Berjuta cerita terekam sejauh perjalanan ke Murung Raya. Pergolakan logika dan metafisika melengkapi karya para komunitas seni budaya alias kombud yang ikut ke sana. Kontinuitas angka tujuh menjadi inklusi tersendiri untuk dibagi. Boleh dianggap kebetulan. Bisa diyakini sarat pesan.
ALBERT M SHOLEH, Puruk Cahu
HARI pertama dan kedua di Kota Puruk Cahu, Kabupaten Murung Raya. Ketiga dan keempat di Desa Tumbang Apat. Kelima dan keenam di Desa Tumbang Olong. Banyak legenda dan fakta menjadi bahan omongan. Pukul 21.00 WIB, rombongan tiba di kediaman Kepala Desa Tumbang Olong 2, Seger Satria. Sambutan luar biasa diberikan tuan rumah kepada tamunya. Ritual potong pantan dipimpin tokoh adat setempat. Ada juga Camat Uut Murung, Milwan Admaja dan Kepala Desa Tumbang Olong 1, Tarigan.
Di ruang tengah rumah kades, hampir tengah malam, perbincangan lengkap dengan sejumlah kudapan. Diawali Ketua Dewan Kesenian Palangka Raya (DKPR) Jimy O Andin sebagai kepala rombongan menjelaskan tujuan.
Mendadak suara riuh terdengar dari depan rumah. Seketika masuk membawa boks berisi ikan sapan. Warga setempat percaya ikan sapan adalah makanan nenek moyang dan para raja terdahulu. Munculnya ikan sapan dianggap berkah.
“Ini pertanda baik. Tidak semua tamu yang pesan ikan sapan mendapatkannya, walaupun satu ekor saja. Ini malah tujuh ekor. Biasa ada tamu selalu kita pesan warga carikan ikan sapan dengan cara ditombak. Ini baru pertama kalinya,” ucap sang tuan rumah, Seger.
Ikan sapan dianggap langka. Susah mencarinya. Jauh tempatnya. Apalagi untuk menangkapnya, hanya bermodal tombak. Bisa jadi karena proses tersebut, daging ikan sapan terasa tebal dan lembut. Sedikit duri. Telurnya sangat lezat dimasak dengan bumbu lengkuas hutan.
Menikmati makan sayur daun singkong dengan lauk ikan sapan, selama dua hari di Tumbang Olong, serasa dijamu makanan terenak di Murung Raya. Tapi, tetap tak boleh sombong.
“Ada warga yang biasanya mencari ikan. Sering juga tidak dapat. Kami biasa memang pesan. Nah yang mendapatkan tujuh ekor ikan sapan ini dua orang kakak beradik,” sambung Seger yang juga Ketua Asosiasi Pemerintah Desa (DPD Apdesi) Kalteng ini, sembari meyakini perjalanan rombongan selama di Murung Raya bukanlah hal biasa.
Seakan tak percaya melihat tujuh ekor ikan sapan di depan mata, Geng Kapak yang notabene komunitas pemuda seni dan budaya mengabadikannya dengan ponsel pintar masing-masing.
Di tengah kegirangan mendapatkan ikan langka tersebut, Jimy O Andin melanjutkan cerita tentang niat dan tujuan kedatangan rombongan. Tiba-tiba, ditelepon dari Palangka Raya oleh sang istri tercinta. Memberikan kabar jika ada sedikit kejanggalan tentang ayam tetangga bertelur hingga menetas tujuh ekor.
Entah apa sebabnya, seketika semua perbincangan langsung fokus ke angka tujuh. “Kami juga ada tujuh bersaudara,” timpal pak kades.
Sembari memegang kamera dokumentasi, fotografer Hitam Putih Borneo (HPB) Deny Krisbiyantoro akhirnya buka suara.