Jumat, November 22, 2024
23.5 C
Palangkaraya

Ratusan Hektare Kawasan Konservasi di Kalteng Terdampak Karhutla

PALANGKA RAYA-Tahun ini, Kalimantan Tengah (Kalteng) menghadapi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bencana ini tak hanya terjadi di lahan-lahan kosong milik masyarakat yang tak berpenghuni, tetapi juga di kawasan konservasi yang menjadi habitat bagi flora dan fauna penting.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalteng Agustan Saining mengungkapkan, kawasan konservasi di Kalteng ada di Taman Nasional Sebangau (TNS) dan sebagian Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP). Agustan menyebut, dari beberapa laporan luasan karhutla di kawasan konservasi itu tidak sampai ribuan hektare, hanya berkisar ratusan hektare.

“Kalau luas yang rinci kami tidak terlalu update, tapi dari beberapa kali laporan hanya ratusan hektare saja yang terbakar,” ucap Agustan kepada wartawan, Kamis (16/11).

Ia membenarkan bahwa ratusan hektare lahan konservasi terbakar itu berada di TNS dan TNTP. Karhutla di kawasan konservasi itu, lanjut Agustan, seringkali terjadi dalam titik lokasi yang berbeda.

“Kejadiannya spot-spot, ada yang dua hektare, satu hektare, tiga hektare, jadi tersebar di beberapa spot sehingga tempatnya berbeda-beda dan waktu terbakarnya pun tidak bersamaan,” tuturnya.

Baca Juga :  Peringati HUT ke-77 Bhayangkara, Polda Gelar Baksos Kesehatan

Disinggung apakah kejadian karhutla di kawasan konservasi itu mengganggu flora dan fauna yang hidup di dalamnya, Agustan tidak menyebutkan secara rinci persentasenya, namun ia memastikan bahwa kondisi itu tetap akan berpengaruh bagi kehidupan makhluk hidup di dua kawasan konservasi itu.

“Kalau persentasenya tidak, ya, sejauh ini, tetapi pasti ada pengaruhnya juga,” ucapnya.

Namun demikian, Agustan menyebut, karhutla di kawasan konservasi itu hanya sedikit dan masih bisa dikendalikan. Nantinya, ratusan hektare lahan terbakar itu akan dilakukan vegetasi kembali untuk memulihkan fungsi kawasan. Pemulihan fungsi kawasan itu, ujarnya, bisa dilakukan melalui kegiatan penanaman, pembuatan kanal-kanal, tergantung pihak pengelola taman nasional.

“Saat ini masih penanganan pascabencana, mungkin masih diukur luasan lahan yang terbakar, melihat titik lokasinya di mana saja, lalu nanti ada perlakuannya, mungkin tahun depan,” tuturnya.

Menurut Agustan, karhutla yang terjadi di Bumi Tambun Bungai beberapa waktu lalu banyak terjadi di Pulang Pisau, Kapuas, Barito Selatan, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat. “Sebagian besar di daerah selatan Kalteng atau daerah bawah,” tuturnya.

Baca Juga :  SMART Patrol, Terobosan Cegah Karhutla di Taman Nasional Sebangau

Menurutnya, perlu solusi permanen untuk mengatasi karhutla di Kalteng. Sebab, kejadian karhutla cenderung berpola di daerah-daerah tertentu saja. Oleh karena itu, Agustan menyebut perlu dibuat pos permanen yang memungkinkan semua sektor terlibat langsung menangani karhutla, khususnya di daerah-daerah rawan.

“Daerah rawan kebakaran itu akan dibuat pos permanen yang melibatkan seluruh unsur bisa melakukan patroli bersama,” ucapnya.

Pihaknya juga akan mengecek kembali sumur bor-sumur bor yang belum berfungsi dan mengaktifkan itu kembali. Sebab, Agustan menyebut, ketika karhutla masif terjadi beberapa waktu lalu, kurang lebih hanya 50 persen sumur bor yang berfungsi.

