Senin, November 25, 2024
24.2 C
Palangkaraya

Harga Pupuk Dijual di-Atas HET, Polda Akan Turunkan Tim

Seperti diketahui, petani di kawasan food estate Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) sedang tidak baik-baik kondisinya. Garda terdepan dalam menyediakan pangan ini butuh perhatian dari pemerintah. Itu menyusul mahalnya harga pupuk subsidi di toko pengecer. Harga yang dijual ke petani tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah.

Tidak hanya soal HET yang dikeluhkan petani, tapi juga distribusi pupuk bersubsidi jenis Urea dan NPK Phonska yang terlambat. Hal ini membuat petani mendesak pemerintah pusat hingga daerah segera turun tangan mengatasi keluhan mereka. Pasalnya, jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan memengaruhi hasil tanam petani tahun ini.

Perihal mahalnya harga pupuk bersubsidi ini dibenarkan oleh Mulyono selaku ketua Kelompok Tani (Poktan) Margomulyo, Desa Belanti Siam. Ia mengatakan, harga pupuk bersubsidi terutama jenis pupuk Urea dan NPK Phonska sudah naik sekitar Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per sak 50 kg.

“Harga eceran tertinggi untuk pupuk Urea tercatat Rp112.500, tapi sekarang dijual ke petani Rp125.000 dan NPK Phonska harga HET-nya Rp115.000, tapi dijual di sini Rp135 ribu per sak 50 kg,” kata Mulyono yang mengaku kenaikan ini sudah terjadi sekitar sebulan terakhir.

Baca Juga :  Batamad Berkontribusi Jaga Keamanan dan Kedamaian

Keterangan Mulyono ini dibenarkan rekannya sesama ketua poktan di desa itu, Pujiaman. Menurut Ketua Poktan Sido Mekar ini, selain harga pupuk yang dinilai mahal, pupuk yang dijual pemilik toko juga sering terlambat didatangkan.

“Pupuk ini datang sih datang, tapi sering terlambat, tidak tepat waktu saat petani butuh untuk pemupukan,” terang Pujiaman yang mengaku tidak mengetahui persis penyebab keterlambatan datangnya pupuk bersubsidi.

Pujiaman menyebut keterlambatan pupuk ini bisa berakibat turunnya produksi padi yang ditanam para petani. Karena pada awal penanaman padi, peran pupuk sangatlah penting, agar tanaman padi bisa tumbuh dengan subur dan menghasilkan padi yang baik.

“Kalau padi terlambat dikasih pupuk, jadi kurang bagus, tanaman memang bisa hijau, tapi anakan tanaman padi yang tumbuh sedikit,” ujar pria kelahiran Desa Belanti Siam ini.

Baca Juga :  Seorang Anggota BPBD Barsel Meninggal Dunia Usai Sempat Pingsan saat Padamkan Karhutla

Pujiaman juga membenarkan keterangan Mulyono yang menyebut bahwa petani yang bisa membeli pupuk bersubsidi adalah mereka yang memegang Kartu Tani. Para petani yang memiliki kartu tersebut, setiap musim tanam berhak membeli 6 sak pupuk Urea dan 18 sak NPK Phonska yang masing masing beratnya 50 kg.

“Tapi biarpun sudah beli pakai Kartu Tani, kami juga tidak bisa beli dalam jumlah banyak sekaligus. Kalau (pupuk) datang, itu juga harus dibagi-bagi,” katanya.
Yang membuatnya heran adalah harga pupuk bersubsidi seperti Urea dan NPK Phonska saat ini dijual ke petani dengan harga lebih mahal dibandingkan tahun-tahun sebelum petani memegang Kartu Tani. “Dulu kami bisa beli pupuk Urea per sak seharga Rp100 ribu, tapi sekarang malah per sak jadi Rp125 ribu,” keluhnya. “Masalah pupuk ini harus segera diluruskan, apalagi saat ini kan masuk musim tanam, petani butuh pupuk yang banyak,” pungkasnya. (sja/ram/art/abw/ce/ala)

Seperti diketahui, petani di kawasan food estate Desa Belanti Siam, Kecamatan Pandih Batu, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) sedang tidak baik-baik kondisinya. Garda terdepan dalam menyediakan pangan ini butuh perhatian dari pemerintah. Itu menyusul mahalnya harga pupuk subsidi di toko pengecer. Harga yang dijual ke petani tidak sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan pemerintah.

