Kalau masakan western, asparagus biasanya disandingkan dengan steak daging. ”Dengan menanam sendiri, saya akhirnya belajar memakan yang belum pernah saya makan,” ujarnya.
Salah satu yang akhirnya dikonsumsi adalah lenca. Buah lenca biasanya dimakan dengan lalapan atau pecel.
Dengan menanam sendiri, anak-anaknya juga jadi gemar makan sayur. Sebab, mereka dilibatkan selama proses menanam. Terkadang saat mengolah hasil panen pun ikut ke dapur.
”Saya sering bilang ke anak, ayo ke supermarket di atas,” ucapnya.
Jessica juga belajar kegunaan tanamannya selain untuk dimakan. Misalnya, daun jinten yang bisa difungsikan sebagai antiseptik. Kalau ada luka, cukup diolesi daun jinten yang dilumatkan.
Oyong yang biasa dibuat sup ternyata dapat digunakan sebagai alat cuci piring. Oyong yang tua dan berserat dikeringkan. Nanti bertekstur seperti busa cuci piring.
Ulat dan hama lain tak menjadi musuh serius. Semua tanaman Jessica tak menggunakan pupuk kimia. Semuanya organik.
Dan, namanya menanam secara organik, otomatis harus berdampingan dengan alam. Termasuk memaklumi keberadaan hama. Cukup dikendalikan. Tidak perlu mengontrol berlebihan terhadap kebunnya.
Dalam lanskap yang berbeda, Jessica tak ubahnya karakter Korot dalam novel Tahun Penuh Gulma karya Siddhartha Sarma. ”Dia mencabuti musuh-musuhnya dan merawat teman-temannya, sampai hujan berhenti dan lapisan tanah bagian bawah mengeras sedikit, dan petak-petak bunganya aman.”
Jessica mengombinasikan buah, sayur, dan bunga di kebunnya untuk melawan musuh-musuhnya (baca: hama) dan merawat teman-temannya (baca: tanaman). Bunga matahari, misalnya, ditanamnya agar belalang tak menggerogoti sayurannya.
Selain itu, menanam bunga mengundang serangga untuk membantu penyerbukan. ”Jadi seperti hutan. Bekerja dan tumbuh dengan sendirinya,” imbuhnya.
Termasuk memelihara ayam agar kotorannya bisa digunakan sebagai pupuk. Jadi, kebun miliknya bukan hanya tumbuhan, tapi juga ada hewannya.