SMPN 3 Cempaga Minta Perusahaan Berkontribusi
SAMPIT – Suasana berbeda terlihat di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Cempaga, Kecamatan Cempaga Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Puluhan pelajar terpaksa belajar di selasar atau teras sekolah akibat kekurangan ruang kelas. Jumlah siswa yang diterima sekolah tersebut melebihi kuota yang disediakan. Ruangan yang terbatas tidak cukup untuk menampung para siswa. Kondisi itu sudah terjadi sejak awal pekan lalu.
“Jumlah peserta didik baru di sini ada 119 orang, mereka dibagi dalam tiga kelas, satu kelas terpaksa belajar di luar karena kami kekurangan ruangan,” ungkap Kepala SMP Negeri 3 Cempaga, Sarkani saat dikonfirmasi Kalteng Pos, Rabu (17/7/2024).
Ia mengatakan, kelebihan jumlah peserta didik seperti itu tidak sekali saja, tetapi sudah puluhan tahun. Tahun ini pihak sekolah bahkan harus mengosongkan beberapa ruang penunjang demi mencukupi kebutuhan ruang kelas. Hanya ada tujuh kelas yang tersedia di sekolah tersebut. Dalam satu kelas, maksimal bisa menampung 50 peserta didik.
“Kami kan ada tujuh kelas, itu masih kurang, lalu kami gunakan ruang perpustakaan, ruang tata usaha, dan laboraorium IPA, tetapi masih saja kurang untuk menampung semua peserta didik di sini,” tuturnya.
Berdasarkan data peserta didik baru, lebih dari setengah yang mendaftar berasal dari perusahaan sekitar. Hal itu sudah berlangsung selama 14 tahun Sarkani menjabat sebagai kepala sekolah di sekolah tersebut.
“Di sini 70 persen peserta didik berasal dari perusahaan sekitar (Cempaga, red), sisanya anak-anak kampung sini, kalau tidak kami terima, bagaimana mereka bisa sekolah, sedangkan jarak sekolah lain sangat jauh,” ujar Sarkani.
Menurutnya, pihak sekolah sudah berusaha mengajukan bantuan ke beberapa perusahaan sekitar, seperti PT Makin, PT SCC, dan PT Serana, dengan harapan bisa ada penambahan kelas. Sebab, yang menempuh pendidikan di sekolah tersebut sebagian besar merupakan anak-anak yang orang tuanya bekerja di perusahaan sekitar.
Ia mengatakan, kewajiban perusahaan kelapa sawit, selain 20 persen kebun plasma untuk masyarakat, juga ada tanggung jawab sosial dalam bentuk corporate social responsibility (CSR) untuk membantu pengembangan pendidikan di wilayah sekitar perusahaan. Salah satunya untuk perbaikan dan pembangunan ruang kelas. Dengan begitu bisa menunjang proses belajar mengajar di lembaga pendidikan. Namun, hingga kini bantuan itu tak kunjung datang.
“Kami sudah beberapa kali mengajukan proposal ke perusahaan-perusahaan sekitar agar dapat bantuan penambahan ruang kelas, tetapi sampai sekarang ini belum ada kontribusi mereka untuk sekolah ini,” terang Sarkani.
Pihaknya berharap perusahaan besar swasta bisa lebih tanggap dalam mengakomodasi permintaan bantuan tersebut, karena kekurangan ruangan kelas sangat berdampak pada proses belajar mengajar yang tidak maksimal.
“Peserta didik di sini sekitar 400 orang, padahal idealnya sekolah ini hanya bisa menampung 200-an peserta didik,” tuturnya.
Pemerintah daerah memang sudah memberikan bantuan melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dan dana alokasi khusus (DAK). Namun karena banyaknya peserta didik yang mendaftar, bantuan tersebut terasa masih belum cukup.
“Pemerintah sudah bantu, baik melalui APBD maupun DAK, tetapi belum cukup, makanya kami minta ke perusahaan-perusahaan sekitar melalui CSR mereka, sayangnya belum ada yang merespons,” pungkasnya. (sli/ce/ala)