Ia juga meminta kedamangan untuk memberi denda adat terhadap PT SGM sesuai hukum adat Dayak di Bartim, karena dianggap telah melakukan perusakan lingkungan. Menurut Raffi, walaupun PBS tersebut sudah membebaskan lahan masyarakat untuk tujuan pembukaan lahan, bukan berarti semena-mena melakukan penggusuran.
“Jangan hanya punya Amdal, tapi tidak dijalankan sebagai mana mestinya,” ucapnya menyindir seraya berterima kasih kepada DLH Bartim yang telah menindak tegas dengan menghentikan aktivitas PT SGM.
Menurutnya segala bentuk perusakan lingkungan oleh semua perusahaan di Bartim yang dinilai merugikan masyarakat hendaknya dihentikan dengan tegas.
“Saya sebagai masyarakat Bartim yang punya adat istiadat serta beradat meminta segera mungkin PT SGM melakukan pemulihan fungsi sempadan Sungai Bumut,” tegas Raffi.
Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Kalteng Bidang Ekonomi dan Sumber Daya Alam (SDA) Lohing Simon mengingatkan kepada perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kalteng supaya membuka lahan sesuai dengan izin yang dikantongi sehingga tidak menimbulkan polemik kemudian hari. Selain itu, para investor yang masuk ke Kalteng diharapkan berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menyikapi persoalan terkait dugaan perusakan lingkungan ini, manajemen PT SGM mengakui kelalaian pihaknya (human error) dalam aktivitas land clearing yang menyebabkan rusaknya sempadan Sungai Bumut. Perusahaan juga telah menerima rekomendasi DLH Bartim yang meminta untuk memulihkan sempadan Sungai Bumut dengan tanaman penutup atau cover crop.
“Kami akan melaksanakan apa yang menjadi rekomendasi DLH dalam kurun waktu 60 hari kalender,” ucap Humas PT SGM Rico Tarigan, Sabtu (3/7).
Rico menyebut, kelalaian terdapat pada tingkat surveyor saat melakukan pengecekan lapangan yang bertepatan dengan musim kemarau, sehingga tidak terlihat secara pasti bahwa area tersebut merupakan kawasan Sungai Bumut. Alhasil saat pembersihan lahan dilakukan, 60 meter area sempadan Sungai Bumut ikut tergusur.