Senin, November 25, 2024
31.8 C
Palangkaraya

Koalisi Keadilan Gelar Demonstrasi di Kantor PT BGA Jakarta

Tuntut Petani Kinjil Dibebaskan

PALANGKA RAYA-Dukungan pembebasan terhadap tiga petani dari Desa Kinjil, Kecamatan Kotawaringin Lama (Kolam) yang diduga dikriminalisasi berlanjut. Setelah menggelar aksi penggalangan koin di Palangka Raya dan Pangkalan Bun, sekelompok warga yang tergabung dalam koalisi keadilan menggelar demonstrasi di depan Kantor PT Bumitama Gunajaya Abadi (BGA) di Jakarta, Senin (19/6).

Demonstrasi itu dilakukan untuk menuntut agar PT BGA mencabut laporan mereka atas tiga orang petani dari Desa Kinjil yang kini ditahan di Polres Kotawaringin Barat (Kobar).

Eksekutif Daerah Walhi Kalteng, Bayu Herinata mengatakan, berdasarkan surat dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), tanah yang diklaim oleh PT BGA tersebut bukanlah tanah yang masuk dalam HGU milik PT BGA.

“Sebenarnya PT BGA lah yang mengambil tanah rakyat dan melakukan kriminalisasi terhadap Aleng dan kawan-kawan, tiga orang petani yang ditangkap. Kami menyayangkan kenapa bentuk-bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh korporasi dan aparat kepolisian terhadap rakyat terus menerus berulang di Kalimantan Tengah,” ungkap Bayu dalam pers rilisnya yang dikirim kepada wartawan,  kemarin (19/6).

Perwakilan masyarakat dari Kalteng, Gusti Samudra juga menjelaskan, pihak desa Kinjil telah mengembalikan tanah yang diklaim oleh PT BGA tersebut kepada tiga orang petani yang dipolisikan. Bahkan, lanjut Gusti, pihak desa juga telah memberikan surat keterangan tanah kepada Aleng. Atas dasar itulah, lanjutnya, Aleng sekeluarga merawat dan memanen sawit yang sudah terlanjur tumbuh di lahan miliknya.

“Aleng dan kawan-kawan hanya tiga dari masyarakat petani yang selama ini menggugat ketidakadilan atas praktik buruk skema plasma PT BGA. Mereka menuntut hak sesuai perjanjian mendapatkan plasma 50% dari lahan yang diserahkan, tapi tak digubris perusahaan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Oknum Wakil Rakyat Kobar Terjerat Korupsi

Oleh sebab itu, lanjut Gusti, pihak masyarakat menarik diri dari kerjasama kemitraan plasma dengan perusahaan. Menurutnya, Koalisi Keadilan untuk Kinjil yang terdiri dari gabungan organisasi masyarakat sipil seperti Walhi Kalteng, walhi Nasional, Greenpeace, Pantau Gambut, Pilnet, Progress, Save Our Borneo, LBH Palangka Raya, Sawit Watch, koalisi pemuda dan mahasiswa di Pangkalan Bun dan Palangka Raya, serta individu-individu aktivis lingkungan dan masyarakat adat mendesak agar PT BGA mencabut laporan mereka dan Polres Kotawaringin Barat segera melepas Aleng, Maju, dan Suwadi, tiga orang petani yang kini mendekam di balik jeruji.

Hampir dua bulan tiga warga desa Kinjil ini ditahan di Polres Kotawaringin Barat dan mereka terancam hukuman penjara selama 7 tahun. Koalisi Keadilan untuk kinjil menilai, laporan dan penahanan ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap Aleng dkk, sebab tanaman sawit yang dipanen oleh Aleng dan dua rekannya merupakan tanah milik mereka sendiri dan berada di luar konsesi HGU milik PT BGA.

“Selain itu, koalisi ini juga mendesak PT BGA berhenti melakukan kriminalisasi dan mengembalikan serta mengakui hak rakyat di desa Kinjil atas tanah mereka. Pengurus negara juga harus segera melakukan evaluasi terhadap izin anak perusahaan Harita Group ini, sebab selain melakukan aktivitas di luar izin konsesi,” tandasnya.

