Kepeduliannya itu sudah terlihat sejak 2018 lalu. Kala itu dia melihat cukup banyak sampah kain bekas baju seragam suaminya. Ia pun berpikir bahwa sangat disayangkan bila dibuang begitu saja. Iseng ia membuat sarung bantal dari kain sisa yang dijahit sedemikian rupa.
“Awalnya iseng saja, trus ada temen ke rumah dan lihat sarung bantal dari kain perca itu, lalu saya diminta buat untuknya,” ujar Dian.
Dari situlah Dian mulai memanfaatkan kain sisa atau kain perca dan menjadikannya sesuatu yang bernilai ekonomis. Dan tentunya bisa digunakan kembali oleh masyarakat.
Pada awalnya, ibu berusia 46 tahun ini mendapatkan kain perca dari penjahit secara cuma-Cuma, karena memang kain-kain perca itu tidak dipakai lagi. Lama-kelamaan ia merasa tak enak hati. Ia memutuskan untuk membeli kain perca dari para penjahit dengan harga bervariatif per kantongnya. Tergantung jenis kainnya. Mulai dari Rp15 ribu rupiah untuk kain biasa hingga Rp50 ribu untuk kain batik khas Kalteng.
“Kain perca ini kan sayang kalau dibuang dan dibakar begitu saja, karena saya sangat cinta dan peduli lingkungan, makanya saya sulap kain perca jadi sarung bantal dan tas belanja,” ungkap Dian.
Untuk pembuatan satu set (lima buah sarung bantal dan satu taplak meja) memakan waktu sekitar tiga sampai enam hari. Per paketnya dijual sekitar Rp400 ribu.
Setelah sukses di pembuatan sarung bantal dari kain perca, Dian melihat ada sisi lain dari kain perca yang bisa dimanfaatkan. Muncul ide membuat tas belanja untuk menggantikan penggunaan kantong plastik untuk berbelanja. Tentunya sangat ramah lingkungan, karena tas belanja ini bisa digunakan berulang kali dibandingkan kantong plastik.
Karena rasa peduli akan go green Kota Palangka Raya, tas belanja karyanya itu ia promosikan secara langsung kepada masyarakat dengan cara memakainya saat jalan-jalan. Alhasil banyak yang berminat membeli tas belanja buatannya.
Dian menyebut, pembuatan satu tas belanja bisa memakan waktu satu hari, sesuai tingkat kerumitan motifnya. Satu tas belanja dijual dengan harga mulai dari Rp40 ribu sampai Rp80 ribu. Bahan dasar tas itu berupa perpaduan antara kain blancu atau kain yang biasa digunakan untuk karung tepung terigu, lalu dipadukan dengan motif kain perca yang disambung sedemikian rupa. Untuk menyambungkan satu meter kain perca, perlu waktu sampai satu hari.
“Kenapa lama, karena sendiri yang mengerjakannya,” tutur Dian.
Ia menambahkan, sejah ini penjualan tas belanja karyanya ini cukup bagus. Bank Indonesia (BI) pernah memesan sebanyak 100 tas belanja produknya itu. Lalu pada kloter kedua dipesan lagi sebanyak 75 tas untuk tempat paket sembako.
Baru-baru ini Dian dapat lagi pesanan dari Kedai Itah untuk pembuatan 20 tas belanja per minggu. Sebagaimana diketahui, para pengunjung maupun pemilik (owner) Kedai Itah sangat anti dengan penggunaan kantong plastik.