Senin, Juni 17, 2024
32.4 C
Palangkaraya

Proyek Lumbung Pangan di Kalteng Dibayangi Kegagalan

PALANGKA RAYA-Proyek food estate alias lumbung pangan yang dibangun di Kalteng mendapat sorotan. Proyek strategis nasional ini sedang dalam bayang-bayang kegagalan. Banyak kritikan tajam dari para pegiat lingkungan dan wakil rakyat yang mesti menjadi bahan evaluasi pemerintah, sehingga megaproyek pangan ini bisa digarap maksimal dan mampu memberi efek positif untuk kesejahteraan masyarakat.

Sorotan datang dari Ketua Komisi II DPRD Kalteng Achmad Rasyid. Dikatakan Achmad Rasyid, beberapa waktu lalu ia beserta jajaran telah melakukan peninjauan lapangan ke lokasi proyek food estate di sekitar daerah Pulang Pisau, Kapuas, dan Gunung Mas. Hasil tinjauan itu menunjukkan bahwa jalannya proyek itu mengalami beberapa kendala yang harus segera dicari solusinya.

Saat melakukan peninjauan ke lokasi food estate singkong Badan Cadangan Logistik Strategis (BCLS) Gunung Mas, Rasyid menyebut, lahan yang sudah dilakukan land clearing atau pembukaan sudah seluas 676 hektare (ha). Ada bangunan berupa kantor dan alat-alat berat. Namun saat berada di lokasi, tidak terlihat adanya aktivitas.

“Di sana kami juga menemukan tumpukan pupuk dan bibit yang sudah rusak. Hanya ada sedikit tanaman singkong. Ada 3.000 hektare lahan masyarakat dari total luas 30.000 hektare, tapi belum disentuh oleh proyek,” beber Rasyid kepada Kalteng Pos via pesan WhatsApp, Rabu (15/2/2023).

Sementara untuk food estate di wilayah Kapuas dan Pulang Pisau, masyarakat sudah menikmati hasil panen. “Kalau yang di Kapuas 65.000 hektare dan yang di Pulang Pisau masih dalam proses, sudah land clearing, tinggal pencetakan sawah dan pembuatan saluran irigasi, sekitar 3.000 hektare,” bebernya.

Rasyid menyebut, saat ini penggarapan lahan food estate di daerah Pulang Pisau dan Kapuas dihentikan sementara karena persoalan dana.

Baca Juga :  Mentan Apresiasi Petani Desa Sanggang

“Masalah dana tidak keluar karena payung hukum mungkin berupa perpresnya belum rampung, sehingga pekerjaan dihentikan sementara, menunggu dana ngucur lagi. Untuk diketahui, land clearing yang sudah dilaksanakan itu dari Kementerian PUPR,” tandasnya.

Terkait progres proyek lumbung pangan di Kalteng, akademisi pertanian dari Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Ir Eka Nor Taufik MP angkat bicara. Selaku pihak yang pernah dilibatkan secara intens dalam tim kelompok kerja (pokja) food estate di bawah arahan pemerintah provinsi (pemprov) melalui dinas tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan (DTPHP), dalam pokja itu ia berperan sebagai penasihat pemerintah dalam bidang sosial ekonomi (sosek) pertanian.

Melihat kondisi umum food estate di Kalteng saat ini, Taufik mengatakan, proyek food estate mempunyai sisi positif dan negatif. Meskipun terdapat banyak kendala dalam pelaksanaannya, tapi masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki, sehingga proyek tersebut bisa benar-benar berdampak positif bagi masyarakat.

Taufik menjelaskan, proyek food estate ini memberikan banyak dampak positif bagi masyarakat. Ada peningkatan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi food estate Pulang Pisau dan Kapuas. Pria yang menyelesaikan studi S-3 di Universitas Gadjah Mada Jurusan Komunikasi Pertanian itu mengatakan, masyarakat setempat telah merasakan dampak positif dari perbaikan infrastruktur, seperti jalan, saluran irigasi, jembatan, dan sarpras (sarana dan prasarana) produksi.