Baca Juga :  Dinkes Beri Layanan Kesehatan 24 Jam di Daerah Banjir

Sementara itu Kapolres Kobar AKBP Bayu Wicaksono menegaskan, bahwa siapa saja berhak memberikan kritik dan masukan. Bahkan menggelar aksi untuk menyalurkan aspirasinya. Tetapi berkaitan dengan adanya kasus Aleng dan kawan-kawan ini polisi bekerja secara profesional dan transparan. Bahkan tidak ada upaya polisi melakukan kriminalisasi. Semuanya sesuai dengan aturan dan proses secara profesional. Dan kegiatan para pemuda serta mahasiswa ini sebagai bentuk solidaritas diperbolehkan saja. Semuanya sudah masuk dalam tahapan-tahapan yang sudah dilakukan.

“Kami tegaksan bahwa berkas sudah dinyatakan lengkap setelah seeblumnya diteliti. Para pelakunya sudah menjalani proses hukum dan  dalam waktu dekat akan kami limpahkan (tahap II) ke Kejari,”tegasnya.

Sementara itu, sebelumnya Perwakilan BGA Jauhari mengatakan, bahwa Bahasa kriminalisasi itu tidak benar, karena Aleng CS melakukan panen dan mengambil buah sawit perusahaan tanpa izin. Dan ini sudah beberapa kali dilakukan sudah diingatkan tetapi tidak diindahkan. Bahkan tetap nekat melakukan aslinya mencuri buah sawit dilingkungan perusahaan.

“Padahal hak lahan plasma masyarakat Desa Kinjil sudah diberikan seluas 640Ha yang pembagiannya diatur oleh desa dan koperasi. Atas lahan yg dipermasalahkan oleh Aleng tidak berdasar karena sudah mendapatkan lima Kapling plasma atas nama dirinya dan keluarganya. Namun tiga kapling sudah terlanjur dijual. Dia jutru meminta lagi lahannya 8 ha yang sudah dikerjasamakan untuk dibagi dua dengan perusahaan. Padahal hak plasmanya sudah didapatkan dan sebagian sudah dijual oleh yang bersangkutan,” pungkasnya. (dan/ala)

PALANGKA RAYA-Dukungan pembebasan terhadap tiga petani dari Desa Kinjil, Kecamatan Kotawaringin Lama (Kolam) yang diduga dikriminalisasi berlanjut. Setelah menggelar aksi penggalangan koin di Palangka Raya dan Pangkalan Bun, sekelompok warga yang tergabung dalam koalisi keadilan menggelar demonstrasi di depan Kantor PT Bumitama Gunajaya Abadi (BGA) di Jakarta, Senin (19/6).

Demonstrasi itu dilakukan untuk menuntut agar PT BGA mencabut laporan mereka atas tiga orang petani dari Desa Kinjil yang kini ditahan di Polres Kotawaringin Barat (Kobar).

Eksekutif Daerah Walhi Kalteng, Bayu Herinata mengatakan, berdasarkan surat dari Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), tanah yang diklaim oleh PT BGA tersebut bukanlah tanah yang masuk dalam HGU milik PT BGA.

“Sebenarnya PT BGA lah yang mengambil tanah rakyat dan melakukan kriminalisasi terhadap Aleng dan kawan-kawan, tiga orang petani yang ditangkap. Kami menyayangkan kenapa bentuk-bentuk kriminalisasi yang dilakukan oleh korporasi dan aparat kepolisian terhadap rakyat terus menerus berulang di Kalimantan Tengah,” ungkap Bayu dalam pers rilisnya yang dikirim kepada wartawan,  kemarin (19/6).

Perwakilan masyarakat dari Kalteng, Gusti Samudra juga menjelaskan, pihak desa Kinjil telah mengembalikan tanah yang diklaim oleh PT BGA tersebut kepada tiga orang petani yang dipolisikan. Bahkan, lanjut Gusti, pihak desa juga telah memberikan surat keterangan tanah kepada Aleng. Atas dasar itulah, lanjutnya, Aleng sekeluarga merawat dan memanen sawit yang sudah terlanjur tumbuh di lahan miliknya.

