Jumat, November 22, 2024
31.2 C
Palangkaraya

Kisruh SHM Ganda, Tanah Sudah Dipagar sebelum Kerusuhan Etnis

Sekar juga menyebut bahwa pekan depan masuk tahap pembacaan gugatan.

“Kemarin ada masuk permohonan pihak ketiga dalam hal ini masyarakat yang dituju langsung oleh objek sengketa tersebut mengajukan permohonan intervensi, mungkin setelah itu ada jawaban dari mereka, ada juga sikap kami juga, mungkin beberapa bulan lagi baru masuk tahap pembuktian para pihak,” tandasnya.

Sebelumnya, Sardi Efendi selaku koordinator sejumlah warga yang membela kepemilikan dan legalitas tanahnya mengatakan, ada 12 keluarga yang memiliki tanah di Jalan Hiu Putih VIII yang tanah milik digugat oleh Hj Musrifah. Kedatangan pihaknya ke PTUN karena merasa keberatan atas terbitnya SHM nomor 9364 atas nama Hj Musrifah dan Matsaleh Yasid oleh Kepala Kantor BPN Kota Palangka Raya di atas tanah milik 12 warga yang sudah ber-SHM.

Sardi pun menjelaskan latar belakang kisruh tersebut. Dikatakannya, sejak 12 tahun lalu, tepatnya pada Februari 2010, sudah ada pengakuan dari pihak lain atas nama Hj Musrifah dan kawan-kawan atas tanah tersebut.

Baca Juga :  PPKM Diperketat, PTM Ditunda

“Waktu itu yang menunjuk kuasa Pak Saidi Basirun, ketika mereka pakai surat itu, kami tanggapi dengan baik dan kami balas dengan surat juga, setelah itu kami ketemu dengan kuasa hukum, kemudian setelah beberapa minggu beliau mencabut kuasanya, beliau mundur,” beber Sardi kepada wartawan, Senin (20/2).

Warga sudah memiliki legalitas tanah berupa surat keterangan tanah (SKT) sejak 2005 lalu. Kini mereka telah mengantongi SHM yang diterbitkan pada 2013. Sebelum tahun itu belum bisa diterbitkan sertifikat, karena wilayah itu masih berstatus kawasan hutan produksi.

“Bu Musrifah ini mengaku sudah punya SHM sejak 2008, sementara di tahun itu lokasi ini masih masuk kawasan hak pengusahaan hutan (HPH), sertifikat kami diterbitkan oleh BPN tahun 2013, karena sudah ada pelepasan kawasan itu tahun 2012, jadi tidak ada tumpang tindih,” tuturnya.

Baca Juga :  Sugianto-Edy, Pimpinan Sarat Pengalaman Politik

Sardi menyebut bahwa warga hanya berpegang pada sertifikat yang telah diterbitkan BPN. Namun untuk saat ini pihaknya berposisi sebagai tergugat intervensi dua. “Kami tergugat intervensi dua, jadi tergugat pertama adalah BPN karena menerbitkan surat punya kami, tapi itu masih lisan, kami mau lihat isi surat gugatan itu hari ini,” ucapnya, Senin (20/2).

Pihaknya berharap agar proses penyelesaian sengketa tanah ini sesuai dengan fakta dan saksi-saksi yang ada.

“Kami juga akan mengikuti sesuai peta yang ada saja, kalau memang petanya itu bukan di tempat kami, apabila mereka memaksakan, otomatis sertifikat itu cacat hukum, karena tidak sesuai dengan objek yang ada,” jelasnya. (dan/ce/ala)

Sekar juga menyebut bahwa pekan depan masuk tahap pembacaan gugatan.

“Kemarin ada masuk permohonan pihak ketiga dalam hal ini masyarakat yang dituju langsung oleh objek sengketa tersebut mengajukan permohonan intervensi, mungkin setelah itu ada jawaban dari mereka, ada juga sikap kami juga, mungkin beberapa bulan lagi baru masuk tahap pembuktian para pihak,” tandasnya.

Sebelumnya, Sardi Efendi selaku koordinator sejumlah warga yang membela kepemilikan dan legalitas tanahnya mengatakan, ada 12 keluarga yang memiliki tanah di Jalan Hiu Putih VIII yang tanah milik digugat oleh Hj Musrifah. Kedatangan pihaknya ke PTUN karena merasa keberatan atas terbitnya SHM nomor 9364 atas nama Hj Musrifah dan Matsaleh Yasid oleh Kepala Kantor BPN Kota Palangka Raya di atas tanah milik 12 warga yang sudah ber-SHM.

Sardi pun menjelaskan latar belakang kisruh tersebut. Dikatakannya, sejak 12 tahun lalu, tepatnya pada Februari 2010, sudah ada pengakuan dari pihak lain atas nama Hj Musrifah dan kawan-kawan atas tanah tersebut.

Baca Juga :  PPKM Diperketat, PTM Ditunda

“Waktu itu yang menunjuk kuasa Pak Saidi Basirun, ketika mereka pakai surat itu, kami tanggapi dengan baik dan kami balas dengan surat juga, setelah itu kami ketemu dengan kuasa hukum, kemudian setelah beberapa minggu beliau mencabut kuasanya, beliau mundur,” beber Sardi kepada wartawan, Senin (20/2).

Warga sudah memiliki legalitas tanah berupa surat keterangan tanah (SKT) sejak 2005 lalu. Kini mereka telah mengantongi SHM yang diterbitkan pada 2013. Sebelum tahun itu belum bisa diterbitkan sertifikat, karena wilayah itu masih berstatus kawasan hutan produksi.

“Bu Musrifah ini mengaku sudah punya SHM sejak 2008, sementara di tahun itu lokasi ini masih masuk kawasan hak pengusahaan hutan (HPH), sertifikat kami diterbitkan oleh BPN tahun 2013, karena sudah ada pelepasan kawasan itu tahun 2012, jadi tidak ada tumpang tindih,” tuturnya.

Baca Juga :  Sugianto-Edy, Pimpinan Sarat Pengalaman Politik

Sardi menyebut bahwa warga hanya berpegang pada sertifikat yang telah diterbitkan BPN. Namun untuk saat ini pihaknya berposisi sebagai tergugat intervensi dua. “Kami tergugat intervensi dua, jadi tergugat pertama adalah BPN karena menerbitkan surat punya kami, tapi itu masih lisan, kami mau lihat isi surat gugatan itu hari ini,” ucapnya, Senin (20/2).

Pihaknya berharap agar proses penyelesaian sengketa tanah ini sesuai dengan fakta dan saksi-saksi yang ada.

“Kami juga akan mengikuti sesuai peta yang ada saja, kalau memang petanya itu bukan di tempat kami, apabila mereka memaksakan, otomatis sertifikat itu cacat hukum, karena tidak sesuai dengan objek yang ada,” jelasnya. (dan/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/