PALANGKA RAYA-Belum lama ini viral kejadian tindak asusila yang dilakukan oleh aknum ustaz kepada beberapa santri di salah satu pondok pesantren (ponpes) di Jawa Barat (Jabar). Tentu saja kejadian ini jangan sampai terjadi lagi di ponpes, yang memiliki citra sebagai wadah pendidikan dan moral umat muslim, termasuk di Kalimantan Tengah (Kalteng).
Menanggapi itu, Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) Kalteng Ahmadi mengatakan, menurut informasi yang didapatkan bahwa kejadian tindak asusila tersebut terjadi pada ponpes yang tidak terdaftar di Kementerian Agama. Sangat diharapkan kejadian serupa tidak terjadi di Kalteng.
“Kami dari Kanwil Kemenag Kalteng Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam yang terkait dengan penanganan ponpes, selalu memberikan pembinaan dan penyuluhan,” katanya saat dikonfirmasi Kalteng Pos melalui sambungan telepon, Selasa (14/12).
Diungkapkannya, ponpes merupakan lembaga yang mengawal moral anak-anak bangsa. Tentunya harus memberikan contoh, teladan, dan pencerahan kepada masyarakat khususnya umat Islam yang ada di sekitar. Untuk pengawasan perkembangan ponpes, secara berkala pihaknya melakukan monitoring.
“Kami juga memberi pembinaan kepada para santri melalui para ustaz maupun ustazah, sehingga benar-benar mencerminkan bahwa ponpes menjadi idola moral bagi masyarakat dan bangsa,” ungkapnya.
Lebih lanjut dijelaskanya, ponpes di Kalteng yang sudah terdaftar pada Kementerian Agama sebanyak 96 ponpes, tersebar di seluruh kabupaten/kota. Terbanyak berada di Kabupaten Kapuas, menyusul Kota Palangka Raya, Kotawaringin Barat (Kobar), dan Kotawaringin Timur (Kotim).
“Tidak ada kabupaten di Kalteng ini yang tidak ada pondok pesantrennya, rata-rata sudah ada,” bebernya.
Ahmadi menyebut bahwa ada ponpes di Kalteng yang masih belum terdaftar, karena tidak memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi untuk pendaftaran ke Kementerian Agama.
“Tapi mereka masih jalan dan terus berproses mengurus perizinan, kami terus mendorong,” tegasnya.
Terhadap ponpes yang belum terdaftar, pihaknya juga terus memantau dan mengawasi karena keberadaan ponpes itu di tengah masyarakat. Sejauh ini ponpes yang belum terdaftar memang tidak terlalu eksis sebagaimana ponpes yang sudah berizin.
“Ponpes di Kalteng ini, selama lima tahun terakhir pertumbuhannya cukup luar biasa, bahkan sekarang ada ponpes yang sudah punya donatur tetap,” ujarnya.
Selama ini, tambahnya, pembiayaan ponpes ditangani masyarakat. Namun dengan dikeluarkannya Undang-Undang Ponpes pada 2019 lalu dan ditindaklanjuti turunannya dengan Peraturan Presiden Nomor 42 tentang Pembiayaan Penyelenggaraan Pondok Pesantren, ke depannya pembiayaan dilakukan oleh pihak pemerintah melalui APBN dan APBD. Dan pihak-pihak pengusaha atau pihak lain itu tidak ada kendala karena regulasinya sudah ada.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalteng Khairil Anwar menyebut bahwa pihaknya berharap bahwa ke depannya semua pesantren lebih terbuka dan tidak ekslusif. “Jika ada kejadian atau dugaan, maka harus cepat dilaporkan,” tutupnya. (abw/ce/ala)