“Aleng dan kawan-kawan hanya tiga dari masyarakat petani yang selama ini menggugat ketidakadilan atas praktik buruk skema plasma PT BGA. Mereka menuntut hak sesuai perjanjian mendapatkan plasma 50% dari lahan yang diserahkan, tapi tak digubris perusahaan,” ungkapnya.

Baca Juga :  Oknum Wakil Rakyat Kobar Terjerat Korupsi

Oleh sebab itu, lanjut Gusti, pihak masyarakat menarik diri dari kerjasama kemitraan plasma dengan perusahaan. Menurutnya, Koalisi Keadilan untuk Kinjil yang terdiri dari gabungan organisasi masyarakat sipil seperti Walhi Kalteng, walhi Nasional, Greenpeace, Pantau Gambut, Pilnet, Progress, Save Our Borneo, LBH Palangka Raya, Sawit Watch, koalisi pemuda dan mahasiswa di Pangkalan Bun dan Palangka Raya, serta individu-individu aktivis lingkungan dan masyarakat adat mendesak agar PT BGA mencabut laporan mereka dan Polres Kotawaringin Barat segera melepas Aleng, Maju, dan Suwadi, tiga orang petani yang kini mendekam di balik jeruji.

Hampir dua bulan tiga warga desa Kinjil ini ditahan di Polres Kotawaringin Barat dan mereka terancam hukuman penjara selama 7 tahun. Koalisi Keadilan untuk kinjil menilai, laporan dan penahanan ini merupakan bentuk kriminalisasi terhadap Aleng dkk, sebab tanaman sawit yang dipanen oleh Aleng dan dua rekannya merupakan tanah milik mereka sendiri dan berada di luar konsesi HGU milik PT BGA.

“Selain itu, koalisi ini juga mendesak PT BGA berhenti melakukan kriminalisasi dan mengembalikan serta mengakui hak rakyat di desa Kinjil atas tanah mereka. Pengurus negara juga harus segera melakukan evaluasi terhadap izin anak perusahaan Harita Group ini, sebab selain melakukan aktivitas di luar izin konsesi,” tandasnya.

Baca Juga :  Dinkes Beri Layanan Kesehatan 24 Jam di Daerah Banjir

Sementara itu Kapolres Kobar AKBP Bayu Wicaksono menegaskan, bahwa siapa saja berhak memberikan kritik dan masukan. Bahkan menggelar aksi untuk menyalurkan aspirasinya. Tetapi berkaitan dengan adanya kasus Aleng dan kawan-kawan ini polisi bekerja secara profesional dan transparan. Bahkan tidak ada upaya polisi melakukan kriminalisasi. Semuanya sesuai dengan aturan dan proses secara profesional. Dan kegiatan para pemuda serta mahasiswa ini sebagai bentuk solidaritas diperbolehkan saja. Semuanya sudah masuk dalam tahapan-tahapan yang sudah dilakukan.

“Kami tegaksan bahwa berkas sudah dinyatakan lengkap setelah seeblumnya diteliti. Para pelakunya sudah menjalani proses hukum dan  dalam waktu dekat akan kami limpahkan (tahap II) ke Kejari,”tegasnya.

Sementara itu, sebelumnya Perwakilan BGA Jauhari mengatakan, bahwa Bahasa kriminalisasi itu tidak benar, karena Aleng CS melakukan panen dan mengambil buah sawit perusahaan tanpa izin. Dan ini sudah beberapa kali dilakukan sudah diingatkan tetapi tidak diindahkan. Bahkan tetap nekat melakukan aslinya mencuri buah sawit dilingkungan perusahaan.

“Padahal hak lahan plasma masyarakat Desa Kinjil sudah diberikan seluas 640Ha yang pembagiannya diatur oleh desa dan koperasi. Atas lahan yg dipermasalahkan oleh Aleng tidak berdasar karena sudah mendapatkan lima Kapling plasma atas nama dirinya dan keluarganya. Namun tiga kapling sudah terlanjur dijual. Dia jutru meminta lagi lahannya 8 ha yang sudah dikerjasamakan untuk dibagi dua dengan perusahaan. Padahal hak plasmanya sudah didapatkan dan sebagian sudah dijual oleh yang bersangkutan,” pungkasnya. (dan/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/