“Saya secara pribadi mengatakan proyek ini banyak memberi dampak positif, yaitu peningkatan ekonomi baik langsung maupun tidak langsung. Seperti perbaikan infrastruktur di dua wilayah itu,” tutur dosen jurusan Agribisnis UPR itu kepada Kalteng Pos saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (15/2).

Baca Juga :  Izin HGU Dicabut, PT CAA Tetap Beraktivitas

Menanggapi isu yang berkembang di masyarakat tentang adanya potensi kegagalan terhadap megaproyek ini, menurut Taufik, masyarakat sebaiknya jangan terlebih dahulu mencap proyek ini gagal, karena masih ada satu tahun jangka waktu proyek ini. Pria yang menamatkan studi sarjana jurusan sosial ekonomi pertanian di Universitas Jember itu menjelaskan, proyek lumbung pangan di Kalteng ini akan berakhir tahun 2024 mendatang sesuai target pemerintah pusat.

“Jangan dulu lah di-judge ini gagal, kecuali pada 2024 nanti waktu proyek ini sudah berakhir, okelah kita beri penilaian, saat ini masih berjalan, yang kurang bisa diperbaiki, ini kan masih di tengah jalan proyek, jangan dulu dicap gagal,” tuturnya.

Meski demikian, Taufik mengakui memang ada sisi negatif dari proyek ini. Mulai dari lambatnya sarana produksi, pemberian alat-alat yang tidak tepat, hingga dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Taufik juga menyoroti minimnya sumber daya manusia (SDM) petani lokal untuk merespons kebijakan perluasan (ekstensifikasi) food estate. Menurutnya, SDM petani lokal sedikit dibandingkan luas lahan yang sudah dibuka. “Kan ada lahan ekstensifikasi dan intensifikasi, untuk lahan ekstensifikasi ini SDM-nya mencukupi enggak? Itu yang perlu jadi perhatian pemerintah,” tambahnya.

Pada 2020 lalu ia bersama tim pokja telah membahas sembilan isu strategis mengenai pengembangan food estate di Kalteng. Dari sembilan isu itu, yang paling banyak dibahas adalah soal pemenuhan SDM lokal. Apakah memenuhi secara kuantitas maupun kualitas untuk menggarap sektor pertanian dalam program lumbung pangan ini.

PALANGKA RAYA-Proyek food estate alias lumbung pangan yang dibangun di Kalteng mendapat sorotan. Proyek strategis nasional ini sedang dalam bayang-bayang kegagalan. Banyak kritikan tajam dari para pegiat lingkungan dan wakil rakyat yang mesti menjadi bahan evaluasi pemerintah, sehingga megaproyek pangan ini bisa digarap maksimal dan mampu memberi efek positif untuk kesejahteraan masyarakat.

Sorotan datang dari Ketua Komisi II DPRD Kalteng Achmad Rasyid. Dikatakan Achmad Rasyid, beberapa waktu lalu ia beserta jajaran telah melakukan peninjauan lapangan ke lokasi proyek food estate di sekitar daerah Pulang Pisau, Kapuas, dan Gunung Mas. Hasil tinjauan itu menunjukkan bahwa jalannya proyek itu mengalami beberapa kendala yang harus segera dicari solusinya.

Saat melakukan peninjauan ke lokasi food estate singkong Badan Cadangan Logistik Strategis (BCLS) Gunung Mas, Rasyid menyebut, lahan yang sudah dilakukan land clearing atau pembukaan sudah seluas 676 hektare (ha). Ada bangunan berupa kantor dan alat-alat berat. Namun saat berada di lokasi, tidak terlihat adanya aktivitas.

“Di sana kami juga menemukan tumpukan pupuk dan bibit yang sudah rusak. Hanya ada sedikit tanaman singkong. Ada 3.000 hektare lahan masyarakat dari total luas 30.000 hektare, tapi belum disentuh oleh proyek,” beber Rasyid kepada Kalteng Pos via pesan WhatsApp, Rabu (15/2/2023).

Sementara untuk food estate di wilayah Kapuas dan Pulang Pisau, masyarakat sudah menikmati hasil panen. “Kalau yang di Kapuas 65.000 hektare dan yang di Pulang Pisau masih dalam proses, sudah land clearing, tinggal pencetakan sawah dan pembuatan saluran irigasi, sekitar 3.000 hektare,” bebernya.