“Ketika karhutla kemarin separuh atau kurang lebih 50 persen saja sumur bor yang berfungsi, memang sumur bornya masih ada, tetapi ada yang bisa mengeluarkan air dan ada yang tidak,” tandasnya.(dan)

PALANGKA RAYA-Tahun ini, Kalimantan Tengah (Kalteng) menghadapi kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bencana ini tak hanya terjadi di lahan-lahan kosong milik masyarakat yang tak berpenghuni, tetapi juga di kawasan konservasi yang menjadi habitat bagi flora dan fauna penting.

Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Kalteng Agustan Saining mengungkapkan, kawasan konservasi di Kalteng ada di Taman Nasional Sebangau (TNS) dan sebagian Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP). Agustan menyebut, dari beberapa laporan luasan karhutla di kawasan konservasi itu tidak sampai ribuan hektare, hanya berkisar ratusan hektare.

“Kalau luas yang rinci kami tidak terlalu update, tapi dari beberapa kali laporan hanya ratusan hektare saja yang terbakar,” ucap Agustan kepada wartawan, Kamis (16/11).

Ia membenarkan bahwa ratusan hektare lahan konservasi terbakar itu berada di TNS dan TNTP. Karhutla di kawasan konservasi itu, lanjut Agustan, seringkali terjadi dalam titik lokasi yang berbeda.

“Kejadiannya spot-spot, ada yang dua hektare, satu hektare, tiga hektare, jadi tersebar di beberapa spot sehingga tempatnya berbeda-beda dan waktu terbakarnya pun tidak bersamaan,” tuturnya.

Baca Juga :  Peringati HUT ke-77 Bhayangkara, Polda Gelar Baksos Kesehatan

Disinggung apakah kejadian karhutla di kawasan konservasi itu mengganggu flora dan fauna yang hidup di dalamnya, Agustan tidak menyebutkan secara rinci persentasenya, namun ia memastikan bahwa kondisi itu tetap akan berpengaruh bagi kehidupan makhluk hidup di dua kawasan konservasi itu.

“Kalau persentasenya tidak, ya, sejauh ini, tetapi pasti ada pengaruhnya juga,” ucapnya.

Namun demikian, Agustan menyebut, karhutla di kawasan konservasi itu hanya sedikit dan masih bisa dikendalikan. Nantinya, ratusan hektare lahan terbakar itu akan dilakukan vegetasi kembali untuk memulihkan fungsi kawasan. Pemulihan fungsi kawasan itu, ujarnya, bisa dilakukan melalui kegiatan penanaman, pembuatan kanal-kanal, tergantung pihak pengelola taman nasional.

“Saat ini masih penanganan pascabencana, mungkin masih diukur luasan lahan yang terbakar, melihat titik lokasinya di mana saja, lalu nanti ada perlakuannya, mungkin tahun depan,” tuturnya.

Menurut Agustan, karhutla yang terjadi di Bumi Tambun Bungai beberapa waktu lalu banyak terjadi di Pulang Pisau, Kapuas, Barito Selatan, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat. “Sebagian besar di daerah selatan Kalteng atau daerah bawah,” tuturnya.

Baca Juga :  SMART Patrol, Terobosan Cegah Karhutla di Taman Nasional Sebangau

Menurutnya, perlu solusi permanen untuk mengatasi karhutla di Kalteng. Sebab, kejadian karhutla cenderung berpola di daerah-daerah tertentu saja. Oleh karena itu, Agustan menyebut perlu dibuat pos permanen yang memungkinkan semua sektor terlibat langsung menangani karhutla, khususnya di daerah-daerah rawan.

“Daerah rawan kebakaran itu akan dibuat pos permanen yang melibatkan seluruh unsur bisa melakukan patroli bersama,” ucapnya.

Pihaknya juga akan mengecek kembali sumur bor-sumur bor yang belum berfungsi dan mengaktifkan itu kembali. Sebab, Agustan menyebut, ketika karhutla masif terjadi beberapa waktu lalu, kurang lebih hanya 50 persen sumur bor yang berfungsi.

“Ketika karhutla kemarin separuh atau kurang lebih 50 persen saja sumur bor yang berfungsi, memang sumur bornya masih ada, tetapi ada yang bisa mengeluarkan air dan ada yang tidak,” tandasnya.(dan)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/