Tidak hanya soal HET yang dikeluhkan petani, tapi juga distribusi pupuk bersubsidi jenis Urea dan NPK Phonska yang terlambat. Hal ini membuat petani mendesak pemerintah pusat hingga daerah segera turun tangan mengatasi keluhan mereka. Pasalnya, jika tidak segera diatasi, dikhawatirkan memengaruhi hasil tanam petani tahun ini.

Perihal mahalnya harga pupuk bersubsidi ini dibenarkan oleh Mulyono selaku ketua Kelompok Tani (Poktan) Margomulyo, Desa Belanti Siam. Ia mengatakan, harga pupuk bersubsidi terutama jenis pupuk Urea dan NPK Phonska sudah naik sekitar Rp10 ribu sampai Rp20 ribu per sak 50 kg.

“Harga eceran tertinggi untuk pupuk Urea tercatat Rp112.500, tapi sekarang dijual ke petani Rp125.000 dan NPK Phonska harga HET-nya Rp115.000, tapi dijual di sini Rp135 ribu per sak 50 kg,” kata Mulyono yang mengaku kenaikan ini sudah terjadi sekitar sebulan terakhir.

Baca Juga :  Batamad Berkontribusi Jaga Keamanan dan Kedamaian

Keterangan Mulyono ini dibenarkan rekannya sesama ketua poktan di desa itu, Pujiaman. Menurut Ketua Poktan Sido Mekar ini, selain harga pupuk yang dinilai mahal, pupuk yang dijual pemilik toko juga sering terlambat didatangkan.

“Pupuk ini datang sih datang, tapi sering terlambat, tidak tepat waktu saat petani butuh untuk pemupukan,” terang Pujiaman yang mengaku tidak mengetahui persis penyebab keterlambatan datangnya pupuk bersubsidi.

Pujiaman menyebut keterlambatan pupuk ini bisa berakibat turunnya produksi padi yang ditanam para petani. Karena pada awal penanaman padi, peran pupuk sangatlah penting, agar tanaman padi bisa tumbuh dengan subur dan menghasilkan padi yang baik.

“Kalau padi terlambat dikasih pupuk, jadi kurang bagus, tanaman memang bisa hijau, tapi anakan tanaman padi yang tumbuh sedikit,” ujar pria kelahiran Desa Belanti Siam ini.

Baca Juga :  Seorang Anggota BPBD Barsel Meninggal Dunia Usai Sempat Pingsan saat Padamkan Karhutla

Pujiaman juga membenarkan keterangan Mulyono yang menyebut bahwa petani yang bisa membeli pupuk bersubsidi adalah mereka yang memegang Kartu Tani. Para petani yang memiliki kartu tersebut, setiap musim tanam berhak membeli 6 sak pupuk Urea dan 18 sak NPK Phonska yang masing masing beratnya 50 kg.

“Tapi biarpun sudah beli pakai Kartu Tani, kami juga tidak bisa beli dalam jumlah banyak sekaligus. Kalau (pupuk) datang, itu juga harus dibagi-bagi,” katanya.
Yang membuatnya heran adalah harga pupuk bersubsidi seperti Urea dan NPK Phonska saat ini dijual ke petani dengan harga lebih mahal dibandingkan tahun-tahun sebelum petani memegang Kartu Tani. “Dulu kami bisa beli pupuk Urea per sak seharga Rp100 ribu, tapi sekarang malah per sak jadi Rp125 ribu,” keluhnya. “Masalah pupuk ini harus segera diluruskan, apalagi saat ini kan masuk musim tanam, petani butuh pupuk yang banyak,” pungkasnya. (sja/ram/art/abw/ce/ala)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/