Banyak cara umat Islam memperingati Maulid Nabi Muhammad saw. Salah satunya seperti yang dilakukan ratusan warga di Kota Palangka Raya, yakni mengikuti tradisi baayun atau mengayun anak.
MUTHOH, Palangka Raya
BAAYUN maulid merupakan tradisi mengayun bayi atau anak. Tradisi turun-temurun ini merupakan bentuk rasa syukur atas kelahiran Nabi Muhammad saw. Tujuannya agar anak-anak bisa mengikuti keteladanan Nabi Muhammad saw serta berbakti kepada orang tua masing-masing. Tradisi tersebut dilaksanakan pada hari peringatan maulid Nabi Muhammad saw yang jatuh tiap tanggal 12 Rabiul Awal kalender Hijriah, Kamis (28/9).
Tradisi baayun maulid yang pertama kali diadakan di Masjid Baburrahmah, Jalan Jati Raya, Palangka Raya itu diharapkan dapat mempererat tali silaturahmi antarumat dan masyarakat, baik yang berada di sekitar Kelurahan Panarung maupun kelurahan lain. Meski cuaca cukup panas disertai kabut asap, tetapi tidak menyurutkan semangat dan antusiasme para ibu muda maupun tua.
“Tradisi ini baru pertama kali diadakan. Maksud dan tujuan kegiatan ini adalah untuk mempererat tali silaturahmi antarmasyarakat, terutama yang ada di Kelurahan Panarung. Ada sekitar 160 orang yang berpartisipasi, baik dari Panarung maupun wilayah sekitar, karena ini kegiatan umum, siapa saja boleh ikut serta setelah mendaftar, juga tidak dipungut biaya,” ucap Syairullah.
Tradisi baayun maulid merupakan budaya lokal peninggalan nenek moyang masyarakat Banjar yang dilestarikan hingga sekarang. Awalnya tradisi masyarakat Banjar itu belum tersentuh dengan agama Islam. Namun seiring masuknya Islam ke tanah Kalimantan, akhirnya terjadi akulturasi. Alhasil tradisi baayun itu dilaksanakan bertepatan dengan perayaan kelahiran Nabi Muhammad saw.
“Dengan harapan anak yang diayun dapat mengenal yang namanya silaturahmi, maulid nabi, dan tentunya agama Islam,” kata Syairullah.
Ayunan yang digunakan dalam tradisi itu berupa kain tapih atau jari yang digunakan sebagai ayunan. Sebagian lagi menyandingkan tapih dengan kain kuning yang memiliki makna kemakmuran. Selain itu, ayunan juga dipercantik dengan berbagai hiasan. Ada yang menggunakan janur, menggantung uang, dan beberapa jenis makanan ringan. Semua itu punya makna masing-masing, sebagai doa untuk sang anak yang diayun. Anak yang diayun pada tradisi ini umumnya berusia 1 tahun hingga 5 tahun, bahkan 6 tahun.
“Kegiatan ini diharapkan bisa terus berlanjut di tahun berikutnya, karena selain untuk mempererat silaturahmi, juga memperingati maulid nabi, kami ingin memperkenalkan kepada anak-anak hari besar yang ada dalam agama Islam, khususnya maulid nabi,” harapnya.
Sembari mendengar ceramah, Mukaramah dengan lembut mengayun anaknya, Ahmad Zamzam, yang tertidur lelap. Ibu dua anak itu mengaku baru pertama kali mengikuti tradisi baayun. Setelah mendapat informasi melalui pesan grup WhatsApp, ia tertarik untuk ikut serta. Perempuan berusia 37 tahun itu berharap anak keduanya itu bisa mendapatkan safaat dari kegiatan tersebut, serta kelak menjadi anak yang saleh, berbakti pada orang tua, dan berguna bagi agama dan bangsa.
Seorang anum atau ibu muda bernama Monika juga turut serta mengikuti tradisi baayun ini. Meski bukan keturunan Banjar, perempuan berusia 26 tahun itu berharap putrinya, Sofia yang berusia 1 tahun 1 bulan dapat mengenal perasaan maulid nabi. Wanita yang tempat tinggalnya di sekitar kompleks masjid itu ingin agar kelak anaknya itu dapat menjadi perempuan saleha. Karena itulah sejak dini ia mengenalkan Sofia dengan agama Islam. (*/ce/ala)