BERLOKASI di rumah Jalan Mendawai I Kota Palangka Raya, Kristyadi Raymond Imanuel, nama lengkap Kris ini dengan bangga mengungkapkan ingin sebagai penerus sang bapak, Agon Arun Sawung. Dulu semasa bapaknya masih hidup, ia senang memperhatikan bagaimana tangan telaten bapaknya membuat mandau.
Ia tidak pernah dipaksa, hanya sekadar memperhatikan bapaknya bekerja. Bak takdir, itu justru menjadi jalannya untuk mempertahankan usaha yang diberi nama Huma Mandau ini.
“Bapak memang sesekali mengajarkan tapi tidak keseluruhan, kebanyakan saya hanya menonton saja. Bapak saya juga dulu gitu, suka nonton kakek bikin mandau. Saya kagum sama bapak, tidak satupun proses yang dilakukan dengan mesin. Semua dikerjakan manual,” ucap Kris sembari mengenang sang bapak yang merintis usaha ini sejak tahun 1992.
Meski dikenal sebagai senjata tradisional, tetapi mandau kini juga diperkenalkan sebagai suvenir atau oleh-oleh. Hal itulah yang sedang ditekuninnya. Membuat karya lalu dijual sebagai suvenir.
“Kebanyakan yang cari itu memang wisatawan luar negeri, mereka tertarik dengan budaya Dayak dan kebanyakan yang beli laki-laki. Mereka menggunakan untuk pajangan di rumah,” ucap pemuda yang gemar berkebun di belakang rumahnya ini.
Di ruang produksi miliknya, beragam bentuk dan ukuran mandau digantung. Ada yang sepanjang 87 centimeter (cm), 65 cm hingga 55 cm. Masing-masing dilengkapi sarung dengan ukiran khas Dayak yang terbilang rumit.
Ukiran ini murni buatan tangan. Di sela wawancara, ia memperlihatkan bagaimana proses membuat ukiran. Pertama, gambar sketsa ukiran di potongan kayu, kemudian dikikir menyesuaikan garis lekukan. Lalu, diperhalus dan poles untuk menjadi sarung yang cantik.
Untuk gagang tiap mandau yang dipajangnya pun berbeda. Ada yang terbuat dari tanduk rusa maupun kayu ulin. Tak ketinggalan, di gagang tersebut dipasang hiasan rambut dari ekor sapi.
“Untuk gagang yang dibuat dengan tanduk rusa ini produk lama. Bahan bakunya susah didapat atau langka. Kalaupun ada juga harus selektif, ada tanduk yang mudah keropos,” ucap pemuda lulusan SMKN 1 Kota Palangka Raya ini.
Bicara harga, produk Huma Mandau ini bervariasi dari Rp500ribu sampai Rp5 juta. Kebetulan untuk harga Rp500ribu tersebut adalah produk baru yang sedang dipersiapkan untuk ikutserta Pameran Apresiasi Kreasi Indonesia dari yang rencana dihadiri Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno dalam waktu dekat.
Produk baru itu merupakan inovasi. Masih berupa mandau tapi dengan ukuran kecil sepanjang 32 cm. Kebanyakan yang tertarik dengan mandau ragu bila membeli yang panjang, maka ia terinspirasi membuat versi mini.
Jika dulu sang bapak memasarkan melalui mulut ke mulut. Berbeda yang dialami anak ketujuh dari sembilan bersaudara ini, bersama sang kakak Ariniawati sudah bisa memanfaatkan kemajuan media sosial untuk memasarkan produk.
“Kami memulai buat akun di instagram dengan nama Huma Mandau. Pengikutnya memang baru 47 tapi kami akan terus bikin konten di sana. Saya juga suka jual di akun facebook saya Arinia Sawung,” tambah Ariniawati yang bertugas membuat belawit buhul kunci (tali mandau, red) itu.
Di dua akun media sosial itulah, keduanya terus mengupdate produk mandau yang sudah jadi maupun sedang dikerjakan. “Terasa sekali manfaatnya dengan media sosial ini, produk kami makin dikenal masyarakat dan masyarakat jadi tahu mengenai mandau,” tambah wanita berusia 33 tahun ini.
Sembari menatap hangat adiknya, Ariniawati mengaku akan berusaha kuat memberi semangat kepada adiknya itu. Bahkan, ia siap menemani adiknya kemana pun untuk berkoordinasi maupun memperluas jaringan demi berkembang sebagai perajin mandau. (*/ala)