Rasyid menyebut, saat ini penggarapan lahan food estate di daerah Pulang Pisau dan Kapuas dihentikan sementara karena persoalan dana.

Baca Juga :  Mentan Apresiasi Petani Desa Sanggang

“Masalah dana tidak keluar karena payung hukum mungkin berupa perpresnya belum rampung, sehingga pekerjaan dihentikan sementara, menunggu dana ngucur lagi. Untuk diketahui, land clearing yang sudah dilaksanakan itu dari Kementerian PUPR,” tandasnya.

Terkait progres proyek lumbung pangan di Kalteng, akademisi pertanian dari Universitas Palangka Raya (UPR) Dr Ir Eka Nor Taufik MP angkat bicara. Selaku pihak yang pernah dilibatkan secara intens dalam tim kelompok kerja (pokja) food estate di bawah arahan pemerintah provinsi (pemprov) melalui dinas tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan (DTPHP), dalam pokja itu ia berperan sebagai penasihat pemerintah dalam bidang sosial ekonomi (sosek) pertanian.

Melihat kondisi umum food estate di Kalteng saat ini, Taufik mengatakan, proyek food estate mempunyai sisi positif dan negatif. Meskipun terdapat banyak kendala dalam pelaksanaannya, tapi masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki, sehingga proyek tersebut bisa benar-benar berdampak positif bagi masyarakat.

Taufik menjelaskan, proyek food estate ini memberikan banyak dampak positif bagi masyarakat. Ada peningkatan ekonomi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Seperti yang dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi food estate Pulang Pisau dan Kapuas. Pria yang menyelesaikan studi S-3 di Universitas Gadjah Mada Jurusan Komunikasi Pertanian itu mengatakan, masyarakat setempat telah merasakan dampak positif dari perbaikan infrastruktur, seperti jalan, saluran irigasi, jembatan, dan sarpras (sarana dan prasarana) produksi.

“Saya secara pribadi mengatakan proyek ini banyak memberi dampak positif, yaitu peningkatan ekonomi baik langsung maupun tidak langsung. Seperti perbaikan infrastruktur di dua wilayah itu,” tutur dosen jurusan Agribisnis UPR itu kepada Kalteng Pos saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (15/2).

Baca Juga :  Izin HGU Dicabut, PT CAA Tetap Beraktivitas

Menanggapi isu yang berkembang di masyarakat tentang adanya potensi kegagalan terhadap megaproyek ini, menurut Taufik, masyarakat sebaiknya jangan terlebih dahulu mencap proyek ini gagal, karena masih ada satu tahun jangka waktu proyek ini. Pria yang menamatkan studi sarjana jurusan sosial ekonomi pertanian di Universitas Jember itu menjelaskan, proyek lumbung pangan di Kalteng ini akan berakhir tahun 2024 mendatang sesuai target pemerintah pusat.

“Jangan dulu lah di-judge ini gagal, kecuali pada 2024 nanti waktu proyek ini sudah berakhir, okelah kita beri penilaian, saat ini masih berjalan, yang kurang bisa diperbaiki, ini kan masih di tengah jalan proyek, jangan dulu dicap gagal,” tuturnya.

Meski demikian, Taufik mengakui memang ada sisi negatif dari proyek ini. Mulai dari lambatnya sarana produksi, pemberian alat-alat yang tidak tepat, hingga dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Taufik juga menyoroti minimnya sumber daya manusia (SDM) petani lokal untuk merespons kebijakan perluasan (ekstensifikasi) food estate. Menurutnya, SDM petani lokal sedikit dibandingkan luas lahan yang sudah dibuka. “Kan ada lahan ekstensifikasi dan intensifikasi, untuk lahan ekstensifikasi ini SDM-nya mencukupi enggak? Itu yang perlu jadi perhatian pemerintah,” tambahnya.

Pada 2020 lalu ia bersama tim pokja telah membahas sembilan isu strategis mengenai pengembangan food estate di Kalteng. Dari sembilan isu itu, yang paling banyak dibahas adalah soal pemenuhan SDM lokal. Apakah memenuhi secara kuantitas maupun kualitas untuk menggarap sektor pertanian dalam program lumbung pangan ini.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/