin Sihite, serta Putri Indonesia 2010 Nadine Alexandra, dan artis sekaligus presenter Kaemita Budiono.
Adapun usia orang utan yang dilepasliarkan ini berbeda-beda. Ada yang berusia 2 tahun dan yang tertua berusia 24 tahun. Berdasarkan informasi pihak BKSDA, pelepasliaran sepuluh orang utan ini akan dilakukan dalam dua perjalanan terpisah. Trip pertama akan dilakukan pada 14 Juni 2023, dengan membawa 4 orang utan ke hutan di DAS Hiran. Sementara trip kedua dilaksanakan 16 Juni 2023, dengan membawa 6 orang utan ke hutan di DAS Bemban.
Kepala BKSDA Kalteng Sadtata Noor Adirahmanta mengatakan, pelepasliaran orang utan merupakan salah bentuk dukungan kepada mitra pemerintah dalam upaya pelestarian satwa liar yang dilindungi, khsusunya satwa orang utan.
“Ini salah satu bentuk support kepada mitra pemerintah, dalam hal ini BOS khususnya dalam penyelenggaraan konservasi orang utan,” ucap Sadtata.
Dikatakannya, kesepuluh orang utan yang dilepasliarkan merupakan satwa orang utan yang sudah direhabilitasi dan dianggap layak untuk bisa hidup di alam liar.
Untuk pengawasan terhadap satwa orang utan yang dilepasliarkan ini, lanjut Sadtata, akan diserahkan sepenuhnya kepada pihak pengelola TNBBBR. “Nanti akan di-support oleh Yayasan BOS,” katanya.
Kepala Balai TNBBBR Andi Muhammad Kadhafi menjelaskan, sampai saat ini tercatat sudah 189 individu orang utan yang telah dilepasliarkan di seluruh Kalteng.
“Dengan pelepasliaran hari ini, maka akan bertambah lagi sepuluh orang utan yang telah dilepasliarkan,” kata Andi sembari menyebu total orang utan yang dilepasliarkan mencapai 199 individu.
Khadafi menerangkan, lokasi pelepasliaran orang utan kali ini dilakukan di TNBBBR, karena mempertimbangkan keamanan perkembangbiakan habitat orang utan. Dengan luas yang mencapai 232.000 hektare, TNBBBR layak dipilih sebagai tempat konservasi orang utan.
“Sejauh ini melihat kesesuaian (suitable) habitatnya,Taman Nasional Bukit Raya sangat cocok bagi perkembangbiakan orang utan,” ujar Khadafi sembari menambahkan bahwa beragam habitat satwa liar lain yang hidup di TNBBBR berkembang dengan baik, karena hutan di TNBBBR dalam kondisi yang masih bagus.
Sementara itu, Ketua Yayasan Bos Jumartin Sihite dalam keterangannya mengatakan, salah satu orang utan yang dilepasliarkan adalah orang utan hasil repatriasi dari Thailand. “Namanya Lalang, sekarang usianya 23 tahun, itu yang dari Thailand,” tuturnya.
Dijelaskan Jumartin, syarat agar orang utan dapat dilepasliarkan jika dipastikan bisa hidup mandiri dengan membuat sarang sendiri dan mencari makanan di hutan.
“Dan dia (orang utan, red) juga kenal dengan bahaya yang mengancam, jadi bila melihat manusia yang tidak dikenal, dia akan pergi,” terangnya.
Ia menambahkan, pelepasliaran sepuluh orang utan kali ini merupakan pelepasliaran kedua yang dilakukan Yayasan BOS tahun ini.
Masih ada sekitar 400 individu orang utan yang menjalani rehabilitasi di dua tempat pusat rehabilitasi orang utan Yayasan BOS, yakni di Nyaru Menteng dan Samboja Lestari, Kalimantan Timur. Di Nyaru Menteng terdapat 260 individu orang utan yang direhabilitasi.
Jumartin berharap dengan adanya pelepasliaran ini dapat meningkatkan kelestarian satwa orang utan di Kalteng. “Semoga ke depan Kalteng menjadi pusat pelestarian orang utan terbesar yang tidak hidup di kandang,” ujarnya.
Sementara itu, Nadine Alexandra mengaku sudah mengenal Yayasan BOS sejak 2010 lalu. Pada tahun 2016, ia pernah mengunjungi pusat rehabilitasi orang utan di Samboja Lestari, Kalimantan Timur. Di sana, Nadine melihat adanya upaya yang besar dalam merehabilitasi orang utan. Namun saat itu ia hanya berpartisipasi dalam rehabilitasi, belum ikut dalam kegiatan pelepasliaran.
“Ini momen yang sangat spesial bagi saya, karena sudah menunggu sejak 2010, pada akhirnya ikut ke hutan untuk pelepasliaran orang utan,” ujarnya.
Nadine juga menceritakan pengalamannya semasa di Samboja Lestari. Menurutnya, orang utan sangat mirip dengan manusia. Yang menjadi pembeda yakni tidak bisa menggunakan bahasa yang sama dengan manusia.
“Sewaktu di Samboja Lestari, saya sangat terkagum dengan orang utan. Saya tidak menyangka mereka sangat menarik, bisa dekat dengan mereka, bisa bercanda dengan mereka,” tuturnya.
Nadine mengaku telah lama menunggu momen tak terlupakan ini. Karena itu ia sangat bersemangat mengikuti kegiatan pelepasliaran kali ini, walau kondisi fisiknya kurang bagus. “Dari awal tahun saya sudah dihubungi oleh pihak Yayasan BOS. Saat itu juga saya langsung menyetujui ajakan itu, karena ini momen yang tak terlupakan,” ucapnya sembari tersenyum. (sja/*ham/ce/ala)