Setiap manusia tercipta dengan kekurangan dan kelebihan. Termasuk para penyandang tunarungu. Meskipun memiliki keterbatasan indra pendengaran, mereka dititipkan kelebihan yang luar biasa. Punya berbagai keahlian yang tak semua orang normal miliki.
PATHUR RAHMAN, Palangka Raya
JUMAT lalu, saya (penulis) mengikuti aksi sosial yang dilakukan oleh Lurah Panarung Evi Kahayanti. Aksi sosial Jumat Berkah tersebut berupa pembagian paket sembako kepada warga lansia di Jalan Kecipir, Palangka Raya. Bantuan itu untuk meringankan beban warga lansia dan yang mengalami strok ringan.
Usai menyerahkan paket sembako kepada lansia di Jalan Kecipir, Evi Kahayanti melanjutkan aksi sosial ke markas Dewan Pengurus Daerah (DPD) Gerakan Sejahtera Tunarungu di Jalan Salampak Umpar. Sesampai di lokasi tujuan, saya dan lurah disambut Ketua DPD Gerakan Sejahtera Tunarungu Kalteng Yusnarisma. Sempat terkendala komunikasi karena Yusnarisma menggunakan bahasa isyarat.
Sepuluh menit kemudian, Normalayanti selaku juru bicara pendamping bahasa isyarat datang. Normalayanti merupakan adik dari Yusnarisma. Dia bertindak sebagai penerjemah. Setelah komunikasi lancar, paket sembako Jumat Berkah langsung diserahkan oleh Lurah Evi Kahayanti kepada Yusnarisma.
Normilayanti mengatakan, selain menjadi ketua DPD, kakaknya juga merupakan ketua komunitas kerajinan tunarungu. Ada banyak hasil rajutan yang dipamerkan pada gerai Gerkatin Palangka Raya. Tidak hanya menjual hasil karya seni rajutan seperti tas rajut dan kaus kaki rajut, tapi juga menjual aksesori-aksesori lainnya.
“Alhamdulillah saya berhasil meraih juara tiga pada lomba inovasi daerah yang diadakan Pemerintah Kota Palangka Raya melalui hasil karya menganyam tas dari bahan dasar rotan,” ucap Yusnarisma melalui Normilayanti.
Dikatakannya, dari sekitar 80-an anggota DPD Gerkatin, ada 11 orang yang memiliki bakat merajut. Berkat keterampilan itulah para anggota Gerkatin membuat karya seperti tas dan kaus kaki rajut untuk selanjutnya dijual.
Di sela-sela perbincangan, kami juga diajarkan beberapa gerakan bahasa isyarat. Contohnya, bahasa isyarat untuk kata korupsi. Tangan kiri berposisi seperti memeluk dan tangan kanan menarik ke dalam.
Bahasa isyarat untuk kata pemerintah, cukup dengan memegang kepala. Bahasa isyarat gubernur/wali kota dan bupati, tangan kanan menunjukkan logo bundar di dada, yang melambangkan lencana dari kepala daerah.
Sedangkan untuk simbol Kota Palangka Raya, dua tangan kuncup yang melambangkan batang garing atau Kota Cantik. Kota Sampit diisyaratkan dengan tangan kiri di bawah mengepal dan tangan kanan di atas membentuk ikan mengepak. Sedangkan untuk Kota Nanga Bulik, tangan meliuk-liuk ke depan seperti ular, lalu dikembalikan ke belakang, yang menandakan naga bulik atau naga pulang.
“Cukup unik juga ya bahasa isyarat, bukan cuman a, b , c , dan d di tangan saja, tapi juga di zaman industri 4.0 atau di zaman melek digital ini juga teman-teman tunarungu memiliki bahasa gaul atau terkini,” ungkap Evi.
Untuk kata prioritas, bahasa isyaratnya ternyata cukup simpel. Tangan kiri di depan dan tangan kanan dibuat meliuk melalui tangan kiri. Cukup mudah dipahami.
Dari kunjungan selama kurang lebih sejam itu, Lurah Evi Kahayanti melihat adanya bakat dan minat besar yang dimiliki para tunarungu di Kota Palangka Raya. Karena itu ia berharap agar Pemerintah Kota (Pemko) Palangka Raya melalui instansi teknis seperti Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Latihan Kerja (BLK) bisa mengadakan pelatihan keterampilan khusus kepada para penyandang tunarungu.
Selain itu, Evi pun berharap agar ke depannya Dinas Perdagangan dan Dinas Pariwisata Kota Palangka Raya bisa membantu untuk mempromosikan dan memasarkan hasil-hasil karya dari Komunitas Kerajinan Tunarungu.
“Kami akan coba bantu memfasilitasi agar anggota Kerajina DPD Tunarungu ini bisa diperhatikan, baik melalui peningkatan SDM maupun pelatihan keterampilan khusus, termasuk pemasaran hasil karya tangan mereka,” pungkasnya. (*/ce/ala)