Site icon KaltengPos

Kalteng Siaga Darurat Karhutla

CEK SAPRAS: Kapolda Kalteng Irjen Pol Dedi Prasetyo (kiri, menujuk sapras), Wagub H Edy Pratowo, dan Danrem 102/Pjg Brigjen Purwo Sudaryanto saat mengecek sapras penanganan darurat karhutla di halaman kantor gubernur, Kamis (12/8). FOTO:DENAR/KALTENG POS

PALANGKA RAYA-Di tengah wabah Covid-19 yang sedang melanda, Kalteng juga dihantui ancaman kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bencana alam ini terjadi ketika musim kemarau tiba. Kondisi ini membuat pemerintah provinsi (pemprov) segera menetapkan status siaga darurat bencana karhutla melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Kalteng Nomor 188.44/308/2021 tanggal 10 Agustus 2021.

Status siaga darurat karhutla mulai berlaku sejak kemarin (12/8), ditandai dengan apel gelar pasukan dan pengecekan kesiapan sarana prasaranan (sapras) penanganan karhutla. Kegiatan yang diikuti oleh Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng H Edy Pratowo, Kapolda Kalteng Irjen Pol Dedi Prasetyo, dan Danrem 102/Pjg Brigjen Purwo Sudaryanto tersebut dilaksanakan di halaman Kantor Gubernur Kalteng.  

“Status siaga darurat berlaku mulai Kamis (12/8) yang ditandai dengan apel gelar pasukan dan sarana prasarana,” tegas Wagub Kalteng H Edy Pratowo saat membacakan arahan Gubernur Kalteng H Sugianto Sabran.

Selain menepatkan status siaga darurat, juga ada satuan tugas penanganan karhutla yang langsung di bawah komando gubernur, wagub, kapolda, danrem, dan pj sekda. Untuk operasional penanganan di lapangan, ditetapkan Kepala Badan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran Kalteng sebagai komandan harian.

Dikatakan wagub, dengan penetapan status siaga darurat dan satuan tugas karhutla, diharapkan seluruh personel bekerja maksimal dengan mengoptimalkan sarpras dan sumber daya lainnya yang ada. Dengan demikian potensi karhutla bisa dicegah dan ditangani berkat kesiapan dan kekompakan antarlembaga. Santa diharapakan tahun ini tidak terjadi bencana kabut asap seperti yang melanda Kalteng pada 2015 dan 2019 lalu.

“Walaupun Agustus ini sebagaian besar wilayah Kalteng masih diguyur hujan, tapi jangan sampai kita lengah dan bersantai-santai. Satgas provinsi dan kabupaten/kota harus terus meningkatkan sinergi dalam penanganan karhutla. Tujuannya adalah mewujudkan Kalteng bebas kabut asap 2021 untuk Kalteng yang makin BERKAH lagi,” ungkap wagub.

Berdasarkan pengalaman penanganan karhutla selama ini, lanjut wagub, kecepatan deteksi dini dan pemadaman dini sangat efektif. Maka kepada satgas karhutla provinsi, kabupaten/kota, hingga tingkat desa diminta untuk meningkatkan sosialisasi maupun patroli ke daerah rawan kebakaran.

“Dengan demikian setiap peluang kejadian karhutla dapat dideteksi. Jika terjadi kebakaran, dapat dilakukan pemadaman sedini mungkin, sehingga tidak menimbulkan kebakaran yang lebih besar. Ini dilakukan untuk mewujudkan Kalteng bebas kabut asap,” tegasnya.

Dalam situasi pandemi saat ini, seluruh personel yang bertugas dalam penanganan di lapangan diimbau tetap menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Jangan sampai terpapar Covid-19 saat menjalankan tugas. Semua anggota satgas dapat melakukan sosialisasi dan adukasi agar masyarakat dapat lebih memahami soal bahaya kebakaran hutan dan lahan serta Covid-19.

