“Saya melihat peluang saya lebih besar di fotografi, maka saya tekuni fotografi,” tambah perempuan lulusan FKIP Jurusan Biologi Unversitas Palangka Raya (UPR) ini.
Dua tahun terakhir ini ia betul-betul fokus untuk mengembangkan ide-ide yang bisa menarik calon konsumen. Sebab, fotografer memiliki peranan penting dalam membuat visual yang menarik sesuai dengan sasaran konsumen dan untuk menghasilkan foto yang “bernyawa”.
“Fotografer tak hanya dituntut untuk jago foto, tapi juga mengikuti perkembangan tren fashion dan beauty untuk beragam segmentasi,” ungkapnya.
Wilis merasa bersyukur memiliki Studio Ambrose, meski masih sederhana dan belum semua kebutuhan konsumen terpenuhi. Wilis terus berpikir untuk mengembangkannya. Saat ini ia menjalin kerja sama dengan pemilik jasa dekorasi hingga penyewaan kostum.
“Jika kebutuhan pemotretan, terkadang saya pribadi yang mengatur untuk dekor. Untuk baju yang sesuai dengan selera atau keinginan klien, saya usahakan selalu tersedia. Bahkan saya pernah menyediakan kostum yang saya sewa dari Pulau Jawa,” bebernya.
Soal harga, tentu setiap fotografer memiliki pasar dengan banderol masing-masing. Memiliki standar pasar, iya. Namun, harga itu bukanlah patokan. Menyesuaikan lagi dengan konsep dan keribetan serta biaya produksi yang harus dikeluarkan. “Untuk omzet, per bulan tidak menentu ya, sekitar Rp5 hingga Rp20 juta untuk saat ini,” tuturnya.