Di tempat yang sama, Kapolda Kalteng Irjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, daerah rawan karhutla yang paling diwaspadai pihaknya yakni Taman Nasional Sebagau dan Taman Nasional Tanjung Puting.

“Tahun ini yang perlu ditingkatkan kewaspadaan adalah Taman Nasional Sebangau di Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas, karena adanya warning dari BMKG bahwa kemungkinan kemarau melanda dua kabupaten itu pada Agustus dan September,” tegas jenderal bintang dua ini.

Kemudian, lanjut kapolda, langkah-langkah antisipasi yang dilakukan antara lain melalui upaya preventif seperti patroli gabungan TNI Polri dan unsur terkait, serta mengimbau kepada masyarakat untuk tidak membakar hutan dan lahan secara periodik.

“Upaya sosialisasi dan edukasi juga akan terus kami lakukan di 14 kabupaten/kota. Termasuk mengagendakan latihan gabungan dengan sasaran Kabupaten Pulang Pisau dan Kapuas serta kabupaten lainnya yang juga dinilai rawan,” tegas kapolda.

Pasukan yang akan dilibatkan di tingkat provinsi berjumlah 400 orang dan 400 personel dari kabupaten/kota serta unsur lainnya. Diperkirakan total personel yang akan melakukan penanganan nanti mencapai 1.400 orang.

Belum Ada Masyarakat Hukum Adat Mengajukan Permohonan Pembakaran Lahan

Sementara itu, tahun lalu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng telah menetapkan Peraturan Daerah (Perda)  Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengendalian Kebakaran Lahan. Dalam perda tersebut tertuang bahwa pemerintah memberikan kelonggaran kepada masyarakat hukum adat untuk melakukan pembakaran lahan sesuai dengan aturan-aturan yang ditetapkan. Namun hingga saat ini belum ada masyarakat hukum adat yang mengajukan permohonan pembakaran lahan.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng Ventchrisway mengatakan, dalam perda tersebut tertera bahwa lahan yang diperbolehkan untuk dibakar adalah tanah non-gambut, dalam hal ini tanah mineral. Itupun harus ada pengajuan terlebih dahulu oleh masyarakat hukum adat.

“Saat ini sedang proses pembuatan peraturan gubernur (pergub) tentang penetapan masyarakat hukum adat,” katanya saat diwawancarai, Kamis (12/8).

Diungkapkannya, hingga saat ini hanya di Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis) saja yang sudah ditetapkan sebagai lahan masyarakat hukum adat. Sejauh ini belum ada yang mengurus perizinan pembakaran lahan itu. Kabupaten lain yang saat ini sedang mengurus penetapan masyarakat hukum adat yakni Kabupaten Kapuas.

“Untuk Kabupaten Kapuas saat ini sedang tahap verifikasi dan validasi,” tuturnya kepada Kalteng Pos.

Dijelaskannya, Kota Palangka Raya pun saat ini sedang dalam proses, tapi terkendala wilayah, lantaran lokasinya berada di perbatasan dengan Kabupaten Gunung Mas (Gumas). Dengan demikian, proses ini belum bisa dilanjutkan. Sementara kabupaten lainnya di Kalteng belum ada yang mengurusnya. “Harus menunggu kesepakatan antara Gumas dan Palangka Raya,” jelasnya.

Pihaknya menyebut, perda ini pada dasarnya sudah disosilasasikan. Namun kendalanya pada syarat pembakaran hanya untuk masyarakat hukum adat. Artinya jika mayarakat hukum adat sudah ditetapkan, maka perda ini baru bisa diterapkan.

“Iya, karena poin penting dari perda ini yakni masyarakat hukum adat,” sebut dia.

Pihaknya menyebut akan terus melakukan pemeliharan terhadap sumur bor dan melakukan pembasahan bekerja sama dengan masyarakat, TNI, dan Polri.

“Sumur bor ini penting untuk menunjang operasional pembasahan, termasuk untuk pembangunan sekat kanal sudah proses lelang, juga ada kegiatan pemeliharaan,” pungkasnya. (nue/abw/ce/ala)

Exit mobile version